Mohon tunggu...
De Farras King
De Farras King Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Airlangga

Saya adalah mahasiswa S1 Fakultas Kedokteran Univesitas Airlangga, pecinta olahraga dan streetfood lover

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pemanfaatan Pajak Rokok dan Bea Cukai untuk Penambahan Biaya Kesehatan dalam Sudut Pandang Kontra

9 Mei 2024   13:48 Diperbarui: 9 Mei 2024   13:55 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

       Penggunaan pajak rokok dan bea cukai untuk meningkatkan dana kesehatan adalah pendekatan yang umum dilakukan oleh banyak negara di seluruh dunia. Ide utamanya adalah menggunakan pendapatan dari pajak dan bea cukai yang dikenakan pada produk-produk tembakau untuk mendukung program-program kesehatan dan pencegahan penyakit terkait rokok. Akan tetapi ketidakpastian pendapatan dari pajak dan bea cukai rokok dapat menimbulkan perencanaan anggaran kesehatan menjadi tidak stabil.

       Pajak rokok dan bea cukai sering kali juga memberikan beban ekonomi yang lebih besar kepada kelompok ekonomi rendah yang lebih mungkin merokok. Hal ini juga salah satu bentuk ketidakadilan, karena sebagai kelompok ini harus membayar pajak tambahan yang signifikan, sementara kelompok ekonomi menengah keatas mungkin tidak akan terpengaruh. Mengandalkan pendapatan dari pajak rokok dan bea cukai juga dapat membuat pemerintah terlalu bergantung pada industri tembakau. Hal ini dapat mengurangi insentif untuk mengurangi konsumsi tembakau dalam jangka panjang.

       Peningkatan pajak rokok dapat juga mendorong perdagangan tembakau illegal atau perdagangan rokok illegal yang tidak dikenai pajak. Hal ini dapat merugikan penerimaan pajak dan menciptakan risiko kesehatan tambahan karena produk illegal mungkin lebih berbahaya. Meskipun pendapatan dari pajak rokok dan bea cukai dapat dimanfaatkan untuk bidang kesehatan, ini tidak menyelesaikan masalah inti, yaitu konsumsi tembakau itu sendiri. Dalam jangka panjang, tujuan yang lebih baik adalah mengurangi jumlah orang yang merokok melalui edukasi, sosialisasi, program berhenti merokok, dan regulasi terhadap produk tembakau.

       Industri tembakau juga sering menentang peningkatan pajak dan bea cukai, dan mereka mungkin menggunakan lobi jalur politik dan kampanye publik untuk melawan upaya tersebut. Dan ini dapat menciptakan hambatan politik bagi usaha untuk meningkatkan pajak rokok. Sementara pendapatan tambahan dari pajak rokok dan bea cukai dapat membantu membiayai program - proram kesehatan, penting bagi kita untuk juga mempertimbangkan dampak dan masalah yang terkait.

      Mencegah lebih baik daripada mengobati, semboyan tersebut harusnya menjadi pedoman kita saat mengatasi masalah seperti ini, karena dengan banyaknya orang yang merokok, maka akan semakin banyak juga pendapatan tambahan yang dapat dimanfaatkan, akan tetapi disamping itu semakin banyak orang yang merokok, maka semakin banyak pula orang-orang yang kesehatan paru-paru nya terancam, baik itu para perokok aktif maupun perokok pasif.

     Kondisi perokok di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan. Data Riskesdas 2010 menunjukkan bahwa prevalensi merokok Indonesia sebesar 36,1% setara dengan 61 juta orang. Data tersebut diperkuat oleh Global Adults Tobacco Survey (GATS) 2011 yang menunjukkan prevalensi merokok di Indonesia sebesar 36,1%, dimana 67,4% laki laki di Indonesia merokok. Konsekuensi daripada itu, perlahan dan pasti penduduk Indonesia terancam oleh berbagai penyakit berbahaya akibat merokok yang cenderung terus meningkat dari tahun ke tahun. Seluruh kegiatan dalam Panduan Umum Penggunaan Dana Pajak Rokok untuk Bidang Kesehatan ini merupakan "paket menu komprehensif yang bersifat optional, berdasarkan kebutuhan penanganan permasalahan kesehatan masing-masing daerah.

      Merokok dalam pandangan kesehatan menjadi penyebab munculnya berbagai penyakit atau masalah kesehatan lainnya. Akibat rokok kurang lebih 25 jenis penyakit yang menyerang berbagai organ tubuh manusia. Penyakit-penyakit tersebut yakni kanker mulut, esophagus, faring, laring, paru, pankreas, dan kandung kemih. Juga ditemukan penyakit paru obstruktif kronis dan berbagai penyakit paru lainnya, yaitu penyakit pembuluh darah (Nururrahmah, 2014).

     Besarnya pendapatan dari industri rokok bahkan jauh lebih besar dibandingkan pendapatan dari perusahaan tambang PT. Freeport. Pendapatan cukai rokok, pemerintah meraup sekitar Rp139,5 triliun setiap tahun. Sedangkan dari Freeport, negara hanya menerima rata-rata Rp8 triliun per tahun (Aminudin, 2017). Maka dari itu, mengingat dana yang begitu besar pemanfaaatan pendapatan dari pajak rokok dan bea cukai harus digunakan dengan bijaksana dan bermanfaat untuk rakyat Indonesia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun