Mohon tunggu...
de frag
de frag Mohon Tunggu... -

de

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Para Pekerja dan Buruh Telah Dibohongi Mengenai Keadaan Mereka Sendiri

2 Mei 2012   08:21 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:50 347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengkhianatan Serikat Buruh-isme
Serikat Buruh-isme adalah menyerah pada kekacungan. Serikat-serikat Buruh tidak mempertanyakan mengapa kita harus menjadi budaknya upah, namun tujuan utama perjuangan mereka adalah demi meningkatkan upah para pekerja. Serikat Buruh tidak akan pernah menyelesaikan masalah pengangguran, karena mereka telah pasrah menerima tegaknya sistem perbankan yang telah mengutuk mereka jadi pekerja yang tidak akan pernah bisa berswausaha.

Jadi, bukannya berjuang demi khalayak kelas pekerja, Serikat Buruh-isme malah menjamin bahwa akan selalu tersedia khalayak kelas pekerja.

Terpujilah Serikat-serikat Buruh, berkat perjuangan mereka kini orang-orang tidak lagi bekerja 12 jam sehari demi upah yang memprihatinkan (setidaknya begitulah nampaknya), walaupun yang sebenarnya dicapai oleh Serikat Buruh hanyalah kacung yang sedikit lebih ceria. Dengan melakukan itu, Serikat Buruh mencegah agar pokok masalah sebenarnya tidak digugat. Serikat Buruh-isme adalah pemberontakan para budak melawan para Majikan, seraya mengakui bahwa mereka tidak bisa menjadi Majikan. Andaikan pilihan semata wayang hanyalah pengangguran, tentu saja mempunyai pekerjaan menjadi penting. Namun hal ini tidak akan membuat semua orang ceria selamanya.

Serikat Buruh-isme sama dengan Marxisme, tidak mengecam riba. Mereka mengabaikan kata ini. Berkat mereka sistem perbankan jadi lestari.

Untuk menghilangkan sifat penghambaan kita pada dialektika menjadi pekerja atau menjadi penganggur, kita harus membasmi riba, artinya sistem perbankan harus dihapuskan. Selama kita masih bersama sistem perbankan, kita tak akan bisa mengelak dari kenyataan bahwa kita bekerja untuk orang lain, dan orang lain itu adalah: para bankir yang memiliki segalanya. Para bankir itu siap untuk menghukum para kacungnya dengan ancaman kehilangan pekerjaan dan hidup bergantung pada belas kasih negara. Ketakutan psikologis ini menyapu bersih kesempatan untuk berfikir bebas. Akhirnya yang ada adalah para kacung yang jauh lebih picik dibanding para majikannya. Mereka telah membuat khalayak takut pada perubahan sekecil apapun, karena takut kehilangan sesuap nasi yang telah dijanjikan. Kita dicekoki bahwa inilah yang "praktis" itu. Walhasil, tak heran jika kita lihat betapa gigihnya para kacung membela sistem perbankan, walaupun mereka adalah salah seorang dari 90.000 warga (di Inggris) yang setiap tahun harus kehilangan rumahnya, gara-gara tidak bisa membayar jahatnya bunga cicilan. Perbankan sudah menjadi "agama" yang ortodoks, bahkan sudah menjadi sebuah tabu (pemali). Untung saja masih ada orang-orang yang tidak percaya pada "agama" ini dan ingin berbuat sesuatu untuk mengatasinya.

Lantas, bagaimana caranya kita mencampakkan sistem perbankan?
Pertama, mari kita pahami dahulu bagaimana cara kerja bunga bank. Bank-bank itu berfungsi seolah penyebar ulang uang yang berasal dari simpanan kita. Mereka mendapatkan uang dari kita semua, lalu meminjamkannya pada orang lain. Mereka tidak meminjamkan uang tersebut kepada sesiapa yang paling jujur, atau kepada proyek usaha mana yang paling bermanfaat bagi masyarakat. Mereka tak peduli hal itu. Bank-bank hanya akan meminjamkan uang kepada sesiapa yang memiliki agunan yang memadai, tak peduli apapun tujuan usahanya. Boleh jadi usaha itu sangat bejat, namun asalkan anda punya agunan maka anda akan mendapatkan pinjaman. Sebaliknya, walau seseorang memiliki proyek yang sangat menjanjikan, bisa jadi tidak akan dapat pinjaman karena dia tidak mempunyai agunan yang memadai. Jelas ini bukanlah sistem terbaik bagi masyarakat. Sistem terbaik dan teradil bagi masyarakat adalah, jika sistem itu bisa menjamin bahwa modal milik masyarakat akan ditanamkan pada proyek-proyek terbaik, terlepas dari apakah si pengusaha itu kaya atau tidak. Dikatakan pada para pekerja: Kamu tidak boleh mengelola bisnis-bisnis besar, karena terus terang saja siapa sih kamu? Kamu tidak punya uang. Kamu hanya boleh bekerja demi upah. Maka tak heran jika berduyun-duyun pekerja lebih sungguh-sungguh membina hubungan suci mereka dengan bank, ketimbang hubungan mereka dengan agamanya, bahkan biasanya banklah yang menjadi keyakinan pegangan mereka. Adapun sistem adil yang disebutkan barusan, hanya bisa dicapai dengan penggunaan tertib kontrak gaya baru, yaitu kontrak-kontrak yang mengaitkan keuntungan bagi hasil investasi kepada kegiatan usaha itu sendiri, dan bukan kepada bunga.

Ketika bank-bank belum berdiri, kontrak-kontrak yang berlaku dalam perdagangan adalah kontrak-kontrak dari commenda dan perkongsian.

Commenda adalah kontrak peminjaman uang untuk usaha, dengan demikian akan ada untung atau rugi. Cara ini bertentangan dengan kontrak ribawi, di mana bank meminjamkan uang tanpa peduli kemungkinan kerugian usaha, bank hanya mau untungnya. Dalam kontrak ribawi, anda tidak menanam modal demi kepentingan usaha, melainkan demi keuntungan dari kontraknya saja. Bunga atas pinjaman sama dengan menyewakan uang, walaupun pada uang tidak ada "benda" yang bisa disewa. Bunga adalah mengeduk untung tanpa memberi manfaat apapun.

Bentuk kontrak lainnya adalah perkongsian. Inti sari perkongsian adalah pengalihan tanggung jawab atas barang/jasa kepada orang lain, dan orang lain pun melakukan hal yang sama kepada anda. Dalam pengalihan barang/jasa dari orang ke orang ini, kita akan menemukan dasar-dasar dalil yang revolusioner: membangun usaha tanpa perlu modal keuangan, artinya melakukan usaha tanpa harus memiliki modal atau memiliki usahanya. Ini adalah sesuatu yang tidak terpikirkan oleh manusia modern. Menakjubkan ! Dahulu usaha-usaha biasa berlangsung tanpa bergantung pada modal. Perkara ini tidak ada kaitannya dengan sistem Bursa Saham yang busuk itu, melainkan berkaitan dengan pembentukan guilds sebagai badan-badan pemdoal mandiri non formal, yang kini sudah dipunahkan oleh bank-bank. Kabar barunya adalah bahwa untuk menjadi pengusaha, anda tidak perlu jadi pemilik barang/jasa. Anda tidak memerlukan bank, yang anda perlukan adalah orang. Ini kabar buruk bagi bank-bank. Sistem sedemikian dapat berfungsi bila di antara kita ada sifat saling percaya. Dan sifat inilah yang menyebabkan kita dapat mandiri, hingga tak perlu bekerja demi upah. Sifat ini pula yang menjadi syarat hidupnya sistem commenda dan perkongsian. Dan semua ini adalah dasar-dasar bagi tegaknya pembaharuan dunia.

Bagaimanakah cara bank-bank menghapus sistem kontrak commenda, dan menggantinya dengan pinjaman berbunga? Dan bagaimana pula pernankan dapat membalik orang-orang yang bersyarikat dalam perkongsian menjadi orang-orang pengais upah?

Bank-bank menciptakan barang baru. Mereka ciptakan sistem uang kertas. Bahkan sistem uang kertas adalah perbankan itu sendiri. Pada awalnya, kekuatan sistem ini cukup menakjubkan. Bank-bank dapat menarik 1000 pound uang emas dan kemudian meminjamkan 20 kali lipatnya, yaitu 20.000 pound dalam bentuk kertas, artinya menciptakan kredit dari nihil dengan cara menipu. Pada masa itu, bank-bank (yang semuanya dikuasai oleh para Yahudi) diundang ke mana-mana di Eropa, karena mereka bisa mendatangkan uang dari nihil. Pada awalnya masyarakat terpesona, sebab mendadak di kota ada perputaran uang yang belum pernah mereka alami sebelumnya. Usaha-usaha baru pun bermunculan di mana-mana. Bahkan bank menawarkan kertas-kertas yang bertuliskan angka-angka yang bernilai lebih tinggi dari emas yang hendak ditukarkan. 10 pound kertas diobral untuk ditukar 5 pound emas. Tak seorangpun bisa tahan godaan ini. Namun masalahnya, uang kertas itu bagaikan candu, efek pertamanya hebat lalu anda akan kecanduan. Dan beberapa tahun kemudian, ketika badai telah berlalu, baru khalayak sadar bahwa kini semua uang emas telah dikuasai oleh segelintir orang baru, sedangkan khalayak sisanya tidak lagi punya uang emas. Dan ketika khalayak menyerbu bank untuk menukarkan kembali lembaran-lembaran kertas itu dengan emas, diumumkanlah bahwa nilai uang kertas telah anjlok, bahwa mereka hanya bisa memperoleh emas senilai 1/100 dari nilai tertulis di kertas, atau pilih untuk terus memakai kertas-kertas itu. Khalayak telah ditipu. Kini, atas nama peradaban, proses yang sama pun sedang berlangsung di Nigeria utara. Mari kita tegaskan: Inflasi yang diakibatkan oleh pemaksaan satu alat tukar (yang dikendalikan oleh bank) adalah perampokan . Dan tidak mengijinkan khalayak untuk memilih alat tukarnya sendiri adalah penipuan .

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun