Para siswa diwajibkan membeli buku pegangan yang dijual di koperasi sekolah dengan harga yang jauh lebih mahal dari harga pasaran. Pelajaran Muatan Lokal tak luput dari praktek korup ini, di mana para siswa diwajibkan mengumpulkan uang dengan nominal tertentu untuk menyediakan makanan bagi para guru sebagai cara mendapatkan nilai ujian.
Di masa kini, pendidikan masih saja belum menemukan kesetaraan akses, beberapa praktek korup masih ada di dalamnya. Fasilitas di tiap-tiap sekolah negeri masih terdapat perbedaan yang signifikan. Apakah ini dapat disebut kemajuan, jika di pelosok negeri masih ada anak Indonesia yang putus sekolah karena tekanan ekonomi? Beberapa orang mungkin akan mengkritik saya karena melupakan program keluarga harapan, di mana anak-anak dari keluarga kurang mampu bisa bersekolah secara gratis tanpa dipungut biaya. Tetapi bagaimana dengan mereka dari ekonomi kelas menengah? Beban pendidikan dari subsidi anak-anak ekonomi kelas bawah, justru ditanggung oleh mereka melalui pengkategorian uang sekolah dan uang kuliah tunggal. Pada akhir, anak-anak dari masyarakat kelas menengah juga mengalami kesulitan dalam mengakses pendidikan tinggi karena pengkategorian yang tak masuk akal. Setiap kebijakan baru di dunia pendidikan justru menghasilkan masalah baru di bidang yang sama.
Jika Indonesia harus bolak-balik menghadapi masalah yang sama di dunia pendidikan. Kuba justru telah melakukan “cut” masalah tersebut di tahun 1960an. Mereka adalah negara miskin yang berani melakukan Reformasi di bidang pendidikan dan mempertahankannya ketika masalah ekonomi melanda negara mereka.
Negara kecil di kepulauan Karibia tersebut telah menunjukkan kemajuan yang luar biasa dalam bidang pendidikan. Banyak apresiasi yang diterima, termasuk dari Bank Dunia dan Unesco. Menurut Bank Dunia, sistem pendidikan di Kuba dianggap sebagai yang terbaik di Amerika Latin dan Karibia. Dalam Education Index, yang dirilis bersamaan dengan Human Development Index (HDI) oleh PBB, Kuba bahkan masuk dalam 50 besar.
Di bawah pemerintahan Fidel Castro, sejak tahun 1961 pemerintah mengeluarkan kebijakan “Tahun Pendidikan”.
Secara militan, guru-guru dikirim ke desa untuk mengentaskan buta aksara di antara rakyat Kuba. Secara perlahan tetapi pasti, Fidel Castro melakukan nasionalisasi terhadap sekolah-sekolah di Kuba. Beliau menggratiskan biaya pendidikan bagi rakyat Kuba. Tak ada pungutan apapun dalam kegiatan belajar mengajar. Perihal seragam sekolah, hingga buku-buku pelajaran digratiskan.
Sekolah ibarat udara yang dapat dihirup secara gratis selama masih hidup. Pemerintah Kuba juga memperhatikan gizi para pelajarnya, sebelum memulai pelajaran, siswa akan mendapatkan sarapan pagi di sekolah dan makan siang sebelum jam sekolah berakhir. Untuk memastikan mendapatkan pendidikan yang berkualitas, pemerintah Kuba memastikan tiap kelas hanya diisi maksimal 20 orang siswa.
Kurikulum pendidikan di Kuba juga mengutamakan pendidikan yang dekat dengan alam. Yang dimaksud adalah pendidikan harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, pelajaran bahasa Inggris bukan merupakan pelajaran wajib melainkan pilihan. Di Kuba, terdapat praktik “pengajar keliling” yang akan disiapkan untuk mengunjungi rumah siswa yang tidak dapat mengikuti kelas karena alasan kesehatan atau kecacatan.
Kesuksesan lainnya yakni, sejak tahun 1999, pemerintah Kuba telah mendirikan Sekolah Kedokteran Amerika Latin (ELAM), yang telah memberikan pendidikan kesehatan kepada lebih dari 24.000 siswa dari berbagai negara, termasuk Afrika, Amerika Latin, Asia, dan Oseania. Bahkan, siswa dari Amerika Serikat juga dapat menghadiri sekolah tersebut tanpa biaya pendidikan, yang ditanggung oleh pemerintah Kuba.
Dalam keadaan darurat sekalipun Kuba tidak akan memangkas dana pendidikan karena pemerintah Kuba paham bahwa pendidikan merupakan investasi jangka panjang. Pendidikan yang dapat diakses secara gratis akan memiliki dampak besar bagi negara.
Jika melihat kesuksesan Kuba dalam menyelenggarakan pendidikan, apakah Indonesia berani mengambil langkah yang sama seperti mereka untuk mewujudkan tujuan negara?