Mohon tunggu...
Deeyan Rachma
Deeyan Rachma Mohon Tunggu... -

Think like a man of action. Act like a man of thought

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

JJS ke Swedia (1) - Eslov & Island of Ven

17 Juni 2010   14:51 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:28 589
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_169827" align="aligncenter" width="350" caption="Suasana di Island of Ven"][/caption] [caption id="attachment_169850" align="aligncenter" width="500" caption="Island of Ven"][/caption]

Sejarah kompleks museum ini berawal dari keberadaan seorang Tycho Brahe. Pada abad ke-15, ia memberikan kontribusi penting bagi perkembangan ilmu pengetahuan di bidang astronomi.Tycho Brahe menciptakan instrumen astronomi baru dan memetakan letak bintang-bintang dan planet-planet di alam semesta. Karena paham akan pentingnya penemuan-penemuan Tycho Brahe, maka raja Denmark waktu itu, Raja Frederick II, menghadiahkan Pulau Ven pada Tycho dan membangun pusat sains dan seni yang indah di Pulau Ven hingga terkenal ke penjuru Eropa.

[caption id="attachment_169497" align="aligncenter" width="280" caption="Tyco Brahe Museum (dulunya Gereja Lutheran Allhelgona)"][/caption]

Kunjungan kami diawali dengan bangunan utama Tycho Brahe Museum, yang dulunya merupakan gereja bernamaGereja Allhelgona.Gereja ini dibangun pada tahun 1899, dengan style Neo Gotik. Dan telah digunakan sesuai fungsi aslinya sampai dengan tahun 1996, untuk kemudian dibeli oleh The National Property Boardpada tahun 2003 setelah dinyatakan bukan bangunan suci.Itu merupakan pertama kalinya sebuah gereja Lutheran Swedia telah diadaptasi untuk digunakan secara sekuler.Disini terdapat semacam ruang multimedia mini dimana setiap 15 menit akan memutar film documenteryang akan membawa kita seolah-olah berada di jaman Tycho Brahe semasa masih hidup dan melakukan eleksperimennya.

[caption id="attachment_169552" align="alignright" width="300" caption="Instrumen Astronomi Tyco Brahe"][/caption]

[caption id="attachment_169552" align="alignnone" width="223" caption="Rumah petani yang sempat menjadi museum lama dan kini menjadi toko souvenir"] Interior Tyco Brahe Museum dilihat dari Main Entrance

Setelah puas mengamati hasil eksperimen Tycho Brahe, kami lalu keluar menuju museum lama (dibangun pada abad ke-19) yang dulunya merupakan rumah petani, namun sekarang berfungsi sebagai toko souvenir/merchandise serba Tycho Brahe. Banyak pernik unik yang dijual disana. Seperti mainan anak-anak serupa teropong bintang, pena bulu ayam yang mungkin ngetren di abad ke-15, buku-buku tentang astronomi dan biografi Tycho Brahe, pajangan, dan lain-lain.

[/caption]

Bosan dengan suasana di dalam ruangan, Ingela lalu membawa kami mengunjungi Taman Tycho Brahe.Taman yang asalnya sudah ada sejak tahun 1570 ini merupakan hasil rekonstruksi pada tahun 1992 yang dilakukan oleh Departemen Rekreasi dan Kebudayaan Landskrona dengan Fakultas Ilmu Agrikultural Swedish University. Disainnya didasarkan pada litereatur tentang kebun, dokumentasi foto, dan pada pengetahuan yang mereka miliki tentang taman Renaissance di Denmark dan Skane di masa itu. Salah satu tujuannya adalah untuk menampilkan semua tanaman budidaya kebun bangsa Denmark menjelang akhir abad ke-16. Sekarang taman tersebut merupakan satu-satunya taman peninggalan Renaisans di dunia, yang dilindungi oleh "Perjanjian Venesia".

[caption id="attachment_169818" align="aligncenter" width="300" caption="Taman Renaissance Tyco Brahe"][/caption]

Mengunjungi kompleks Tycho Brahe Museum tentu tidak lengkap tanpa berkunjung ke Observatorium. Bangunan ini didisain berdasarkan pengalaman Tycho Brahe di istana. Sejak tahun1584 ia menempatkan instrument-instrumennya di bawah tanah agar terlindung dari angin dan cuaca. Pondasinya berupa pilar-pilar granit solid. Kubah besarnya bisa berotasi ke segala arah sementara instrumen-instrumen untuk eksperimennya tersembunyi di balik lubang-lubang yang bisa terbuka dan memunculkan instrument-instrumen itu ke permukaan. Konsep ini pada akhirnya menjadi acuan bagi disain observatorium di Eropa.

[caption id="attachment_169821" align="aligncenter" width="300" caption="Observatorium"][/caption]

[caption id="attachment_169823" align="aligncenter" width="300" caption="Instrumen Astronomi peninggalan Tyco Brahe "][/caption]

Tanpa terasa waktu sudah menunjukkan pukul 13.00. Pantas saja perut terasa keroncongan. Sebelum kembali ke Lund, Ingela mengajak kami makan siang terlebih dahulu di Turistgarden, restoran kecil dekat kompleks museum. Syukurlah matahari lebih bersahabat dibanding saat berangkat tadi. Walaupun lelah tetapi minimal kami tidak menggigil kedinginan. *DEEYAN RACHMA*

[caption id="attachment_169826" align="aligncenter" width="300" caption="Turistgarden, restoran kecil dekat kompleks museum"][/caption]

*Artikel ini pernah dimuat di Tabloid HUNIANKU*

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun