Mohon tunggu...
De Ida
De Ida Mohon Tunggu... -

deida adalah seorang perempuan yang mencintai musik dan sedang asik membangun komunitas Serambi perempuan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Tidak Hanya Sebatas berkebaya ala Kartini

21 April 2012   03:25 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:20 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

21 april. Selebrasi kelahiran kartini masih cukup kental. Di setiap kota, para perempuan yang menganggap dirinya bagian dari ‘kartini modern”   sibuk  merayakan dengan  memakai kebaya, kain batik panjang, rambut di gulung. kegiatan kultural tersebut rupanya  menimbulkan rasa bangga bahwa  perempuan sekarang telah dianggap merdeka karena  telah berpendidikan,  tidak lagi di pingit dan dipaksa kawin seperti yang telah dialami oleh kartini di zaman nya. Sehingga selesailah segala yang dipersoalkan sebagai persoalan perempuan di bumi ini?

Sungguh Sangat disayangkan jika Pemahaman dan penghargaan atas kartini hanya sebatas pemujaan peninggalan busana putri suci masa lampau  atau hanya dipadang dalam sudut pandang perempuan yang ingin merdeka dari  kukungan ranah domestik. Padahal jika kita ingin menilisik lebih jauh siapa kartini, ada banyak hal yang bisa kita pelajari dari perempuan yang menolak dipanggil raden ajeng ini.

Kartini ditengah kekuasaan  feodal dan kolonial

“berada selama lamanya dengan rakyat bekerja untuk mereka” demikian kutipan kecil dari surat surat kartini sebagai titik tolak memahami kartini terhadap kecintaan dan semangat juang kartini yang begitu besar untuk rakyatnya. 

Dari balik penjara dinding tebal kekuasaan kabupaten, ayahnya  menduduki tempat tertinggi sebagai pusat kehidupan yang tidak terganggu oleh apapun ia menjadi dewa sesuai dengan tata hidup dengan nilai nilai feodal yang keras, ayah kartini yang berhak atas dirinya dari siapapun, tetapi belanda berhak atas ayahnya sebagai kaki tangan untuk memastikan penguasaan sumber penghidupan di tanah pribumi  sehingga kartini dikuasai oleh dua kekuasaan : feodalisme dan kolonialisme.

Dalam segala tekanan tersebut, kartini   tak henti henti  menyampaikan rasa penderitaan nya melalui tulisan dan juga surat nya kepada estella zeehandelar seorang  sahabat pena kartini di belanda. betapa sering ia memikirkan penderitaan rakyatnya yang harus menderita  karena  miskin akibat kehilangan lahan  karena harus diserahkan kepada kolonial belanda  bahkan juga  pribumi dipaksa bekerja seperti hewan untuk menghasilkan komoditi bagi kolonial, dan dibalik produktivitas itu ada sekian puluh ribu perempuan yang juga didatangkan dari jawa untuk melayani seksual para laki laki yang bekerja di perkebunan tersebut, tak terkecuali orang belanda.

Dizaman itu, anak anak perempuan di haruskan tetap di rumah, mereka tidak bersekolah, diam dirumah dan belajar bagaimana menjadi istri yang baik lalu menunggu pinangan dari siappun yang di ijinkan oleh ayahnya.

selain itu, tak banyak yang tahu bahwa kartini mempunyai  sejarah panjang membela kesenian rakyat yaitu ukiran  jepara serta cabang cabang seni rakyat lain nya, kartini melakukan tugas kampaye publikasi tentang jepara dengan seni ukir kayunya. Berikut kutipan tulisan nya

“ ada terjadi perusakan perusakan didalam industri seni ukir jakarta, karena putri putri amtenar tingggi pribumi terus menerus mendorong dorong para pengukir itu bekerja menurut model dan motif eropa.”

Kartini berjuang agar pola ukiran yang dipergunakan dengan menghidari sama sekali pengaruh dari eropa dan hasil usahanya tersebut telah  menghidupkan seni rakyat yang hampir punah, kartini telah  mengangkat derajat seniman, dan meningkatkan pendapatan ekonom para artis yang hidup dalam lumpur dan kesenian ukiran jepara terkenal sampai  ke tingkat internasional.

