Belakangan ini dapat disaksikan semakin maraknya berita-berita serta isu mengenai pemberlakuan RUU Ormas yang akan direncanakan oleh DPR untuk diberlakukan pada tanggal 12 April 2013 yang jatuh pada hari jumat besok. Seiring dengan itu, maka semakin gencarlah gelombang penolakan yang dilakukan oleh berbagai ormas-ormas yang menyikapi keberlakuan RUU Ormas tersebut sebagai ancaman langsung terhadap eksistensi ormas-ormas yang telah berdiri sebelumnya. Namun dengan kepala jernih, perlu ditelaah lebih lanjut mengenai apa substansi RUU Ormas itu sebenarnya.
Mencermati perkembangan yang terjadi menyangkut penolakan RUU Ormas belakangan ini, sangat disesalkan bahwa telah terjadi penyesatan informasi (misleading information) yang ditengarai dilakukan oleh LSM-LSM Asing dalam forum-forum diskusi guna menggiring opini publik. Opini publik yang dimaksud disini adalah bahwa keberlakuan RUU Ormas seolah-olah dimaksudkan untuk memberangus kebebasan berekspresi dan mengeluarkan pendapat dalam iklim demokrasi di Indonesia pasca reformasi. Hal ini sangatlah tidak berdasar mengingat revisi RUU Ormas ini justru dimaksudkan untuk semakin memperkokoh iklim demokrasi dengan adanya transparansi, khususnya menyangkut aliran dana terutama dana asing. Sudah barang tentu, adanya aliran dana asing akan dibarengi dengan tuntutan agenda asing yang ingin dicapai dimana LSM asing tersebut beroperasi. Tentunya tidaklah dapat ditolerir apabila kegiatan-kegiatan LSM asing bertujuan untuk memberikan gangguan terhadap stabilitas nasional, menyebarkan hasutan kepada masyarakat, serta kebencian terhadap pemerintah. Pada konteks ini, perlu terdapat upaya filterisasi yang sangat ketat guna menghadapi LSM-LSM asing yang selama ini berlindung di balik kedok agenda pengawasan hak asasi manusia, lingkungan hidup, serta nilai-nilai (values) lain yang pada dasarnya sangat mulia namun telah dibajak oleh LSM-LSM asing guna melanggengkan agenda-agenda asing pula.
Perbandingan Mengenai Pengaturan LSM/NGO di Rusia
Apabila dibandingkan dengan negara lain seperti di Rusia, terdapat pengaturan secara ekstra ketat yang mengatur mengenai keberadaan organisasi atau LSM asing. Memang benar bahwa pada dasarnya ideologi ataupun dasar negara Indonesia dengan Rusia terdapat perbedaan secara fundamental, namun perlu ditekankan disini bahwa aspek stabilitas dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara akan selalu menjadi prioritas, terlepas dari ideologi ataupun dasar negara yang dianut suatu negara. Aspek stabilitas inilah yang seharusnya tidak boleh diintervensi oleh keberadaan LSM asing yang tentunya membawa agenda asing pula.
Kewaspadaan akan bahaya sepak terjang LSM asing dalam memberikan pengaruh serta opini publik dengan membajak iklim demokrasi inilah yang menjadi perhatian sangat serius oleh pemerintah Rusia. Pada akhirnya pada Juli 2012 Presiden Rusia Vladimir Putin memberlakukan Undang-Undang khusus mengenai organisasi non pemerintah disana untuk memberikan pengetatan LSM asing di Rusia dengan mewajibkan adanya audit keuangan serta laporan tahunan secara berkala sehingga lebih menjamin adanya transparansi. Bagi pihak LSM asing yang tidak mematuhi ketentuan tersebut dapat dianggap sebagai mata-mata. Maka jelaslah bahwa upaya ini dimaksudkan untuk menjalankan upaya kontra-spionase guna melindungi kepentingan Rusia dari intervensi asing melalui kepanjangan tangan LSM-LSM tersebut. Sudah barang tentu, dengan mudah dapat diduga aturan tersebut mendapat reaksi keras dari para pegiat HAM serta para aktivis di Rusia, namun ruang gerak LSM yang didanai asing akan semakin terbatas karena negara memiliki kontrol yang lebih ketat. Pengetatan oleh negara tidak seharusnya dipandang secara paranoid sepanjang diperuntukkan bagi kepentingan nasional yang memang seharusnya di atas segala-galanya, dan bukan kepentingan LSM tertentu yang membawa agenda asing.
Di Indonesia
Kewaspadaan sebagaimana diterapkan di Rusia inilah yang seharusnya dimiliki oleh Indonesia. Sebagai sebuah negara yang memiliki tujuan dan agenda nasional maka sudah barang tentu akan menghadapi berbagai tantangan dan juga ancaman, termasuk ancaman yang berasal dari luar negeri, khususnya spionase, tidak terkecuali yang dilakukan LSM-LSM asing.
Dalam strategi penyusupan intelijen, penggunaan LSM-LSM dalam upaya penggiringan opini publik merupakan hal yang lazim dilakukan untuk memberikan pengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung bagi kelangsungan suatu negara dan kebijakan-kebijakan yang diambil. Patut disadari pula bahwa ancaman dari keberadaan ormas tidak hanya bersifat kasat mata seperti halnya maraknya kekerasan, namun juga adanya ancaman yang tidak kasat mata, yaitu memberikan pengaruh terhadap lingkaran pengambil kebijakan (policy-making circle). Karakteristik ancaman yang tidak terlihat ini juga amat sangat berbahaya, bahkan cenderung dapat bersifat jangka panjang dan lebih berskala nasional karena menyangkut kebijakan negara.
Celakanya, substansi dari revisi RUU Ormas yang bertujuan untuk memberikan pengaturan ketat terhadap LSM-LSM asing yang telah selama ini beroperasi di Indonesia sengaja dikaburkan dengan mencoba menyentuh berbagai isu-isu yang lebih cenderung bersifat hasutan ketimbang saran-saran yang bersifat solutif. Hal ini dapat dilihat dari adanya upaya untuk membenturkan rencana pemberlakuan RUU Ormas tersebut terhadap isu-isu buruh bahwa keberlakuan UU tersebut akan mengancam kesejahteraan kaum buruh serta hak-hak untuk berserikat, berkumpul, dan mengemukakan pendapat seperti dijamin oleh UUD 1945. Terdapat pula upaya pembenturan keberlakuan RUU Ormas tersebut terhadap isu-isu ancaman terhadap Hak Asasi Manusia, serta isu-isu lingkungan. Bahkan yang paling aktual, propaganda serta hasutan LSM-LSM asing dalam membendung keberlakuan RUU Ormas tersebut telah melibatkan pucuk pimpinan Ormas Keagamaan Muhammadiyah dan juga pimpinan NU. Terlebih lagi pada hari jumat besok akan digelar demonstrasi besar-besaran guna menyuarakan penolakan terhadap RUU Ormas tersebut. Realitas-realitas di atas menunjukkan bahwa telah terjadi penghasutan secara masal terhadap masyarakat Indonesia beserta tokoh-tokoh elit.
Hakekat dari keberadaan revisi RUU Ormas sebagai revisi dari Undang-Undang No.8 tahun 1985 mengenai Organisasi Kemasyarakatan sekali lagi perlu ditekankan memiliki tujuan untuk lebih menertibkan keberadaan ormas di Indonesia, dalam hal ini juga termasuk LSM-LSM asing yang juga ditengarai menerima dana bantuan dari asing. Revisi RUU Ormas yang akan segera diberlakukan DPR dalam hitungan hari ini pun berpotensi untuk menebas atau setidak-tidaknya mengurangi gerak LSM-LSM asing yang selama ini memberikan pengaruh di masyarakat untuk menekan pemerintah dan bahkan memberikan gejolak di masyarakat. Tentunya bukan rahasia lagi bahwa LSM-LSM asing seolah tidak dikontrol dengan ketat walaupun memberikan dampak yang tidak kecil bagi dinamika di masyarakat secara multidimensi, baik menyangkut persoalan lingkungan, kebijakan publik, politik, ataupun juga menyangkut kebijakan keamanan dan pertahanan negara.
Kesimpulan :
Masyarakat agar tidak mudah terhasut oleh penggiringan opini publik dari LSM-LSM asing yang selama ini selalu menggaungkan berbagai hasutan di media, serta perlu melihat rencana pemberlakuan RUU Ormas secara lebih jernih. Penting untuk ditekankan bahwa keberadaan RUU ini nantinya diharapkan akan dapat secara lebih ketat mengatur keberadaan LSM asing, bukan untuk melarang secara mutlak. Justru pada tataran inilah nilai-nilai transparansi dapat lebih diimplementasikan guna lebih memperkuat iklim demokrasi. Keharusan untuk transparansi melalui kewajiban audit keuangan dan perijinan yang lebih ketat inilah yang justru harus diterapkan oleh LSM-LSM asing yang selama ini justru mengagung-agungkan nilai demokrasi.
Perlu adanya kesadaran bahwa pada saat ini seluruh elemen bangsa sedang diadudomba untuk melawan pemerintah dan DPR melalui berbagai hasutan LSM-LSM asing berkaitan dengan ketakutan LSM-LSM asing tersebut akan upaya penertiban yang terkandung dalam RUU Ormas. Suatu kredit tersendiri bagi LSM-LSM tersebut apabila dapat menekan pemerintah bersama DPR untuk tidak mengesahkan RUU Ormas pekan ini, khususnya di mata pemberi dana asing. Sudah barang tentu, skenario penggagalan RUU Ormas ini diharapkan tidak akan terwujud.
Isu-isu mengenai potensi pelanggaran HAM, tumpang tindihnya ketentuan antar perundang-undangan, isu lingkungan hidup, isu perburuhan, bahkan hingga ke penggiringan ke isu politik 2014 hanyalah merupakan pengaburan isu serta diversion dari substansi sesungguhnya yang menjiwai RUU Ormas ini. Oleh karena itu tentunya akan sangat bijaksana apabila isu-isu ini tidak disikapi secara berlebihan, serta lebih diarahkan kepada substansi mengenai pengaturan LSM-LSM asing yang selama ini leluasa beroperasi di Indonesia dengan berbagai kedok. Kelonggaran ini terjadi disebabkan selama ini Indonesia belum memberlakukan ketentuan-ketentuan untuk mengatasi spionase-spionase asing secara ketat, sehingga urgensi untuk memberlakukan aturan pengetatan tersebut menjadi hal yang sangat penting bagi kepentingan negara.
RUU Ormas ini tidaklah perlu disikapi dengan ketakutan yang berlebihan selayaknya LSM-LSM asing yangterancam akan ditertibkan. Oleh karena itu masyarakat diharapkan tidak terpancing oleh isu-isu yang dihembuskan oleh LSM-LSM asing yang berusaha membenturkan urgensi keberlakuan RUU Ormas dengan isu HAM, perburuhan, lingkungan hidup, hingga sampai pada penggiringan ke persoalan politik. Alangkah lebih baik apabila semua pihak melihatnya sebagai sebuah kesatuan yang utuh dan komprehensif bagi kelangsungan negara di masa depan, terutama untuk meminimalisasi ancaman dari luar (foreign threat), termasuk keberadaan LSM-LSM asing di Indonesia. Dengan demikian, keberlakuan RUU Ormas ini dapat dipandang sebagai langkah signifikan bagi strategi kontra-spionase di Indonesia, jika diberlakukan secara efektif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H