Studi Pemikiran Perbandingan Dakwah:
 Hadratussyeikh KH. Hasyim Asy'ari dan KH Ahmad Hassan:
Hal yang dikagumi dari guru besar *Persatuan Islam* beliau _KH. Ahmad Hassan_ yaitu: hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep dakwah Ahmad Hassan menggunakan konsep bilkitaabah (melalui Tulisan), kemudian memakai konsep dakwah melalui debat/diskusi (Mujadalah). Karakteristik nya gak beda jauh dengan KH. Hadratussyeikh Hasyim Asy'ari Yaitu dakwah melalui tulisan/kitab yang beliau tulis.
Sepulang menuntut ilmu di negri timur dengan KH. Ahmad Dahlan, Hadratussyeikh menuliskan banyak kitab dan mendirikan berbagai pesantren sebagai bentuk prestasi yang menjulang hingga hari ini.Â
Disinilah titik pembeda;
* Santri dari Nahdliyyin berjibaku menuntut ilmu agama salah satu diantaranya melalui pengkajian kitab klasik (kitab kuning) tentunya sangat mendalam sekali apabila dipelajari dari jenjang ke jenjang, tentunya tidak terlepas dari firman Allah, sabda Rasulullah, pandangan ulama dll. Sehingga santri-santrinya dapat bernalar dengan baik seperti bernalar Nahwu, Sharaf, mantik, bayan, bahkan arab tak berharakat pun mereka sangat mahir. Itulah salah satu dari khas keautentikannya.
* Tidak heran apabila ada santri dari kalangan persatuan Islam mahir berdebat karena memang di cetak untuk mengimplementasikan nilai nilai Mujadalah, dimana saat itu KH. Ahmad Hassan berdebat dengan kalangan orientalis, ateis, orang barat, dll. Selagi konteks Mujadalah / mahir berdebat itu ditempatkan sesuai dengan relevansinya, itu tidak jadi masalah. Yang jadi masalah itu disalahgunakan. Nah itulah salah satu keautentikannya.
Dari titik pembeda itulah yang menjadi keanekaragaman dalam hasil pemikiran Ulama-ulama pendiri dan pemersatu bangsa.
Kendatipun kedua ulama tersebut memiliki karakteristik secara amaliyah/khilafiyah yang cenderung berbeda, namun tetap ada hal yang serupa dalam metode berdakwah nya yaitu melalui dakwah bil qolam, melalui tulisan-tulisan sehingga tulisan itu akan tetap hidup dan abadi.Â
 Terbukti bahwa hari ini menjulang prestasi dan mencetak santri-santrinya menjadi penerus generasi bangsa, penerus estafeta ulama, pejuang dalam mencari ilmu dan lain halnya. Jika ada memperdebatkan amaliyah/khilafiyah saya rasa itu sudah ketinggalan zaman, dan kalau memperdebatkan itu itu saja, pantas kalau negara kita masih menjadi negara yang berkembang. Solusinya adalah bagaimana perbedaan itu menjadi integrasi sehingga memperkuat berbagai elemen-elemen umat Islam, memperlakukan dengan metode bil hikmah dengan hasanah. Maka akan terjadinya perdamaian dan peradaban yang maju.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H