Belajar dari kartini

“Aku naik pitam jika mendengar orang mengatakan “Hindia yang miskin.” Orang mudah sekali lupa kalau “negeri kera yang miskin ini” telah mengisi penuh kantong kosong mereka dengan emas saat mereka pulang ke Patria setelah beberapa lama saja tinggal di sini,” demikian dikatakan Kartini sebagai bentuk perlawanan kartini terhdap penjajahan kolonialisme ketika Soeharto berkuasa, sosok Kartini telah diubah menjadi lebih ibuisme dan tunduk pada kodrat sebagai wanita. sehingga Tak banyak perempuan yang mengambil pelajaran dari sikap politik kartini tentang perlawanan  anti feodal dan kolonial. Bagi sebagian gerakan perempuan terutama kelas menengah keatas sosok kartini lebih diagungkan dalam konteks perjuangan emansipasi perempuan; kesetaraan antara laki laki dan perempuan di segala bidang. Maka bentuk bentuk kemenangan perempuan di wujudkan ketika sosok perempuan masa kini mampu menduduki posisi pimpinan dalam jabatan tertentu di perusahaan atau di partai politik kendati hal tersebut tidak memberikan perubahan nasib bagi perempuan. Bahkan gerakan emansipasi cenderung eksklusif, memisahkan diri dari persoalan rakyat. padahal tidak bisa di pungkiri,  kekuasaan besar feodal dan kolonial dizaman kartini hari ini terus berlangsung dalam bentuk baru yaitu penjajahan oleh  imperalisme yang di dominasi Amerika, propaganda feodal dan imperialisme yang patriarkis menyatakan bahwa perempuan adalah mahluk lemah hampir terjadi di seluruh aspek kehidupan perempuan. Propaganda ini berjalan beriringan dengan propaganda lain yang menyatakan bahwa perempuan bekerja hanya sebagai sampingan untuk membantu suami, dan dengan demikian berarti posisinya hanya sekunder. Padahal dalam kenyataannya, bahwa sekitar 60% dari para perempuan miskin ini menjadi tulang punggung utama yang menopang kehidupan ekonomi keluarga mereka. Propaganda-propaganda ini sebenarnya memiliki tujuan ekonomis bagi kepentingan akumulasi modal imperalisme

Kita dapat melihat bahwa mayoritas buruh dalam industri di Indonesia adalah kaum perempuan, di sini mereka dibayar murah, masih ada yang tidak diberikan haknya akan cuti haid dan melahirkan, selain banyak juga yang tidak mendapatkan tunjangan bagi keluarganya yang sebenarnya merupakan hak bagi buruh. Khususnya dengan pemberlakuan sistem buruh kontrak saat ini, yang disahkan oleh negara melalui UU Ketenagakerjaan No 13/2001, kian merugikan bagi perempuan buruh.

Selain itu sejarah kolonialisme didalam perkebunan belanda juga dipraktekan secara luas oleh imperalisme kemudian melahirkan  ketimpangan struktur penguasan sumber sumber agraria sehingga memecah belah keharmonisan kerja kolektif antara laki laki dan perempuan dalam produksi pertanian  dan  hilangnya hak kepemilikan perempuan atas tanah.

Oleh karena itu, belajar dari gagasan kartinidan dalam konteks kondisi perempuan hari ini,gerakan perempuan tidak akan maju jika hanya berpikir kepentingan sendiri, karena mengalami penghisapan oleh imperalisme dan feodalisme bukan hanya perempuan tapi seluruh rakyat indonesia, dan moment peringatan hari kartini ini menjadi semangat untuk meyatukan seluruh gerakan perempuan dari kalangan manapun: buruh, tani, kaum miskin kota untuk melawan bentuk bentuk penjajahan  imperalisme dan feodalisme Selamat hari kartini !

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun