Jauh sebelum peradaban Budha dan Hindu masuk ke tanah nusantara, khususnya Jawa, masyarakat petani diyakini telah mengola lahan-lahan persawahan dengan memperhatikan patokan musim.Â
Pada musim tertentu mereka akan menanam padi. Pada musim tertentu pula mereka menanam palawija.Â
Jauh sebelum sistem penanggalan ada, para petani Jawa diperkirakan menggunakan pengamatan mereka untuk mengetahui tanda-tanda yang muncul dalam musim tertentu di mana dari pengamatan tersebut mereka bisa menentukan tanaman apa yang harus ditanam.Â
Pengetahuan tradisional tentang penentuan dan pengaturan musim yang digunakan dalam pertanian inilah yang disebut pranata mangsa (pengaturan musim).
Menurut catatan Sindhunata (2008), pranata mangsa mulai dibakukan sebagai khasana pengetahuan Jawa oleh Sri Susuhunan Paku Buawana VII di Surakarta, pada tanggal 22 Juni 1855. Namun, usaha pembakuan tersebut berasal dari tradisi pranata mangsa yang sudah berkembang di kalangan petani Jawa.Â
Tujuan dari pembakuan tersebut adalah sekedar menguatkan sistem penanggalan yang mengatur tata kerja kaum tani dalam mengikuti peredaran musim dari tahun ke tahun agar mereka tidak mengalami kerugian. Berdasarkan pengaturan musim inilah, masyarakat Jawa sejak dulu terkenal sebagai petani handal.
Dalam pranata mangsa, satu tahun dibagi menjadi 12 mangsa (Sindhunata, 2008). Dari keduabelas mangsa tersebut, bisa dibagi ke dalam empat mangsa utama, yakni: (1) mangsa terang (82 hari); (2) mangsa semplah (99 hari); (3) mangsa udan (86 hari); dan, (4) mangsa pengarep-arep (98 hari).Â
Serupa dengan pembagian tersebut, juga ada pembagian mangsa utama seperti berikut: (1): mangsa katiga (88 hari); (2) mangsa labuh (95 hari): (3) mangsa rendheng (94 hari); dan, (4) mangsa mareng (88 hari). Berikut ini adalah pembagian pranata mangsa dalam satu tahun.Â
Kasa (pertama), 22 Juni - 1 Agustus, dengan karakter "lir sotya murca saka ngembanan" (intan jatuh dari tatahan). Karo (kedua), 2 Agustus - 24 Agustus, dengan karakter "bantala rengka" (tanah retak).Â
Katelu (ketiga), berkarakter "suta manut ing bapa" (anak menuruti bapak). Kapat (keempat), 18 September - 12 Oktober, berkarakter "waspa kumembeng jroning kalbu" (airmata tersimpan dalam hati).Â
Kalima (kelima), 13 Oktober - 8 November, berkarakter "pancuran mas sumawur ing jagad" (pancuran emas berhamburan di bumi). Kanem (keenam), 9 November - 21 Desember, berkarakter "rasa mulya kasucen" (rasa mulia yang berasal dari kesucian).Â