Mohon tunggu...
Defi Dilalatul Haq
Defi Dilalatul Haq Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga - 20107030046

Saya Defi Dilalatul Haq, Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga - 20107030046. Akun kompasiana ini saya buat sebagai pendukung dalam perkuliahan mata kuliah jurnalistik, selain itu juga saya gunakan kompasiana ini sebagai sarana mengembangkan kreatifitas dan melatih skill menulis saya. Mohon bantuannya teman-teman✨

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Ketika Kamu Telanjur Menjadi Generasi Sandwich

25 Juni 2021   09:17 Diperbarui: 25 Juni 2021   09:29 511
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sandwich Generation. Sumber: istockphoto.com

Orang tua menjadi pihak pertama yang selalu siap membantu anak-anaknya kapan pun dan di mana pun. Tapi, bagaimana jika keadaannya sekarang dibalik?

Apa yang akan kita lakukan saat orang tua membutuhkan uluran tangan dari anak-anaknya dalam hal keuangan. Sedangkan kita dan saudara-saudara kita sekarang sudah memiliki tanggungan lain, yaitu keluarga sendiri?

Sama seperti roti Sandwich yang berlapis-lapis, kita sedang berada di lapisan paling tengah. Sehingga kita harus menyokong lapisan atas dan lapisan bawah sekaligus. Di satu sisi, kita ingin membantu orang tua atau saudara, namun di sisi lain, ada kebutuhan keluarga (anak dan pasangan) yang harus dipenuhi. Kondisi inilah yang dinamakan sandwich generation, istilah yang kian ramai diperbincangkan dan selalu menjadi topik yang menarik untuk dibahas.

Jadi sebenarnya apa sih Sandwich Generation itu? Lalu, apa yang harus dilakukan? Apakah kita harus terus menjadi "Generasi Sandwich?" Yuk simak penjelasan lengkapnya!

Seorang tokoh bernama Dorothy A. Miller, seorang profesor dari University of Kentucky  menemukan di tahun 1981 istilah Sandwich Generation, dalam tulisannya yang berjudul The Sandwich Generation: Adult Children of the Aging. Sebuah generasi yang terhimpit pada saat mereka sudah berkeluarga atau belum berkeluarga, tetapi perlu atau harus memikirkan keluarga yang lain baik secara emosional dan finansial. Generasi sandwich terjadi akibat ketidaksiapan anggota keluarga untuk memenuhi kebutuhan hidup yang didorong oleh faktor ketidaksiapan secara ekonomi.

Ketika itu Sandwich Generation dipopulerkan untuk para wanita usia 30-40an yang terhimpit beban karena harus mengurus anak sekaligus orang tua atau saudaranya dalam waktu bersamaan. Sehingga menyebabkan generasi ini terpaksa untuk menunda kehamilan. Seiring perjalanan waktu, Sandwich Generation ini tak hanya dialami oleh wanita saja, tapi juga dirasakan oleh pria yang memiliki kondisi serupa. Bahkan tak hanya mengurus tapi juga harus mendukung finansial secara penuh untuk generasi di atas dan bawahnya.

Terjebak dalam generasi sandwich memang tidak mudah, karena akan ada banyak sekali hal yang perlu diurus dan dipikirkan, serta rentan mengalami banyak tekanan. Tak hanya dituntut dalam segi finansial saja, tetapi fisik, waktu, pemikiran, hingga psikologis pun turut dipertaruhkan.

Dilansir dari Finansialku, study Canada mengungkapkan bahwa 30% generasi ini mengambil lebih sedikit liburan, 43% mengurangi makan di luar, 36% terus mengambil tabungan masa mudanya, dan 37% bekerja dengan waktu yang lebih panjang.

Kondisi ini ternyata sangat rentan terhadap kondisi psikologis seperti depresi, cemas, dan mudah stres. Terganggunya pekerjaan, rumah tangga, dan pergaulan yang dialami generasi sandwich memicu mereka dalam mengalami tekanan mental.

Mengapa para generasi sandwich ini menjadi lebih rentan terhadap kondisi kesehatan mental?

Sebagai seorang caregiver yang memiliki beban antara keluarga dan juga orang tua, ada beberapa dimensi yakni yang pertama adalah emotional burden. Secara emosi mereka harus memikirkan orang tuanya, tetapi juga harus memikirkan masalah di dalam keluarga kecil mereka. Dan ini yang membuat sandwich generation semakin sulit memilih mana yang harus mereka dahulukan.

Yang kedua adalah time dependence burden, atau kesulitan dalam mengatur waktu yang biasanya menjadi ketergantungan untuk para generasi sandwich ini. Selain kesulitan mengatur waktu bagi dirinya sendiri, terkadang mereka juga harus memilih antara anak dulu atau orang tua dulu.

Yang ketiga adalah develope mental burden, pada saat mereka terbebani oleh beban antara keluarga dan juga anak mereka, terkadang akan memunculkan emosi tertentu seperti mereka tidak bisa mengembangkan diri di luar, dan develope mental task yang membuat mereka merasa gagal banget atau depresi dengan rasa bersalah berlebihan

Yang keempat adalah physical burden, tentu mereka merasa lebih lelah dan tanpa disadari waktu istirahat pun berkurang.

Yang kelima adalah social burden, mereka kehilangan waktu untuk bersosialisasi dengan teman sebaya, dan ini yang membuat mereka merasa mempunyai konflik yang tidak ada habisnya.

Kemudian yang keenam adalah financial burden. Terkadang mereka bingung menentukan porsi yang harus diberikan untuk membiayai orang tua. Selain itu, mereka dituntut untuk bekerja lebih keras demi bertambahnya pendapatan. Bahkan parahnya, jika sampai pengeluaran besar dan cashflow minus, peluang terjebak utang pun bisa lebih besar. Sehingga kalau sudah begini, untuk mengumpulkan dana darurat pun sulit.

Ini dia tips untuk kamu yang terlanjur terjepit Sandwich Generation

1. Berdamai dengan diri sendiri

Kita tidak bisa mengelak, bisa jadi apa yang kita peroleh sekarang adalah bagian dari doa orang-orang yang kita perjuangkan setiap harinya. Dan bisa jadi jalan rezeki orang banyak di rumah itu melalui rezeki kita. Menerima ini bukan bagian dari proses kita berpasrah dan berhenti berusaha, akan tetapi menerima menjadi bagian mutlak yang kita pilih sebagai satu dinamika dalam kehidupan kita. Serta jangan lupa sediakan waktu untuk self-care, untuk mengurangi stres.

2. Membuat batasan dan prioritas

Di dalam boundaries ini kita harus punya manajemen waktu yang bagus. Dan tentunya kuncinya adalah perencanaan keuangan yang baik. Buat rincian dana dan atur prioritas utama, jangan sampai kita membantu keluarga kita namun anak kita malah jadi susah. Serta realistis, tahu kapan waktunya bilang "belum dulu, ya".

3. Perbaiki cara komunikasi dan berdiskusilah

"Kok buat orang tua mulu, sih! Kebutuhan kita kan juga banyak."

Jangan ikut ngegas ya, kalau pasangan kamu berkomentar tentang support finansialmu untuk orang tua. Maka inilah waktu yang tepat untuk berkomunikasi dengan pasangan secara baik-baik. Jelaskan bagaimana kondisi finansial orang tuamu. Berdiskusilah dan tetap mencari solusi agar keharmonisan keluarga tetap terjaga. Dengan begitu kamu dan pasangan bisa saling support dan tak merasa terbebani dengan kondisi yang ada.

Selain itu,  kamu bisa mengkomunikasikan kepada orang tua soal berapa besar bantuan dari segi keuangan yang bisa diberikan setiap bulan. Bicara juga pada orang tua apa saja tujuan-tujuan yang ingin kamu capai untuk ke depannya, dan butuh berapa dana yang harus kamu tabung setiap bulannya. Supaya mereka bisa ikut mendukung, berempati, dan memaklumi apa yang sedang kita rasakan.

4. Mengurus Asuransi

"Nak, nanti antar ibu kontrol ke rumah sakit, ya"

Semakin menua, kondisi kesehatan orang tua pun turut menurun. Untuk itu siapkanlah asuransi kesehatan untuk seluruh anggota keluarga, khususnya orang tuamu. Bila perlu masukan budget untuk orang tua dalam pos biaya hidup, mengingat kebutuhan orang tua masih harus ditanggung sepenuhnya.

5. Sisihkan dana darurat

"Aduh, mau berangkat kerja, mobil malah mogok!"

Siapa sih yang mengetahui hal buruk apa yang terjadi di kemudian hari? Untuk itu, mulailah menyisihkan dana darurat. Seberapa idealnya dana darurat bagi sandwich generation yaitu setidaknya 12x pengeluaran bulanan. Hal ini dikarenakan banyaknya anggota keluarga yang masih ditanggung biaya hidupnya.

6. Siapkan dana pensiun sejak dini

Mulailah memilah dana, seperti 20% untuk kebutuhan mendadak, 50% untuk kebutuhan bulanan dan sehari-hari, lalu sisa 30% untuk persiapan pensiun.

7. Mulailah berinvestasi

"Ayah, Kakak nanti mau kuliah di Jogja, ya?"

Menyekolahkan anak hingga ke perguruan tinggi ternama adalah impian setiap orang tua. Maka investasi adalah solusi yang tepat untuk mewujudkan impian masa depan, kamu bisa mulai melakukan life cycle invesment. Selain bertujuan untuk dana pendidikan anak, investasi juga bermanfaat untuk dana pensiunmu kelak. Sehingga kamu bisa mandiri secara finansial, memutus mata rantai sandwich generation, dan tak menjadi beban generasi berikutnya.

8. Mintalah doa pada orang tua

Setelah itu, kamu minta doa kepada mereka supaya selalu dilancarkan dan berkah rezekinya. Ingat doa orang tua itu sering jadi penolong kita dalam berbagai hal. Percayalah kalau Tuhan pasti memang mempercayakannya kepada kamu karena kamu bisa!

So, sudah tahu kan bagaimana beratnya menjadi sandwich generation? Maka dari itu, jangan lupa untuk rencanakan dana di hari tuamu kelak supaya anakmu tidak mengalami hal yang sama. Ada sedikit quotes nih, orang tuamu bukanlah dana darurat kamu, anak-anakmu bukanlah dana pensiun kamu. maka dari itu ciptakanlah kekayaan kamu sendiri (tipskesehatantrend.com). Semoga bisa menginspirasi yaa...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun