Mohon tunggu...
Devy Freshia
Devy Freshia Mohon Tunggu... -

Concerned Citizen

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Harapan Seorang Pejalan Kaki

3 April 2015   20:15 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:34 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak orang beranggapan kalau jadi pejalan kaki di Indonesia itu sangat tidak enak. Banyak polusi, trotoar banyak yang rusak, dan bahkan masih banyak jalan yang memang tidak ada trotoarnya. Si pejalan kaki pun harus melipir-lipir di pinggir jalan, dengan rasa was-was sambil megangin tas erat-erat takut tiba-tiba ada copet naik motor lewat dan nyamber tasnya. Nah kalau untuk masalah polusi, sepertinya masih sulit ya mencari solusinya, berhubung kondisi angkutan umum saat ini belum nyaman, sebagian besar orang masih memilih memakai mobil pribadi. Semakin banyak kendaraan sama dengan semakin banyak polusi. Dan yang paling merasakan akibatnya adalah para pejalan kaki dan juga pengendara motor. Trotoar rusak, artinya butuh dana, tenaga, waktu, dan kerja sama pemerintah untuk memperbaikinya. Akan tetapi, ada satu aspek yang bisa dikendalikan oleh pejalan kaki sendiri tanpa membutuhkan dana, waktu, usaha, dan kerja sama pemerintah. Yang diperlukan cuma satu: niat. Aspek yang sangat sederhana itu adalah kebersihan.

Salah satu hal yang paling membuat saya malas berjalan kaki adalah adanya pengalaman hampir terkena lemparan ludah orang di jalan. Mungkin orang itu sedang sakit batuk pilek, tapi bukankah ada penjual tisu di toko sebelah dan bahkan di angkutan umum juga sering ada penjual tisu? Tahukah dia kalau ludah yang dia lontarkan bisa berakibat menularnya penyakit ke satu keluarga, satu kantor, bahkan satu kompleks? Tahukah dia bahwa orang lain sungguh tidak berminat melihat ludahnya? Bahkan saya pernah melihat ada orang yang membuang ludahnya di angkot! Mengapa oh mengapaaa..... Kalau yang membaca tulisan ini masih ada yang suka meludah di pinggir jalan (apalagi gerakannya mendadak dan lontarannya cukup jauh), percayalah bahwa satu ludah yang kamu tahan untuk dibuang di tisu atau di toilet akan sangat menambah kebahagiaan orang di sekitarmu.

Pemandangan lain yang mungkin sudah biasa tapi tetap tidak mengenakkan saat berjalan kaki adalah adanya sampah-sampah yang berserakan di pinggir jalan. Satu kali, saya bahkan pernah melihat seorang ibu di angkot yang membuang bungkus minumannya di lantai angkot tanpa keraguan. Aaakkhhh dalam hati sih ingin banget marah-marah sama ibu itu. Sebenarnya hal yang cukup simpel sih menyimpan sampah bungkus makanan di tas sampai menemukan tempat sampah. Tasnya nggak akan jamuran juga sih kalo di dalamnya ada sampah nggak sampai sehari penuh. Tempat sampah saat ini mungkin memang belum banyak tersedia di jalan, tapi ingat lho jalan raya itu milik umum, stasiun itu fasilitas umum, yang dana pembangunannya diambil dari pajak semua orang. Kalau ingin Indonesia lebih maju, lebih bermartabat, lebih maju di bidang pariwisata, kita bisa mulai dari hal yang sangat-sangat mudah: tidak meludah sembarangan dan membuang sampah pada tempatnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun