Mohon tunggu...
Defitri Dwi Nugraheni
Defitri Dwi Nugraheni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Belajar untuk Menulis!

Selanjutnya

Tutup

Trip

Menelisik Rumah Pesik, Rumahnya Para Antik

9 Oktober 2024   14:56 Diperbarui: 9 Oktober 2024   15:38 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Pertama (Dokumentasi Pribadi)

Seseorang pernah berkata, "Tempat-tempat yang indah tidak dapat ditemukan tanpa tersesat." Sejujurnya aku tak percaya hingga langkah kaki membawaku menemukan tempat ini.

Di bawah sinar mentari yang kian terik, aku berjalan perlahan menyusuri gang-gang sempit Kotagede. Beberapa kali perjalananku harus terhenti ketika berpapasan dengan pengguna motor dan sepeda. Meski energiku kian terkuras, perjalanan ini masih terasa menyenangkan. Terlihat rumah-rumah warga dengan arsitektur yang beragam hingga mural warna-warni dengan eloknya tergambar di sepanjang sisi jalan. Namun, kebingungan hinggap di benakku ketika hendak mencari jalan kembali. Ternyata tiga kali kunjunganku sebelumnya tetap membuatku merasa buta akan arah. Dengan mengandalkan feeling, aku pun terus berjalan secara acak memilih jalan hingga samar-samar mendengar bunyi lalu lalang kendaraan yang menandakan pintu keluar labirin sudah dekat. Benar saja, ujung jalan mulai terlihat dari sini. Secara tiba-tiba atensiku teralihkan oleh tembok tinggi bercat hijau. "Masjid kah?" pikirku. Pikiranku terbantahkan ketika aku mulai memfokuskan pandangan dan menemukan relief batu seperti pada candi dalam bentuk kotak bergambar patung hindu buddha. Melanjutkan langkah, aku melihat sekotak papan kayu bertuliskan "R. Pesik" yang ditempelkan di atas pintu yang tertutup. Disusul dengan pintu terbuka yang kuyakini sebagai pintu masuk. Sekilas bayanganku akan surga tampak dari pintu itu dan seakan menarikku masuk untuk melihatnya dari dekat.

Teriknya matahari di saat pagi menjelang siang ini seakan sirna tepat aku melangkah masuk karena keberadaan tanaman rambat yang memayungi. Sejauh mata memandang belum kutemukan seseorang melainkan patung-patung pasukan kerajaan Yunani dengan gagahnya berdiri di kanan-kiri seolah menyambut kedatanganku. Beberapa bangunan dengan arsitektur yang unik terlihat begitu rapat. "Arsitekturnya mirip sama Angkor Wat, ya?" batinku ketika melihat salah satu bangunan yang menarik perhatianku. Aku pun beranjak ke arah kolam lengkap dengan air mancur hingga menemukan meja resepsionis. 

"Selamat datang di Rumah Pesik, ada yang bisa saya bantu?" sambut seorang wanita di balik meja. Beliau melanjutkan penjelasannya mengenai bangunan yang bernama Rumah Pesik ini bahwa menawarkan mini museum, hotel, dan cafe. Aku pun langsung tertarik dengan mini museum. Membayangkan akan seindah apa di dalam jika di bagian outdoor sana sudah begitu menarik. Dengan membayar Rp25.000, aku pun dipandu untuk menuju museum. Mini museum itu ternyata bangunan yang sempat kubicarakan karena memiliki aksen layaknya di kuil-kuil Thailand. 

"Ceklek", gembok berhasil dibuka oleh seorang wanita di meja resepsionis tadi yang juga akan menjadi pemandu dalam tour mini museum kali ini. Beliau menjelaskan bahwa museum ini dijaga ketat dan dibuka ketika ada pengunjung saja. Bahkan, sebelumnya aku diminta untuk menitipkan barang bawaan kami dan tidak diperbolehkan membawa kamera profesional. Aturan ini dibuat dengan semenjak terjadinya pencurian koleksi museum ini beberapa kali. Tour mini museum ini dibuka dengan penjelasan umum mengenai mini museum sebagai bangunan pertama cikal bakal berdirinya Rumah Pesik ini. Mini museum ini merupakan bangunan cagar budaya yang telah berdiri lebih dari 100 tahun yang lalu. Pemiliknya merupakan Bapak Rudy J. Pesik seorang pengusaha di bidang ekspedisi. Dulunya bangunan ini bernama Rumah Kalang dimiliki oleh sepasang suami istri Suku Kalang dan Eropa hingga pada akhirnya mengalami musibah yang mengharuskan rumah ini dijual. Suami merupakan teman baik Pak Rudy ketika berkuliah di Belanda sehingga rumah ini dipercayakan kepadanya. Di tangan Pak Rudy bersama pemahat handal Rumah Pesik ini disulap menjadi tempat penyimpanan koleksi barang-barang antik milik Pak Rudy. Barang-barang tersebut diperolehnya dari berbagai belahan dunia.

Remang-remang terlihat ketika pintu dibuka lebar. Sesaat lampu dinyalakan aku langsung membelalakkan mata indahnya sinar yang dipancarkan dari tiga lampu kristal berukuran sedang ke arah puluhan koleksi patung kayu di kanan kiri aku berdiri. Di dinding pun banyak lukisan yang bermacam-macam. Saking banyaknya sampai aku kehilangan fokus. Pemandu mulai menyampaikan interpretasi terkait koleksi di sana. Ditunjukkan pula lukisan sang pemilik yang berada di sisi kiri ruangan. Secara perlahan aku mengamati satu demi satu sembari mendengarkan penjelasan. Pemandu menerangkan peletakkan koleksi museum ini cenderung acak menyesuaikam keinginin sang pemilik. Di dominasin oleh patung kayu dengan alasan untuk menghargai kayu sebagai bahan dari barang antik itu terbuat.

Kami melanjutkan perjalanan ke ruang selanjutnya cukup terang karena sebagian atapnya dilengkapi dengan kaca. Aku perlu menaiki dua tangga untuk menuju ruangn tersebut. Terlihat meja panjang lengkap dengan kursi. Di samping kanan kirinya terdapat almari-almari kayu berjejer dengan penuh barang-barang antik, seperti teko, gelas, ada pula yang berisi album-album foto pribadi keluarga besar pemilik. Ada burung cendrawasih yang di awetkan. Di ruangan ini banyak sekali keris di paling atas terdapat rak khusus yang mengelilingi ruangan. Ternyata keris merupakan barang antik favorit sang pemilik. Menurut penjelasan sang pemandu, koleksi antik ini masih terus bertambah. Beberapa barang masij berada di Jakarta, tempat kediaman pemilik saat ini. Bahkan, hingga saat ini Bapak Rudy masih cukup sering ditawari barang antik. Koleksi di museum ini pun tidak akan dijual.

Beranjak ke ruangan ketiga di bagian belakang. Dulunya ini berfungsi sebagai loby utama, tetapi diubah. Ternyata di balik ruangan ini inilah aku melihat tulisan R. Pesik di atas pintu. Koleksi keris pun masih banyak dipajang pada dinding atas dan aku pun baru menyadari kalau rak keris ada di hampir setiap ruangan museum ini. Di ruangan ini ada patung kayu yang dipahat sendiri oleh Bapak Rudy berwujud perempuan Bali lengkap dengan versi lukisan yang diletakkan di ruangan selanjutnya. Ubin bermotif kotak-kotak hitam putih pun menambah kesan vintage dari ruangan ini.

Kembali ke arah ruangan pertama, aku di arahkan untuk masuk ke sebuah pintu. Terdapat patung emas buddha 4 dimensi terlihat wajahnya seolah mengikuti pergerakan kita. Namun, jumlah karatnya dirahasiakan. Di bawahnya terdapat patung yang terbuat dari baru akik hijau ketika disorot lampu senter akan memancarkan sinar kehijauanan. Terdapat pula patung-patung berukuran kecil hindu dan buddha yang sengaja dikelompokkan sebagian besar terbuat dari batu. Pada ruangan ini pula, kita dapat melihat versi lukisan dari patung kayu karya Bapak Rudy sebelumnya.

Memasuki ruang selanjutnya yang berada di seberang ruangan sebelumnya. Ruangan ini berisi koleksi yang diperoleh sang pemilik dari Thailand. Sang pemilik ternyata memiliki hubungan yang cukup erat dengan Thailand mengingat istrinya memiliki darah Thailand sehingga membuatnya sering mengunjungi negara itu. Terdapat pula foto raja-raja Thailand yang dipajang secara berjejer di bagian tengah ruangan.  Pilar-pilar penyangga dengan ukiran khas Thailand juga disimpan di ruangan ini. Yang menarik adalah keberadaan tandu yang diperoleh dari Pakubuwana X juga disimpan pada ruangan ini. Tandu tersebut biasa digunakan untuk sepadang pengantin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun