Pada kenyataannya setiap pelaksanaan suatu program tidak selamanya semua berjalan sesuai rencana dan berjalan dengan baik. Sama halnya dengan program ini, pada proses pelaksanaannya program Bidikmisi/KIPK ini sangatlah berupaya untuk mencapai kesetaraan pendidikan secara merata dan mengurangi kesenjangan pendidikan. Akan tetapi, ternyata tidak sedikit manfaat program ini menyasar kepada orang yang salah atau biasa disebut “salah sasaran”. Kasus-kasus salah sasaran ini banyak bereda di media-media sosial yang menyuarakan keresahan mereka melihat kerabat ataupun teman mereka menikmati manfaat program Bidikmisi untuk hal-hal di luar kepentingan pendidikan. Seperti contohnya, kasus salah sasaran penerima manfaat program KIPK, yang mengunakan uang dari program untuk bergaya hidup mewah seperti membeli ponsel baru di luar kepentingan hingga membeli tiket konser. Tidak sedikit juga penerima manfaat yang lolos, walaupun sebenarnya mereka masih terhitung mampu dan berkecukupan.
Hal-hal di atas tentu membuat mereka yang benar-benar membutuhkan menjadi resah atas ketidakadilan dan ketidaksetaraan tersebut. Untuk menangani kasus-kasus tersebut pemerintah terus mengembangkan sistem dan proses seleksi program mereka. Akan tetapi, tetap saja masih ada “calon penerima nakal” yang tetap lolos menjadi penerima manfaat tiap tahunnya. Oleh karena itu, Kemendikbud sebagai penyelenggara program harus lebih ketat dalam menyeleksi calon penerima manfaat. Dan masyarakat yang menjadi penerima program ataupun tidak juga ikut berperan dengan melaporkan langsung mereka yang curang melalui website Kemendikbud KIPK yaitu https://kip-kuliah.kemdikbud.go.id/. Dengan demikian, tujuan program dalam mencapai kesetaraan pendidikan akan tercapai dengan partisipasi yang baik dari berbagai pihak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H