Bukannya masuk ke kawasan pantai seperti sebagian besar teman-teman yang lain, kami bergerak menjauh ke arah sebaliknya. Sebanyak tujuh orang berjalan berbaris dan beriringan sembari menukar mode wisatawan menjadi mode mahasiswa dan mahasiswi pariwisata. Tak dapat dipungkiri setelah berstatus sebagai mahasiswi pariwisata beberapa tahun belakangan mengubah cara pandangku terhadap destinasi-destinasi wisata. Yang awalnya hanya berwisata layaknya wisatawan pada umumnya menjadi lebih memperhatikan secara detail dan mempertanyakan banyak hal. Beberapa temanku pun mengaku turut merasakannya.
Pada dasarnya, tugas yang sedang kami lakukan ini sebatas observasi terhadap public space di kawasan Pantai Kuta dan sekitarnya. Observasi tersebut yang menuntut kami untuk mencatat poin-poin penting serta mendokumentasikan kondisi yang ada. Selanjutnya, kami diminta mengomentari dan menyusun saran pengembangan berlandaskan observasi yang telah kami lakukan.
Sebagai sekelompok orang yang baru pertama kali menginjakkan kaki di wilayah ini, kami memilih jalan secara acak. Ketika menemui persimpangan, kami berdiskusi sebentar untuk memutuskan ke arah mana kami melanjutkan perjalanan. Tak lupa, kami menyempatkan untuk memasuki beberapa gang di antara lapak-lapak yang berjajar apik. Pada salah satu gang, kami menjumpai restoran bergaya unik dengan aksen kayu dan bambu. Pada gang lainnya, kami dihadapkan oleh situasi dan kondisi yang drastis berbeda dengan sebelumnya, yakni pemukiman masyarakat yang biasa dijumpai di Pulau Jawa tanpa ornamen-ornamen khas Bali. Lantas menyadarkan kami bahwa kawasan wisata mana pun pasti memiliki area-area tertentu yang tidak diperuntukkan kepada wisatawan. Ketika kami menelusurinya lebih dalam ternyata gang tersebut buntu sehingga mau tidak mau kami berbalik ke arah semula.
Di sepanjang perjalanan, sebagian dari kami memperhatikan sekitar sembari mengomentari public space dan jalur pedestrian. Sedangkan, sebagian lain sibuk mendokumentasikan hal-hal yang dirasa perlu dikomentari. Sejauh ini, kondisi public space dan jalur pedestrian yang kami lalui dirasa kurang nyaman. Jalur yang tergolong sempit akibat tidak adanya jarak antara lapak-lapak pedagang dengan trotoar mengharuskan kami berbaris satu per satu dan berhenti ketika berpapasan dengan orang lain. Selain itu, keberadaan pepohonan yang terbilang jarang memperparah panasnya sang mentari sekalipun kami mengenakan payung dan penutup kepala.
Ketidaknyamanan kami bertambah ketika lima dari tujuh anggota kelompok kami yang merupakan perempuan memperoleh beberapa kali catcalling dari para lelaki yang tengah bersantai di sepanjang jalur pedestrian. Bahkan, mereka menggunakan bahasa Jawa setelah melihat perawakan dan penampilan kami. Hal ini berbeda dengan wisatawan mancanegara yang mereka perlakukan sebagai target pasar. Dengan ramahnya mereka berupaya untuk menawarkan barang-barang dagangannya sebagai buah tangan.
Setelah terus-menerus menggerakkan langkah kaki, sampailah pada lokasi pertama yang sengaja kami datangi, yakni Tugu Peringatan Kemanusiaan Bom Bali atau Ground Zero Monument. Tugu peringatan ini cukup mencolok dengan gunungan putih beraksen Bali yang menjulang tinggi. Tak lupa, kolam air mancur yang berwarna senada. Seketika bulu romaku berdiri saat diriku berjalan mendekat hingga berhasil membaca daftar nama para korban dari insiden kala itu. Meskipun telah lebih dari 20 tahun berlalu, perasaan berduka tentunya senantiasa membekas. Merasakan panas yang kian menyengat dan lelah yang mulai mendominasi, kami pun bergegas melanjutkan langkah.
Sepertinya, Dewi Fortuna sedang berpihak kepada kami. Berbeda dengan kondisi jalur pedestrian sebelumnya, jalur pedestrian ini telah dilengkapi dengan pergola berbahan besi yang ditumbuhi oleh tanaman hias rambat di atasnya. Suasana rindang dan sejuk pun dapat kami rasakan. Terlebih lagi, hijaunya tanaman turut menyegarkan pemandangan yang memburam selepas menghalau silaunya terik matahari.
"Selamat datang di Indonesia TIC! Ada yang bisa kami bantu?"
Tebakan kalian benar. Indonesia TIC atau Indonesia Tourism Information Centre menjadi spot kedua sekaligus terakhir kami dalam rangkaian perjalanan kali ini. Bukanlah suatu yang menakjubkan, tetapi kunjungan ini adalah yang pertama kali bagiku. Berbeda dengan TIC yang berada di kota ataupun provinsi lainnya, Indonesia TIC yang berlokasi di Kuta, Badung, Bali ini merupakan pusat informasi potensi dan atraksi wisata yang tidak terbatas pada daerah Bali saja, tetapi juga dari setiap daerah di Indonesia. Berdasarkan penjelasan dari petugas yang sedang berjaga, di awal pendirian Gedung ITIC ini menyediakan petugas perwakilan yang dikirimkan dari masing-masing provinsi di Indonesia untuk menjelaskan sekaligus menawarkan potensi dan atraksi wisata dari daerah masing-masing. Namun, semenjak pandemi melanda petugas perwakilan ditiadakan hingga kini.