Mohon tunggu...
Defrida
Defrida Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis

Tulisanmu adalah bentuk semesta yang kau mimpikan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Ketahanan Pangan di Teras, Gudang Pangan Bisa Jadi Solusi

9 Juli 2024   09:51 Diperbarui: 12 Juli 2024   08:07 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ILUSTRASI Ketahanan Pangan | KOMPAS/SUPRIYANTO

Seperti biasa sebuah kebijakan kembali membuat saya sedikit bertafakur, perihal apa yang disebut dengan Food Security.

Ya, Ketahanan pangan atau food security merupakan ukuran kemampuan individu dalam mengakses pangan yang bergizi dan cukup jumlahnya. Beberapa definisi ketahanan pangan menetapkan bahwa pangan juga harus memenuhi preferensi pangan dan kebutuhan pangan individu untuk gaya hidup aktif dan sehat.  

Secara singkat ada 4 Pilar dari ketahanan pangan yakni, ketersediaan, akses, pemanfaatan dan stabilitas. 

Dalam perjalanannya ketahanan pangan ini sendiri memiliki permasalahan tersendiri. Masalah Food Security di Indonesia tidak hanya berasal dari masalah distribusi pangan saja tetapi juga kepastian hukum dalam melindungi distribusi pangan itu sendiri serta hak rakyat untuk mendapatkannya.

Belajar dari kejadian-kejadian sebelumnya bahwa dalam distribusi pangan, kita selalu menemukan kasus penimbunan bahan pokok seperti beras dan minyak goreng di beberapa daerah sebagai upaya menciptakan kelangkaan menaikkan guna mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya di daerah-daerah tertentu. Misalnya pada bulan Maret 2024, Polresta Balikpapan mengungkapkan kasus penimbunan beras sebesar 1,65 ton. 

Meski sudah ada Pasal 29 Ayat (1) Jo Pasal 107 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan dan/atau Pasal 53 Jo Pasal 133 Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, praktek seperti ini akan tetap berlanjut jika tidak dimasukan dalam kategori ancaman nasional. 

Setelah selesai memastikan ketiadaan penimbunan bahan pangan barulah kita beralih pada distribusi, sebab masalah distribusi menjadi tantangan tersendiri bagi kondisi Geografi Indonesia yang merupakan negara kepulauan. 

Alur distribusi yang panjang menjadi salah satu penyebab mahalnya harga bahan pokok (pangan), yang pada akhirnya berpengaruh pada daya beli masyarakat. 

Saya mengutip pernyataan mantan menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo pada harian online Republika di tahun 2023, beliau mengakui bahwa mahalnya harga beras disebabkan oleh tingginya biaya distribusi. 

Kemudian pernyataan Ketua Harian Inkoppas, Adrian Lame Muhar dalam siaran Pro 3 RRI bulan Februari 2024. Muhar mengatakan penyebab wilayah Indonesia Timur mengalami kenaikan harga beras Stabilisasi Pasokan Harga Pasar SPHP) Bulog dikarenakan biaya angkut yang begitu mahal. Perihal daya beli yang kurang, kemungkinan bergantung pada pendapatan masyarakat itu sendiri. 

Mungkin saya akan mengambil contoh kasus dari daerah saya, Kota Kupang. Di tahun 2024 UMK kota Kupang berkisar Rp.2.250.419,- dengan harga beras berdasarkan informasi PD pasar Kota Kupang di bulan April 2024 sebesar Rp.16.500/kg. 

Kemudian bandingkan dengan UMK Kabupaten Bogor yang berkisar Rp. 4.813.988,- dengan harga beras yang  berkisar Rp.12.640/kg. Mungkin dari data ini bisa kita ketahui alasan mengapa daya beli masyarakat kurang, yakni akibat kenaikan biaya angkut yang tinggi menyebabkan harga bahan pangan di pasar meningkat, kemudian harga bahan pangan yang meningkat tidak diimbangi dengan pendapatan masyarakat.

Solusi yang dapat saya ajukan berdasarkan data yang telah saya jabarkan adalah melalui pembuatan "Gudang Pangan" di 6 Titik Wilayah di Indonesia, yakni Pulau Sumatera, Pulau Jawa, Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi, Nusa Tenggara Timur, dan Papua. 

Gudang Pangan yang saya maksudkan bukan berupa gedung yang menyimpan bahan pangan saja, tetapi sebuah gagasan di mana keenam titik tersebut dapat memproduksi pangan sendiri untuk mencukupi kebutuhannya dan wilayah sekitar yang terdekat. 

Dalam perencanaanya saya menyarankan agar Negara dalam hal ini pemerintah melakukan kerjasama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat yang bergerak pada sektor pemberdayaan pangan dan lingkar komunitas lokal. 

Hal ini dikarenakan LSM memiliki data yang cukup sebagai acuan perencanaan dibandingkan data pemerintah daerah, mereka juga memiliki kemampuan dalam menganalisis kondisi masyarakat secara aktual. 

LSM yang bergerak di bidang pemberdayaan pangan juga memiliki kemampuan promosi dan kampanye pangan lokal, yang mungkin dapat menjadi alternatif pemberdayaan pangan lokal agar masyarakat dapat terlepas dari ketergantungan satu jenis komoditi pangan saja seperti menggalakan kembali konsumsi sorgum, jagung, singkong, dan sagu. 

Demi kepentingan rakyat, saya kira negara harus melepaskan sekat antara Negara dan LSM, kita harus mengakui bahwa LSM merupakan suatu organisasi yang terbentuk dari keresahan masyarakat ketika ada bagian-bagian terpenting dari mereka yang belum ditangani oleh negara secara maksimal. 

LSM sendiri juga membutuhkan peran atau dukungan negara untuk memaksimalkan kinerja mereka dalam memberdayakan masyarakat. Namun kembali lagi, apabila alasan yang menghambat Food Security adalah keterbatasan anggaran, maka ide yang telah disampaikan tidak berlaku. 

Hanya saja, sebagai akhir saya sedikit terinspirasi dengan Filsafat Zeno, yang melihat hidup harus selaras dengan alam, yang mana menurut saya perencanaan Pangan yang kita lakukan seharusnya tidak bertujuan untuk mengakali karakteristik alam tetapi mengikuti (menyelaraskan) karakteristik alam atau geografi Negara Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun