Mohon tunggu...
Deirdre Tenawin
Deirdre Tenawin Mohon Tunggu... -

Instagram : @deirdretenawin

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hiroshima - Ketika Bom Dijatuhkan

6 Maret 2011   08:04 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:01 836
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_94565" align="aligncenter" width="300" caption="Hiroshima, Ketika Bom Dijatuhkan - John Hersey (diterbitkan Komunitas Bambu)"][/caption] Sejarah selalu menjadi aset berharga yang menarik bagi banyak mata dan telinga. Kita tidak bisa menutup mata atas apa yang terjadi di masa lampau ketika kita menghadapi apa yang ada di masa sekarang. Sebab sejarah tidak pernah lepas dari jiwa-jiwa yang pernah ada dan berkarya..

Sebuah buku karangan John Hersey telah membongkar tragedi kemanusiaan besar yang menjadi bagian dari sejarah paling memilukan dunia dan terutama bagi rakyat Jepang. Tragedi Hiroshima yang berulang-ulang kali kita pelajari di bangku sekolah namun tidak pernah dikupas secara mendetail. Anak-anak Indonesia hanya mengenalinya sebagai peristiwa yang berjasa memberikan kesempatan lahirnya kemerdekaan bagi bangsa ini. Atau mungkin bagi kita itu bayaran yang pantas atas mereka yang telah menjajah bangsa kita dengan kejamnya, sehingga tidak perlu ada ruang dalam hati yang ikut menangisi jiwa-jiwa yang mati tanpa mengerti kenapa mereka harus mati.

Terlepas dari alasan yang tidak pernah terungkap secara nyata, perang memang tidak pernah memberikan kedamaian bagi semua yang ada di dalamnya. Di dalam masanya dandi dalam negaranya. John Hersey membuat catatan reportase yang ditulisnya setelah melawati 3 minggunya di Hiroshima untuk mewawancari para korban. Catatan itumenceritakan bagaimana Hiroshima dan seisinya diporakporandakan oleh bom atom yang menewaskan 78.150 nyawa manusia, menghilangkan 13.983 jiwa dan menyebabkan 37.425 orang tersiksa karena luka-luka dan menderita karena efek radiasi dan trauma yang tinggal di dalam diri mereka.

[caption id="attachment_94570" align="alignright" width="150" caption="Hiroshima porak poranda"]

1299398228155755991
1299398228155755991
[/caption] 6 Agustus 1945 menjadi saksi dimana Hiroshima - kota yang menjadi salah satu pusat komando militer dan komunikasi di Jepang - dalam sekejap mengalami kehancuran yang tidak pernah dibayangkan siapupun yang ada di sana. Sebanyak 62.000 bangunan dari 90.000 bangunan hancur dan 6.000 bangunan lainnya rusak parah. Padahal pada masa itu setiap atap bangunan besar di Jepang mampu menahan beban seberat 3kg/m2, yang artinya kontruksi bangunan di Jepang lebih kuat dua kali dibandungkan konstruksi bangunan di Amerika. Siapa sangka bom atom di perang dunia ke II tersebut mampu meratakan semuanya dan meninggalkan bercak darah di mana-mana.

John Hersey membagi karyanya yang pernah terpilih sebagai naskah terbaik jurnalisme Amerika abad ke-20 oleh sebuah panel wartawan akademisi universitas Colombia ini ke dalam 4 bab. Pada bab pertama John Hersey menceritakan latar belakang 6 tokoh yang pada akhirnya selamat dari tragedi Hiroshima. Keenam tokoh itu antara lain nona Toshiko Sasaki, dokter Masazaku Fujii, nyonya Hatsuyo Nakamura, pastur Wilhelm Kleinsorge, dokter Terufumi Sasaki dan pendeta Kiyoshi Tanimoto. John menceritakan pekerjaan mereka, karakter mereka, keluarga mereka serta waktu, tempat dan keadaan mereka sebelum dan ketika bom meledak.

[caption id="attachment_94572" align="alignleft" width="150" caption="korban yang mengenaskan"]

12993979341123570627
12993979341123570627
[/caption] Bab 2 melukiskan keadaan pasca bom meledak. Para korban yang luka parah, terbakar, terjebak di dalam rumah berusaha menyelamatkan diri dan menyelamatkan orang lain. Evakuasi berusaha dilakukan di mana-mana. Korban-korban yang tidak lagi peduli apakah mereka mengenakan pakaian atau tidak berkeliaran di jalanan dengan tubuh yang berdarah-darah. Tangis dan teriakan minta tolong berkumandang dimana-mana. Hingga tak seorangpun tahu siapa yang harus mereka tolong duluan, apa yang harus mereka lakukan dan kemana mereka harus pergi untuk mendapatkan pertolongan karena seluruh Hiroshima porak-poranda.

Klimaks cerita terletak pada Bab 3, dimana harapan para korban seperti sudah hilang, luka-luka para korban sudah bernanah semua. Sedangkan obat-obatan dan tenaga medis tidak memadai. Banyak dokter-dokter yang ikut tewas dan terluka dalam tragedi tersebut sehingga jumlah dokter yang mampu membantu sangat minim sekali. Bisa dihitung dengan jari. Sampai pada akhirnya kaisar Jepang kemudian menyatakan bahwa Jepang menyerah pada Amerika lewat siaran radio. Hal tersebut menandakan kekalahan Jepang dalam perang tersebut.

[caption id="attachment_94574" align="alignright" width="150" caption="Pembangunan kembali"]

12993985372061652185
12993985372061652185
[/caption] Efek-efek yang timbul pada korban pasca pemboman diceritakan pada Bab 4. Usaha pemulihan dilakukan dimana-mana. Penyakit radiasi dialami oleh banyak korban. Para dokter mulai menemukan konsep dari penyakit radiasi dari penelitian atas gejala-gejala yang timbul dan menemukan cara penyembuhan yang tepat. Pembangunan-pembangunan dilakukan di Hiroshima. Jalan-jalan diperbaiki dan monumen-monumen sebagai kenangan akan peristiwa tersebut dibangun. Pemerintahan baru dibangun. Banyak orang yang sudah sembuh dari penyakit radiasi dipekerjakan. Kebencian terhadap Amerika tinggal di dalam benak rakyat Jepang pada masa itu, tapi bencana yang tidak akan pernah bisa mereka lupakan tersebut menumbuhkan rasa kesatuan diantara rakyat jepang yang berjuang kembali membangun kotanya Hiroshima dari nol.

Catatan yang pertama kali dimuat di The New Yorker pada Agustus 1946 ini sangat direkomendasikan untuk mereka yang berani mengetes rasa kemanusiaan dan hati nurani mereka. Untuk mereka yang percaya perperangan tidak akan pernah melahirkan kebahagiaan bagi siapa saja yang ada di dalamnya. Dan bagi mereka rakyat Indonesia yang rela ikut berduka bagi nyawa-nyawa yang dikorbankan atas nama perperangan.

ditulis oleh : Deirdre Tenawin

follow my twitter : @deirdretenawin

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun