- ·Penyusunan amdal yang dipaksakan.
- ·Rencana pengelolaan dan pemantauan yang tidak berjalan
- ·Tidak berjalannya Badan lingkungan hidup dan instansi pengawas
- ·Tidak tegasnya pemerintah terhadap kenakalan peusahaan tambang
Pembiaran terhadap prasyarat dan aturan main ini pada akhirnya tercitanya pola bahwa keberadaan analisa dampak lingkungan (AMDAL) hanya dijadikan sebagai proses legitimasi perusahaan pertambangan.
Bagaimana solusinya..
Otonomi daerah harusnya dipahami bukan saja sebagai pendelegasian wewenang dari pusat ke daerah, tapi lebih dari itu otonomi daerah harus dipersepsikan sebagai upaya pengembalian hak hak rakyat didaerah. Dengan kata lain semua kebijakan/ peratran daerah yang berkaitan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam haruslah berdasarkan hasil rumusan masyarakat lokal, sehingga masyarakat tidak sekedar menjadi penonton saja, tapi menjadi pelaku utama dalam semua aspek pembangunan. Konstitusi negara kita sebenarnya telah mengamnatkan hal ini dalam Undang-Undang No.26 Tahun 2007 tentang pelibatan masyarakat didalam pelaksaan tata ruang. Undang-undang ini dilandasi oleh semangat bahwa masyarakat harus menjadi subyek dari pembangunan itu sendiri.
Selain solusi diatas, berdasarkan dari analisa rusaknya ekosistem dan pencemaran sungai bengkulu yang disebabkan oleh aktifitas perusahaan pertambangan batu bara, pemerintah harus mampu merubah paradigma pembangunan yang mengandalkan eksploitasi sumber daya alam (SDA) sebagai sumber pendapatan daerah,bengkulu membutuhkan pemimpin daerah yang kreatif dan solutif, dan mampu membuat lompatan jauh kedepan dengan kepemimpinan politik yang tangguh dan sungguh bekerja untuk rakyat pastinya..