Mohon tunggu...
Deka Lesthari
Deka Lesthari Mohon Tunggu... -

Deka Lesthari\r\nAnak rantau yang sederhana berproses mencapai "sukses"

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

GOLPUT: Gerakan Mulia

23 Maret 2014   22:02 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:35 6
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

“Dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat” rangkaian kata tersebut kini terdengar sayup-sayup di telinga masyarakat Indonesia. Pasalnya Indonesia yang merupakan negara demokrasi yang berkedaulatan rakyat tercantum dalam Pasal 1 ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 harusnya mampu menjadi alarm bagi pemerintah selaku pemegang kekuasaan untuk bisa memperjuangkan suara/kepentingan rakyat yang telah memilih dan mempercayakan segala pada “mereka”.

Kedaulatan rakyat atau kekuasaan negara yang sepenuhnya berada di tangan rakyat bukan berarti seluruh rakyat secara langsung berkuasa terhadap negara, tetapi hal tersebut diwujudkan melalui pemilihan umum yang bersih, jujur, dan adil. Dengan memakai prinsip demokrasi yang menginginkan suatu bentuk pemerintahan dimana hak untuk membuat keputusan-keputusan politik diselenggarakan oleh warga negara melalui wakil-wakil yang dipilih terjadi secara nyata di Indonesia, pengadaan Pemilu baik pemilihan badan legislatif maupun eksekutif dapat terwujud sesuai dengan konstitusi dan dasar negara bangsa Indonesia, yakni Pancasila.

Pemilu merupakan wujud budaya demokrasi di Indonesia. Dengan pemilu rakyat bisa menyalurkan hak suara nya untuk memilih wakil-wakil yang mereka percaya mampu memperjuangkan kepentingan mereka kelak jika berhasil menempati posisi di lembaga pemerintahan. Sehingga, tercapai pemerintahan yangbertanggungjawab.

Apa bisa dikata, terkadang teori selalu tak sejalan dengan kenyataan. Ini pula yang terjadi pada jalannya pemilu di Indonesia. Implementasi demokrasi perwakilan yang dianggap mampu memulihkan kondisi dalam proses interaksi antara penguasa negara dengan rakyatnya ternyata tak seperti yang diinginkan. Peran pemerintah yang diharapkan dapat membuat aturan atau kebijakan yang mensejahterakan rakyat, malah sibuk memperkaya diri, dan memperjuangkan golongannya. “Bak kacang lupa kulitnya”, kata-kata itu mungkin pas ditujukan kepada para pemerintah yang lupa akan tugasnya mensejahterakan rakyat yang telah memilih. Memang tak semua pejabat pemerintah demikian, tapi “mayoritas” dan terlalu seringnya dari moyoritas tersebut yang tidak bertanggung jawab atas tugas nya, ini lah yang menggerus kepercayaan rakyat. Terlebih di era reformasi yang modern sekarang ini, banyak media sosial yang berani memberitakan gambaran/potret buruk sikap pemerintah yang setengah hati mengemban tugas. Dapat dilihat banyak terjadi praktik KKN yang kini malah dijadikan budaya, ramainya pencitraan sesaat yang menyimpan beribu kepentingan individu atau kelompok kala pemilu akan dilaksanakan, tidak ditepatinya janji-janji pejabat pemerintah sewaktu berkampanye, dan kinerja pemerintah yang terkesan lamban dalam mengatasi permasalahan-permasalahan Indonesia.

Penurunan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan juga kinerjanya dapat kita lihat dari jumlah golput yang dari periode ke periode terus bertambah. Pada tahun 1999, tercatat 10,21 % dari jumlah peserta pemilu legislatif memilih untuk golput, tahun 2004 meningkat menjadi 23,34% dan tahun 2009 sebanyak 29,01 % masyarakat Indonesia memilih golput. Sedangkan untuk Pilpres tercatat 21,5%pada tahun 2004 peserta pemilu memilih golput, dan tahun 2009 meningkat menjadi 23,3%.

Bukan hal mustahil, dalam benak masyarakat Indonesia nantinya akan menjadikan golput sebagai gerakan mulia. Kendati golput selalu dinilai sebagai tindakan yang negative karena tidak mendukung penyelenggaran demokrasi di Indonesia melalui partisipasi dari rakyat, tetapi karena banyak factor anatara lain telah disebutkan diatas, bisa dijadikan sebagai motor penggerak agar pemerintah sadar bahwa kepercayaan yang ditanamkan padanya dari rakyat sangat besar untuk memperbaiki dan mensejahterakan kehidupan seluruh masyarakat Indonesia tanpa membedakan golongan dan kelas. Golput jangan dipandang sebelah mata, tetapi ada esensi dari golput itu sendiri, yakni ingin menyampaikan pada para pemegang kekuasaan di kursi empuk nya, ada begitu banyak yang harus di tindak lanjuti dan dibenahi dari bangsa ini bukan hanya sibuk membangun memperindah singgah sana dan langgengkan kekuasaan mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun