Mohon tunggu...
Defi Dilalatul Haq
Defi Dilalatul Haq Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga - 20107030046

Saya Defi Dilalatul Haq, Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga - 20107030046. Akun kompasiana ini saya buat sebagai pendukung dalam perkuliahan mata kuliah jurnalistik, selain itu juga saya gunakan kompasiana ini sebagai sarana mengembangkan kreatifitas dan melatih skill menulis saya. Mohon bantuannya teman-teman✨

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Digital Minimalism: Seni Hidup Minimalis sebagai Milenial

17 Juni 2021   08:20 Diperbarui: 17 Juni 2021   08:43 697
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source: istockphoto.com

Pernah gak sih kamu membayangkan untuk kembali hidup di waktu 1000 tahun yang lalu? Membayangkan, gimana ya kalau kita hidup di zaman waktu belum ada internet, atau di zaman golden age islam, atau bahkan di zaman yunani kuno?

Sepertinya hidup di zaman itu akan beda jauh dengan zaman sekarang. Kebayang gak sih? Dahulu di zaman yang belum ada teknologi sama sekali, kalau ingin makan pasti susah banget. Entah harus berburu dulu atau harus langsung menghabiskan makanannya karena tidak ada kulkas untuk menyimpan makanan.

Transportasi masih harus pakai kuda, dan perjalanan dari Jakarta ke Bandung mungkin bisa memakan waktu berhari-hari. Kamu mungkin bisa saja celaka, kalau bepergian tanpa persiapan. Fasilitas medis, seperti dokter dan obat-obatan juga tidak banyak. Antibiotik belum ada, orang pun banyak meninggal karena penyakit-penyakit yang disebabkan oleh bakteri atau virus.

Intinya, kalau kita hidup di masa 1000 tahun yang lalu, sebenarnya yang jadi masalah buat manusia adalah kita kekurangan banyak hal. Kekurangan makanan, obat, juga teknologi yang canggih.

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, kalau kita hidup 1000 tahun yang lalu, ingin makan, berobat, dan lain sebagainya harus super ribet. Jauh berbeda dengan kehidupan sekarang, kalau lapar kamu bisa langsung pesan makanan lewat ojek online, dan kurang dari 10 menit kamu sudah bisa mendapatkan makanannya. Kalau kamu sakit, bahkan tinggal telepon saja obat dan dokter sudah bisa langsung datang ke rumah.

Sadar gak sadar, teknologi sudah mengubah banyak banget kebiasaan hidup manusia. Manusia yang awalnya bermasalah karena keterbatasan sumber daya, perlahan-lahan jadi punya banyak hal. Mulai dari makanan yang berlimpah, obat yang sangat banyak, teknologi canggih, hingga informasi yang gak terbatas yang ada di internet.

Dan karena banyaknya hal-hal yang bisa kita nikmati dengan mudah, orang-orang tentu jadi senang, ekonomi pun menjadi membaik, dan banyak dampak positif lainnya. Akan tetapi kalau kita lihat sekarang, kebanyakan hal baru tersebut akhirnya membuat munculnya masalah baru.

Dulu mungkin banyak banget orang yang bisa meninggal karena kelaparan, kalau sekarang justru orang bisa cepat meninggal karena kebanyakan makan. Tingkat obesitas meningkat di berbagai negara, kita menjadi lebih rentan terkena penyakit degeneratif. Menariknya, sebab umum dari penyakit degeneratif itu bukan disebabkan oleh bakteri atau virus, akan tetapi oleh gaya hidup kita sendiri. Jadi, yang membuat kita sakit justru adalah gaya hidup kita. Mulai dari kebiasaan makan, olahraga, dan juga tidur. 

Nah ini adalah masalah pertama, tentang makanan. Gara-gara kebanyakan, orang menjadi tidak bisa mengontrol makan. Kemudian masalah kedua, tentang obat-obatan. Kalau dulu orang meninggal karena kekurangan obat, tetapi kalau sekarang orang bisa meninggal karena overdosis obat, sakau, dan masih banyak lagi. Dengan banyaknya obat justru banyak obat yang dipakai untuk hal-hal yang bukan peruntukannya, contohnya narkoba.

Masalah ketiga adalah teknologi, dulu orang tidak bisa menelepon antarbenua. Akan tetapi sekarang muncullah telepon, facebook, twitter, youtube, dan lain sebagainya. Akhirnya orang-orang menjadi senang, karena semua informasi menjadi terbuka, serta bisa diakses kapan pun dan di mana pun karena internet.

Bahkan kamu tidak perlu sekolah untuk menjadi pintar dan punya banyak informasi. Kamu tinggal googling dan belajar otodidak dari berbagai platform yang ada, kamu bisa menjadi pintar. Akan tetapi ini menimbulkan masalah baru, yaitu karena informasi semakin mudah didapat dan diproduksi. Sehingga akhirnya banyak informasi yang tidak berkualitas, contohnya hoax. Dan bukan cuma itu saja, kita juga malah menjadi adiksi dengan platform-platform yang kita pakai sekarang. 

Masalahnya, banyak yang adiksinya mengarah ke konten negatif, contohnya pornografi, sampai ke konten yang sebenarnya mungkin tidak bermanfaat banget. Bill Maher, seorang komedian, melemparkan guyonan yang dirasa sesuai menggambarkan keadaan ini, "Rokok hanya menginginkan paru-paru kita. Tapi sosial media menginginkan jiwa kita".

Kesimpulannya, dulu masalah manusia adalah tentang kekurangan. Sementara sekarang, justru manusia malah menjadi bermasalah dengan semua hal yang malah menjadi kebanyakan. Ini menjadi suatu hal menarik, karena dari sini kita tahu bahwa sesuatu yang terlalu banyak akan berakibat buruk bagi kita. Karena masalah itu, akhirnya ada orang yang merespons masalah tersebut dengan gaya hidup minimalis.

Filosofi gaya hidup minimalis ini intinya merupakan gaya hidup di mana kamu mengurangi semua hal yang berlebihan dalam hidupmu. Serta benar-benar fokus ke sedikit hal yang memang penting untuk hidupmu.

Sekarang ini kita sedang dibombardir dengan konten yang bertebaran di berbagai platform media sosial. Meskipun memang ada dampak baiknya, banyak kasus juga di mana kita merasakan dampak buruknya. Entah karena ketagihan, atau informasi yang ada tidak bermanfaat bahkan toxic untuk kita.

Kita bisa pakai filosofi minimalism ini untuk diterapkan ke dunia digital. Kamu bisa meminimalkan hal yang dirasa tidak penting bagi hidupmu, dan memperbanyak hal-hal yang dikira bisa memberikan dampak baik bagi hidupmu. Sebelumnya ada beberapa pertanyaan nih...

Kamu menghabiskan berapa lama sih hari ini buat buka facebook? Atau story ig? Atau buat liatin thread dan drama di twitter? Atau bahkan scrolling online shop?

Coba jawab yaa...

Jika memang kamu orang yang suka bermain medsos, harusnya banyak waktu yang kamu habiskan untuk mantengin konten-kontennya. Pasti rasanya cemas banget, stres, atau bahkan sakau kalau sebentar saja tidak pegang HP. Nah kalau sudah begini, jangan-jangan yang menyebabkannya karena kamu tidak menerapkan gaya hidup minimalism. Dengan kata lain, kamu banyak mengkonsumsi hal-hal yang mungkin kurang esensial. Sampai akhirnya ketagihan, dan kamu merasa tidak mendapatkan apa-apa dari sana.

Terus gimana dong?

Solusinya ya dengan minimalism ini, digital minimalism bisa kita lakukan dengan langkah-langkah berikut:

1. Analisis

Kamu perlu menganalisis konten apa sih yang harusnya kamu konsumsi setiap hari, atau hal apa saja sih yang penting untuk kamu. Mungkin sosmed dan internet menjadi hal yang besar dan penting bagi hidupmu sampai saat ini, dan sebenarnya tidak ada yang salah dengan hal itu. 

Justru kita harus memanfaatkan sosmed dan internet untuk mengaktualisasikan diri kamu, dengan catatan memberikan dampak positif serta mengonsumsi konten yang sesuai dengan keinginan kamu. Konsumsi internet dan sosmed akan menjadi kurang baik jika hal yang kamu konsumsi itu tidak terlalu penting. 

Maka dari itu, penting bagi kamu untuk menganalisis dulu konten apa yang ingin dikonsumsi setiap harinya. Apakah konten yang kamu konsumsi saat ini sudah bagus atau belum? Seberapa lama sih konsumsi internet yang ideal? Itu semua harus kamu tentukan terlebih dahulu agar mempunyai target.

2. Coba kurangi akun yang tidak sesuai dengan targetmu

Misalnya, kamu hanya ingin mengonsumsi konten edukasi. Berarti kamu harus unfollow, mute, blokir, atau unsubscribe semua  akun dan channel yang tidak ada kaitannya dengan plan tadi. Contohnya konten prank, drama, dan lain sebagainya. Itu tadi hanya contoh ya, kamu bisa sesuaikan dengan diri masing-masing. Mungkin jika kamu tetap butuh konten entertaiment, kamu bisa mencoba membatasi atau setidaknya seimbang dalam mengonsumsinya.

3. List akun yang bermanfaat

Coba buat list beberapa akun atau channel yang kira-kira kontennya bermanfaat dan sesuai dengan plan kamu di poin pertama. Dengan ini juga kamu tidak akan merasa pusing karena tidak teratur, dan tetap menjaga kualitas tontonan kita.

Nah kalau sudah dijalankan step 1-3 tadi, sebenarnya kamu sudah siap untuk mengonsumsi konten-konten di internet. Karena kamu sudah mengurangi hal yang tidak penting dan memfokuskan ke hal-hal yang esensial buat kamu, that its minimalism. Dan yang terakhir kamu tinggal merasakan manfaatnya, setelah ini sosmed bisa jadi malah memberi manfaat banyak buat kamu. Karena pada akhirnya sosmed itu hanya alat, sosmed itu netral, dan yang menentukan baik atau buruknya kembali lagi ke perilaku kita. Kalau konsumsi sehari-harinya hal buruk, maka tentu akan berpengaruh buruk kepada diri kita, begitu pun sebaliknya.

Di dunia digital ini dengan informasi yang sudah banyak banget, maka less is more. Pada akhirnya akan lebih baik jika kita melakukan filtering terhadap kualitas konsumsi kita di internet. Lebih baik konsumsi kita sedikit tetapi berkualitas, dibandingkan kuantitas konsumsinya banyak tetapi tidak berkualitas.

Hikmah yang bisa kita dapatkan yaitu jangan sampai kita dikontrol dengan konten yang kamu konsumsi di internet. Kamu harus jadi orang yang bisa mengontrol konten yang kamu konsumsi, bukan sebaliknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun