Mohon tunggu...
Deep Bongiovi
Deep Bongiovi Mohon Tunggu... -

Just a deep thought...

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

West Sumatra Chronicles III - Divine Bukittinggi

24 Maret 2016   19:34 Diperbarui: 24 Maret 2016   19:48 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sakaw Travelling is entering the fourth day of West Sumatra roadtrip and this chapter is the hardest to write. Kenapa? Karena Bukittinggi punya sejuta cerita untuk kami berdua, belum lagi semua spot yang kami kunjungi hampir sama level keindahaannya. Jujur saya kelelahan membuat chapter ini (buanyaak buaanget foto-foto keren). All of them are astonishing. Sumatra Barat memang banyak diberkahi Tuhan YME dengan keindahaan alamnya. 

Simak bagian pertama dan ke dua petualangan Sakaw Travelling di Sumbar di:

West Sumatra Chronicles - Explore Padang

West Sumatra Chronicles - Finding Painan

Well, ready or not, here we go.

Road trip to Bukittinggi

Jarak tempuh kota Padang ke Bukittinggi bukan perkara enteng. 95 km. Lebih jauh dibandingkan jumlah kilometer antara Padang-Painan. Karenanya semenjak matahari baru terbit saya dan Ayu sudah bersiap berkemas. Kami menikmati sarapan terakhir kami di HW hotel Padang, checkout dan bertolak menyongsong petualangan baru di ranah Minang.

Road trip dengan motor harus memiliki persiapan dan perencanaan yang matang. Bobot dan jumlah barang bawaan sepatutnya di seleksi agar dapat memenuhi kebutuhan namun tetap nyaman untuk dibawa dalam perjalanan jauh. Ada baiknya make-up dan high heels ditinggal di rumah, girls. :)

 [caption caption="Road trip with a view"]

[/caption]Jalur darat Padang-Bukittinggi hanya terdiri dari 2 jalur dan merupakan perlintasan utama berbagai kabupaten dan kota di Sumatra Barat. Jalur ini juga menghubungkan ibukota Sumatra Barat, Padang dengan propinsi Riau dan Sumatra Utara. Jadi jangan heran apabila jalur ini banyak dipergunakan oleh truk-truk besar, kontainer, bus antar kota, dan kendaraan-kendaraan besar namun lambat lainnya. Perlu konsentrasi tinggi, skill serta kesabaran ketika melaju di jalur ini.

Sakaw Travelling mempunyai prinsip tetap cepat tapi selamat. Saya tidak akan diam dibelakang truk dan menghirup asap hitam buangan yang membahana sepanjang perjalanan. Manuver overtake harus banyak dilakukan namun tetap dengan pertimbangan matang. Seolah jadi Rossi sehari. :)

 [caption caption="Deep and Ayu against the world"]

[/caption]Jalur mendatar terasa panjang dan membosankan namun saat setengah jalan, jalur mulai menanjak. Disitu keindahaan alam Sumatra Barat mulai terlihat kembali. Kami berkelok-kelok melewati bukit demi bukit hijau nan segar. Sampai di satu titik, sekitar 60km perjalanan kami tiba di air terjun Lembah Anai, atau biasa disebut warga Padang, Aia Tajun Lembah Anai. Wuooow indahnya... tapi wuooow juga ramainya.

Air terjun yang biasanya harus dicari dan dirambah kedalam hutan, disini berada tepat dipinggir jalan raya. Kami berhenti sejenak, menyegarkan diri dari dinginnya air terjun berketingggian 35 meter ini.

 [caption caption="Air terjun Lembah Anai"]

[/caption]Kemegahan alam, tanpa usaha, dapat direngkuh dan dinikmati begitu saja oleh manusia. Itulah alam Sumbar bagi saya. Betapa beruntung warga disana dan saya harap mereka menyadari dan menjaga kelestariannya. Please jangan buang sampah sembarangan, travelers.

 [caption caption="Kembali segar setelah perjalanan panjang"]

[/caption]Setelah wajah bertemu air dingin lembah Anai yang menyegarkan, saatnya melanjutkan perjalanan. Hati semakin berdesir tidak sabar mengalami getaran kagum dan syukur berikutnya. Tidak jauh dari Lembah Anai, kami masuk ke area Padang Panjang. Hot list kami berikutnya tidak lain dan tidak bukan adalah makan siang di Sate Mak Syukur Padang Panjang. Ayu sudah lapar dan galaknya melebihi singa di keadaan seperti ini.

 [caption caption="Sate Padang Mak Syukur Original"]

[/caption]Benar saja, tidak lama berkendara, sebuah rumah makan dengan plang besar Sate Mak Syukur terlihat di kiri jalan. Saya masih diberkahi Tuhan, selamat dari terkaman Ayu. :) Sate pesanan kami datang sangat cepat dan habis dengan sama cepatnya. Dagingnya diberikan dengan sangat royal, besar-besar. Bumbunya sangat pekat dan Padang sekali. Memang yang orisinil akan selalu mengalahkan yang KW.

Energi kembali terisi. Ayu menjadi tenang kembali. Motor kami, si "Hijau", kembali melaju di hijaunya alam Padang Panjang. Jangan kaget apabila menemukan kemacetan dari Padang Panjang ke Bukittinggi. Layaknya Jakarta, ketika liburan warganya-pun membanjiri Puncak. Kebetulan momen kami bertualang di Sumatra Barat bertepatan dengan liburan akhir tahun. Untungnya pilihan moda transportasi kami tepat. Kami melalui kemacetan tersebut dengan mudah dan akhirnya memasuki kawasan Bukittinggi. Well hello, Koto Gadang.

 

Arrived at Koto Gadang

Setelah 4 jam perjalanan yang melelahkan, kami memutuskan untuk langsung ke hotel untuk istirahat sejenak. Hotel kami? Weeits. Hotel termahal di Bukittinggi dong ah. Don't like people difficult (baca-jangan kaya orang susah) :D. 

 [caption caption="The Hills (sekarang Novotel Bukittinggi), Hotel bintang 4 satu-satunya di Bukittinggi."]

[/caption]The Hills (sekarang sudah diakuisisi dan berubah nama menjadi Novotel Bukittinggi) adalah hotel termewah di Bukittingi, namun karena kami memesan lewat situs pemesanan hotel online, kami mendapatkan diskon yang lumayan. Hanya Rp. 600.000 semalam. Sebenarnya hal ini dilakukan selain untuk menikmati liburan kami dengan kamar hotel yang mewah, namun juga untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

Apa maksudnya? Well, sorry to say, Sumatra Barat adalah daerah yang sangat islami. Syariat Islam diperlakukan ketat disini. Jadi para pasangan traveller yang belum menikah, siap-siap saja di grebek malam hari, apabila menginap sekamar berdua. Apapun agama anda. 

Lucunya apabila keadaan ini dilakukan oleh warga negara asing (tinggal sekamar walau belum menikah) maka diperbolehkan. Alasannya karena mereka tidak mengetahui budaya Indonesia. Seolah dikucilkan di negeri sendiri. Maybe this is the only downside on this West Sumatra trip. Disaat backpacker harus berhemat, kami harus membayar dua kamar untuk satu malam. Saya tidak akan berdebat mengenai kebijakan ini. Kekecewaan ini tidak sebanding dengan keindahaan anugerah Tuhan yang Sakaw Travelling alami di Sumatra Barat ini.

Jadi keputusan kami memilih The Hills, hotel termahal dan bintang 4 di Bukittinggi, dengan alasan: 

1. Efisiensi. 2 kamar di guest house seharga sama dengan 1 kamar di The Hills. (Namun The Hills jauh lebih mewah, cyin.)

2. Kemananan. Tidak pernah ada penggrebekan disini. Apa kata dunia apabila ada penggrebekan di hotel bintang 4. Hancur reputasi hotel itu apabila sampai ke situs Trip Advisor.

Itu saja. :) We cheat the system and it feels great. Apalagi kamar kami benar-benar worth it. 

 [caption caption="Cool hotel room"]

[/caption]Mungkin memang sudah takdir kami diijinkan Tuhan menginap di hotel-hotel mewah dalam petualangan kali ini. Kami bersantai sejenak dan menikmati leyeh-leyeh di ranjang hotel berbintang kami. Setelah mandi kami baru beranjak menjelajahi Bukittinggi di sore hari.

Hotel kami berada hanya selangkah dari Alun-alun pusat kota Bukittinggi. Di tengah alun-alun yang selalu ramai dengan wisatawan tersebut, berdirilah sebuah landmark kota Bukittinggi, jam Gadang.

