Siapa yang tidak pernah mendengar nama Choky Sitohang? Pemuda Batak kelahiran Bandung ini, dikenal banyak orang karena kerap kali tampil memukau di beberapa stasiun televisi ternama, sebagai host/ pembawa acara. Sebut saja acara Happy Song dan Take Him Out Indonesia yang telah melambungkan namanya. Tapi siapa yang menyangka bahwa bukan hanya sekedar berparas wajah tampan dan memiliki kemampuan public speaking yang baik, Choky juga memiliki karakter sebagai pemuda yang inspiratif, tidak hanya bagi anak-anak muda seusianya tapi juga bagi pribadi-pribadi lintas usia yang mengaguminya.
Menarik bahwa di saat anak-anak kecil pada umumnya memilih untuk bercita-cita menjadi dokter atau pilot, Choky kecil justru pernah bercita-cita untuk menjadi seorang penjual burger. “Karena dulu saya terinpirasi film-film kartun Popeye, Disney, penjual burger selalu serve orang-orang dengan tersenyum, saya bilang dalam hati, enak ya melayani,” ungkap Choky. Choky mensyukuri kerinduannya untuk melayani sudah ia rasakan sejak kecil, sebab ia sadar semua orang bisa melayani tapi tidak semua orang mau melayani.
Ketika usianya semakin bertambah, selayaknya kebanyakan anak-anak yang masih suka berubah-ubah, Choky pun mengubah cita-citanya dari seorang penjual burger menjadi seorang tentara. Cita-cita ini muncul lantaran terinspirasi kakeknya yang adalah seorang perwira angkatan darat. “Dulu pernah lihat beliau dengan seragam lengkapnya, pangkat di pundak, dengan kewibawaan dan disiplin yang sangat inspiratif,” cerita Choky sambil menirukan gaya tentara. Tetapi justru ketika akan didaftarkan ke akademi militer di Magelang, yaitu pada tahun 1999, muncul pertentangan besar di hati Choky. Choky menyadari bahwa ada panggilan lain yang dirasakannya.
Choky seakan-akan tersihir tiap kali duduk di depan layar televisi dan menyaksikan bagaimana para host-host berbakat di jaman itu membawakan sebuah acara dengan kepiawaiannya merangkai kata-kata. Nama-nama seperti Kris Biantoro, Kus Hendratmo, Bob Tutupoli, Tantowi Yahya, Charles Bonar sampai Junko Siahaan menjadi idola yang memperkenalkan dunia public speaking padanya. “Sampai-sampai ketika TV host bilang, jangan kemana-kemana, kami akan kembali, saya benar-benar gak kemana-kemana karena takut ketinggalan kata-kata pembuka dari si TV host,” kenang Choky yang tertawa geli mengingat masa-masa itu. Tetapi dari sanalah Choky seperti mendengar suara yang meyakinkannya bahwa menjadi presenter adalah talentanya.
Dalam budaya Batak, ada yang disebut dengan Mandok Hata. Mandok Hata adalah kebiasaan orang Batak yang mengharuskan orang yang berhadapan dengan orangtua untuk mengatakan sesuatu. Awalnya Choky tidak tahu harus mengatakan apa ketika dihadapkan dengan posisi itu. Ia pun hanya sanggup mengucapkan 4 buah kata yang isinya, selamat ulang tahun Ma. Kebetulan pada saat itu adalah hari ulang tahun ibunya. Choky pun mulai didaulat oleh keluarganya untuk jadi host di acara akhir tahun keluarga, ulang tahun keluarga bahkan di acara ulang tahunnya sendiri. Karena sering dipaksa itu choky akhirnya pelan-pelan menyadari bakatnya. Ia pun mulai memberanikan diri terlibat menjadi MC di acara perayaan 17 Agustus di SMA tempatnya bersekolah. Itulah kali pertama Choky berdiri di depan begitu banyak orang dan menampilkan gaya-gaya yang ditirunya dari host-host idolanya. Dan hal itu membawa kedamaian tersendiri di hatinya.
Pada tahun 1999, Choky Sitohang melanjutkan kuliahnya di fakultas hukum Universitas Katolik Parahyangan, Bandung. Tetapi kuliahnya itu hanya dijalaninya selama dua tahun dan kemudian hijrah ke Jakarta. Sesampainya di Jakarta, pemuda yang sempat menjadi penyiar radio OS Bandung selama tiga tahun ini kemudian bekarir sebagai presenter dan jurnalis di stasiun TV Lativi. “Kenapa saya jadi jurnalis? Dulunya saya anggap itu kebetulan, tapi ternyata tidak. Ternyata itu merupakan sebuah rencana Tuhan yang indah. Sebab saya dibentuk, saya diberikan banyak sekali hal yang baru, yang saya tidak pernah rancang dalam hidup saya sebelumnya,” tutur Choky.
Choky Sitohang memang tidak pernah bercita-cita untuk menjadi seorang jurnalis. Semuanya terjadi karena sebuah kekeliruan yang pada akhirnya justru disyukuri Choky sebagai bukan sebuah kebetulan. Ada kesalahan penerimaan Curriculum Vitae (CV) ketika Choky mengirimkannya ke stasiun-stasiun televisi di Jakarta. Lativi melihat bakat Choky ketika ia ditest on cam untuk mengabarkan suatu pertandingan bola basket secara langsung. Pada saat itu usia Choky baru 20 tahun. Dan ketika ditawarkan untuk jadi presenter, Choky langsung menerimanya.
Pada hari pertama kerja, kordinator liputan (korlip) menyuruh Choky untuk meliput kejadian kriminal di daerah Tebet. Sesampainya di sana, Choky kebingungan karena di tempat tersebut ada banyak sekali wartawan yang sedang mewawancara nara sumber. “saya bingung, mau jadi presenter tapi disuruh wawancara,”cerita Choky. Tapi Choky tetap mengerjakan apa yang diperintahkan oleh korlip dan arahan dari cameramen yang mendampinginya. Setelah kembali ke kantor, korlip yang tadi memberikan perintah liputan, menyuruh Choky menulis berita yang telah diliputnya. Dan barulah Choky mengerti bahwa presenter yang dimaksud di Lativi adalah jurnalis alias wartawan dan bukanlah presenter yang ia bayangkan.
Karena sudah terikat kontrak selama enam bulan, choky tetap harus menjalankan apa yang sudah dipilihnya. Pekerjaan menjadi jurnalis sendiri bagi Choky yang tidak memiliki sedikitpun basic pendidikan jurnalistik, boleh dikatakan cukup berat. Ia harus masuk kerja pukul 7 pagi dan pulang pukul 11 malam. Belum lagi teguran demi teguran didapatkannya hampir setiap hari karena kemampuan menulis berita yang tidak dikuasainya dengan baik. Tetapi Choky bangga karena ia bisa melewati begitu banyak pengalaman-pengalaman yang menambah pengetahuannya. Lambat laun pun, Choky jatuh cinta pada dunia jurnalistik. Selain itu sebagai anak tertua di keluarganya dan ayahnya sudah meninggal sejak tahun 2003, Choky butuh uang untuk menghidupi ibunya yang tinggal sendiri dan adik-adiknya. Jadi boleh dikatakan pekerjaannya sebagai jurnalis menjadi sumber pendapatannya pada saat itu.
Namun hati kecil Choky yang terus memberontak akhirnya membuat Choky mengambil langkah berani meninggalkan pekerjaannya di Lativi untuk mengikuti passionnya, menjadi seseorang presenter yang sesungguhnya. “Ibu saya bilang, Choky saya percaya kamu akan sukses jika kamu keluar dari lativi karena Tuhan menyertai kamu.” Berbekal restu dari ibunda tercinta, keputusan itu pun diambilnya beserta segala resikonya, kehilangan gaji per bulan, asuransi, tunjangan dan status sebagai jurnalis. Tetapi Choky berusaha meyakinkan dirinya bahwa jika ibunya bisa begitu yakin kenapa ia tidak yakin pada dirinya sendiri.
“Kamu tahu gak kita tuh jalan harusnya pakai lentera supaya gak sombong. Jangan pakai lampu senter, karena lampu senter itu sekali sorot 5-10 meter itu sudah bisa langsung kelihatan. Akhirnya apa? Kita gak ngandelin Tuhan sama sekali. Kita ngandelin diri kita sendiri yang pinter dan berbakat, kita jalan dengan santai, sehingga tiba-tiba kita kena lubang yang kita gak sadar. Tapi kalau jalan pakai lentera, lentera itu kan cuma bisa menerangi sampai 1 meter di depan kita. Kita jadi lihat ke kanan dan ke kiri, jalan satu demi satu. Maksud saya adalah proses itu sendiri. Tuhan yang memberikan kita talenta, kita harus pegang kekuatan itu dan percaya saja bahwa setiap tuntunan itu menghasilkan kekuatan untuk menghadapi masa depan. Kita jalan dengan santai dengan berfokus pada tujuan, itu yang saya lakukan,” cerita Choky.
Akhirnya di tahun 2005 Choky mulai mendapat kontrak untuk menjadi presenter di sebuah tayangan reality show di stasiun TV RCTI sebanyak 12 episode. Tentu saja Choky sangat senang, walaupun pekerjaan ini juga tidak mudah bagi seorang mantan presenter berita yang biasa berbicara di depan layar kaca dengan intonasi yang kaku dan formil. Perlu waktu dan kerja keras untuk Choky dapat menyesuaikan diri dan menjadi presenter sebuah acara yang santai dan terlihat lebih asyik. Tapi di saat ia sudah menikmati perjalanan karirnya yang semakin membaik, Choky Sitohang jutru harus vakum dari pekerjaan yang dinanti-nantikannya sejak lama karena sakit Liver.
Sakit Liver ini membuatnya hanya boleh berada di tempat tidur, nonton tv, berdoa, baca buku, tidur dan tidak boleh keluar rumah. “Harus bed rest selama 4 bulan, membuat says depressed. Seolah-olah bakat yang Tuhan kasih tidak artinya dibandingkan opportunity yang tertutup,” tutur Choky mengenang kembali masa-masa berat itu. Setelah banyak beristirahat dan merasa lebih baik, Choky memutuskan untuk kembali ke tujuan awalnya. “Bukannya saya mengecilkan kuasa Tuhan, Tuhan bisa saja memberikan saya uang dalam jumlah besar, tapi apakah itu baik untuk saya? Itu gak bagus untuk saya. Tuhan bilang, choky start to write down your CV.”
Dan Choky pun menulis ulang CVnya, menyertakan foto-foto, menghubungi orang-orang yang dikenalnya yaitu rekan-rekannya yang sudah keluar dari Lativi dan bekerja di stasiun TV lain, sambil tetap meminum obat dan menjaga kesehatannya. Ia juga mulai melakukan latihan di gym untuk membentuk tubuhnya, sebab ia tahu siapa yang akan jadi saingannya. Walau begitu, jalannya tidak mudah. Banyak penolakan-penolakan yang dialami Choky, terutama karena pakaian yang dimilikinya tidak meyakinkan produser. Pada saat itu Choky hanya mampu membeli baju bekas. Berbekal kemeja lengan pendek, jeans beleot dan sepatu casual yang itu-itu saja, Choky dengan tidak menyerah berusaha menunjukkan kemampuan terbaiknya di depan semua produser yang ditemuinya. “Saya percaya Tuhan menghargai ketulusan dan keikhlasan kita dalam bekerja. Jadi waktu saya tekun, saya rajin, pintu-pintu kesempatan dibukain sama Tuhan. Kebayang gak kalau saya males-malesan di rumah?“ tanya Choky.
Tahun 2006, Choky Sitohang akhirnya diminta untuk melakukan casting di stasiun TV yang bernama Jak TV. Di tahun 2006 itu karir seorang Choky Sitohang mulai naik. Tahun 2007 Choky mendapat kesempatan untuk menjadi host di acara Good Morning On The Weekend yang disiarkan Trans TV. Tahun 2008 semakin banyak job program-program yang masuk, bahkan di tahun itu Choky pernah menjadi host di sebuah acara dangdut, namanya Stardut.
Banyak orang heran dan tidak habis pikir mengapa Choky mau menjadi host di acara Dangdut, mereka menganggap Choky punya wawasan luas, dari keluarga berada, dan bisa berbahasa inggris, yang seharusnya tidak akan bersedia menjadi host di acara sekelas dangdut. Salah satu senior Choky juga sempat memperingatkan bahwa masa depan Choky tidak akan bagus dan tidak akan dipakai oleh brand-brand bagus jika tetap menjadi presenter di acara tersebut.
Di satu sisi Choky tahu bahwa seniornya tentu lebih tahu dunia entertainment yang sesungguhnya dibanding dirinya, sehingga bisa jadi nasihat yang diberikan oleh seniornya ada benarnya. Tetapi di sisi lain Choky hanya ingin membantu dan ia pun ingin belajar dari program ini. Di dalam pergumulannya, ia tetap menjalani kontrak di Stardut dengan sebaik mungkin dan kehadirannya di stardut ternyata membawa orang-orang di program Stardut belajar banyak ilmu public speaking.
Dan di tahun 2009, Choky membuktikan pada seniornya bahwa ada banyak tawaran dari program-program unggulan yang tetap masuk untuknya, salah satunya adalah Happy Song dan Take Him Out Indonesia. Disusul kemudian dengan banyak penghargaan yang kemudian diterimanya, salah satunya adalah Panasonic Global Award 2010. “Tanpa kemurahan Tuhan, saya jelas gak ada seperti ini. Rumusan manusia itu tidak terbukti ketika kita melakukan sesuatu yang tulus dan ikhlas. Dan ketika kita telah melakukan yang terbaik, yang maksimal itu,” katanya dengan penuh keyakinan.
Jika menengok semua yang pernah dilewatinya dan apa yang didapatkannya sekarang, Choky tidak pernah berhenti bersyukur dan ia selalu percaya bahwa ia tidak pernah meraih apapun, semua yang dimilikinya adalah semata-mata ia dapatkan dari Tuhan. Dan ia mendapatkannya dalam sebuah proses yang telah dirancangkan Tuhan, mungkin ada banyak kegagalan-kegagalan, penolakan-penolakan dan kepahitan-kepahitan di masa lampau, tapi semuanya itu tidak akan pernah menghambat langkahnya. “Banyak sekali kepahitan yang kalau saya pilih mau saya simpan, itu akan membuat saya jalan sambil terseok-seok. Seolah-olah saya bawa sebuah rantai besar. Seperti kalau dulu penjahat-penjahat bawa rantai besar dari besi yang bisa mencapai 20 kg, diikatkan di kakinya sehingga dia gak bisa kemana-mana. Itulah kepahitan itu, itulah pengalaman buruk. Kalau kamu mau memilih untuk mengingat-ingat pengalaman buruk, kamu akan jalan dengan satu kaki dengan terseok-seok. Solusinya gimana? Kamu minta kuncinya sama sipir penjara, kamu lepas rantainya, kamu jalan dengan enteng. Jangan bawa pengalaman-pengalaman buruk, pengalaman ditolak, kegagalan-kegagalan, sebagai alasan sorrry saya gak bisa capai target saya. Forget it! Focus pada pendidikan dan kembangkan bakat! You can bring your future into this present day. Anda bisa membawa masa depan anda datang ke masa kini untuk anda alami sendiri mukjizatnya di situ.” tegas Choky.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H