Ku seakan bersembunyi diantara riuhnya dunia,sengaja ku kemas beberapa serpihan luka ku dengan senyuman yang ku sendiri tak pernah mengenalinya.Tak pernah ku ijinkan jiwa lain menatapku dengan iba, bukankah keangkuhan ku begitu kokoh, sehingga netra pun ku 'butakan' telinga ku 'tulikan' dan bibir ku 'bisukan'.Walaupun nyatanya ku hanya jiwa yang penuh dengan kelengahan hingga ku lupa untuk 'mematikan' rasaku.Hingga keangkuhan ku seketika memudar seiring dengan rasa yang meruntuhkan semua pertahananku. Ku lemah, ku lelah dan ku juga kalah.Namun ku tetap merasa 'menang' karena nyatanya ku lupa ku hanya manusia yang penuh dengan peluh dosa. Tak ada yang mutlak dengan kebahagiaan begitu juga sebaliknya, lantas mengapa harus merasa sepenuhnya 'kalah'.Kehancuran yang tampak sejatinya adalah 'hukuman sekaligus ujian' yang tentunya pantas untuk ku nikmati.Tidak ada yang tercatat dengan kesia-sia an dalam garisan takdir.Terkadang ku hanya membutuhkan ke rela an akan apapun yang membuat ku kian merajam keangkuhanku, bukankah semuanya adalah pinjaman yang diberikan Sang Pemilik Jiwa, lantas mengapa jiwaku begitu gusar dengan 'kekalahan' ini, bukankah masih ada kesempatan untuk kembali merangkak,bangkit dan berdiri kembali dengan membawa segala yang telah ku dapatkan dengan derai tawa juga derasnya air mata sebagai pelajaran.Dan kini ku mulai berdamai dengan 'ke rela an' yang tentu akan berbeda dengan cerita orang lain...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H