Padahal sudah jelas di dalam salah satu poin inti dari PP 99/2012 pun ada aturan remisi bagi terpidana khusus, termasuk koruptor. Koruptor baru dapat remisi seandainya mereka mau bekerja sama dengan penegak hukum (justice collaborator) membongkar suatu kasus dan membayar lunas denda serta uang pengganti. Sehingga Donal mengatakan memperlemah regluasi PP 99/2012 ini sama dengan tidak mendukung pemberantasan korupsi.
Sehingga sudah jelas sebenarnya tidak ada alasan apapun untuk narapidana korupsi untuk mendapatkan remisi dari Permenkumham 20/2020. Jika pemerintah beralasan pemberian remisi karena adanya kelebihan ruang kapasitas (over load) di lapas, hemat penulis tidak berlaku dan tidak tepat jika diberikan kepada narapidana korupsi.Â
Hal itu dikarenakan sel tempat mereka mendiam menjalani hukuman pidana nya sangat jauh berbeda dengan yang lainya, bahkan bisa dikatakan eksekutif seperti sedang berada di apartement ataupun  hotel. Â
Misal narapidana korupsi, Setya Novanto memiliki sel yang sangat mewah di Lapas Sukamiskin, Bandung, bahkan beredar informasi bahwa sel yang dihuni SN menggunakan gembok sidik jari, belum lagi koruptor lainya yang memiliki fasilitas mewah di sel, yang tak tersentuh berita di media. Â Sekali lagi Ini menunjukan bahwa koruptor tak pantas untuk dapat remisi dengan Permenkumham 10/2020.
Menurut hemat penulis, jelas kebijakan yang diambil Menkumham Yasonna Laoly dengan Permenkumhan 10/2020 sudah baik namun sedikit kurang tepat jika harus diberikan juga kepada narapidana kasus tindak pidana khusus, contohnya seperti koruptor, karena sekali lagi sudah jelas bahwa korupsi itu merupakan kejahatan yang luar biasa (extra ordinary crime). Â
Dengan demikian penulis berpendapat bahwa  Pemerintah seperti mengambil kesempatan dalam kesempitan membuat kebijakan yang dirasa kurang tepat disaat negara dan rakyat berkerja keras untuk berperang melawan wabah pandemi virus Covid019.
Adapun saran dari penulis kepada Pemerintah melalui Permenkumhan 10/2020 itu perlu dilakukan secara hati hati dan penuh selektif dalam pemberian remisi kepada  sejumlah narapidana.Â
Penulis pun sependapat dengan ketua presidium Indonesian Police Watch (IPW) Neta S. Pane, bahwa paling tidak ada empat hal yang menjadi prioritas utama pemberian remisi itu.Â
Pertama, untuk narapidana yang usianya sudah 60 tahun ke atas. Kedua, narapidana yang memang sudah memiliki kondisi kesehatan yang sudah cukup lama tidak membaik. Ketiga, narapidana yang masa hukumanya di bawah setahun. Keempat, narapidana yang melakukan kejahatan tergolong ringan.
Sedangkan narapidana residivis seperti kasus pembunuhan, perampok, pemerkosa, bandar narkoba, teroris dan koruptor jangan sesekali dibebaskan dengan pemberian remisi yang begitu mudah. Karena jika dibebaskan, dikhawatikan mereka akan mengulangi kembali perbuatanya pasca pembebesan dan kembali menjadi predator bagi masyarakat.
Singkat kata adagium hukum yang menyebutkan bahwa keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi, atau dikenal dengan istilah salus populi suprema lex esto itu memang benar tetapi kurang tepat untuk persoalan dalam konteks ini.