 [caption caption="Jam Gadang menjulang megah"]

[/caption]Menara setinggi 23 meter, kebanggan warga Bukittinggi ini, berdiri gagah di pusat kota sebagai simbol kebesaran warga Minang. Dihibahkan oleh Ratu Belanda kepada Rook Maker, Controleur Fort de Kock (Bukittinggi) pada tahun 1926.

[caption caption="Pemalakan terselubung"]

[/caption]Di kawasan Alun-alun Jam Gadang kami tertarik dengan badut-badut yang berkeliaran meminta difoto bareng wisatawan. Kami pun dipaksa untuk berfoto bersama. Ya sudah kami ngalah. Jepret. Kelihatan lucu kan? No. Ga lucu sama sekali. Don't take a picture with these clowns. Disuruh bayar Rp. 15.000, bo. Berasa dipalak. Semoga berkah ya, mas. :)

 [caption caption="Kalau yang ini harus dicoba. Mie diatas kerupuk."]

[/caption]

Akhirnya matahari perlahan terbenam, meninggalkan semburat warna jingga yang indah. 

 [caption caption="Sunset at Bukittinggi"]

[/caption]Semakin malam suasana di Alun-alun Jam Gadang semakin ramai. Sakaw Travelling sempat mengunjungi Pasar Atas dan Pasar Lereng namun tidak ada yang terlalu menarik. Kami beranjak meninggalkan Jam Gadang. Masih berjalan kaki santai, kami menuju ke Benteng Fort de Kock. Bukan untuk berwisata, namun untuk makan malam. Di depan tempat wisata tersebut terdapat Rumah makan Family Benteng Indah, biasa disebut dengan RM Benteng. Disana terdapat Ayam Pop yang melegenda. Giliran Sakaw Travelling yang membuktikannya.

 [caption caption="Rumah makan yang sederhana namun selalu ramai dikunjungi wisatawan"]

[/caption]Rumah makannya cukup sederhana, namun dipenuhi oleh wisatawan dan keluarga yang kelaparan. Rumah makan ini memang tersohor sebagai destinasi makan malam di Bukittinggi.

 [caption caption="Ayam Pop yang melegenda"]

[/caption]Konon rumornya, menu Ayam Pop di restoran Padang seluruh Indonesia, berasal dari rumah makan kecil ini. Ayam kampung yang direbus lalu digoreng dengan bumbu rahasia turun temurun ini terlihat seperti mentah dan pucat. Namun begitu disantap, saya akhirnya mengerti citarasa asli Ayam Pop. Ayamnya begitu gurih dan lembut dengan bumbu yang beitu meresap. Dinikmati dengan sambal merah yang berbeda dengan RM Padang biasa, saya seolah tidak ingin momen mengunyah ini berakhir. 

Dua buah ayam tandas oleh saya sendiri. Diet? Lupakan sajah... Rumah makan ini merupakan salah satu highlights bagi saya di kota Bukittinggi. Kembali ke hotel setelah belanja kacang rebus, kami dalam sekejap terlelap kelelahan.

Hari kelima adalah hari spesial bagi Sakaw Travelling. Sebuah hari penuh kenangan, petualangan dan pemandangan indah yang dimulai dengan sarapan mewah.

[caption caption="Breakfast at The Hills"]

[/caption]

Ngarai Sianok

Hari ini adalah hari Bukittinggi bagi kami. Hampir seluruh spot pariwisata Bukittingi kami kunjungi hanya dalam waktu satu hari (Yes, kami memang maruk). Are you ready? Let's roll.

 [caption caption="Si "Hijau" yang setia menemani Sakaw Travelling"]

[/caption]

Ngarai Sianok. Keindahan lereng-lereng curam nan hijau merasuk jiwa disetiap arah memandang. Panorama yang sehari-hari dilihat warga Bukittinggi adalah anugerah bagi Sakaw Travelling. Kereeen buaaangeeet, fellow traveler! Ga bo'ong!

Ngarai Sianok merupakan sebuah lembah sempit yang dikelilingi oleh bukit-bukit bertebing curam yang dihiasi dengan aliran sungai kecil di tengahnya. Kontur Lembah Sianok terbentuk karena proses turunnya sebagian lempengan bumi, sehingga menimbulkan patahan berwujud jurang yang curam. 

 [caption caption="Pemandangan menakjubkan disetiap arah memandang"]

[/caption]

 [caption caption="Sungai di Tabiang Takuruang"]

[/caption]

Tidak ada puasnya, kamera Ayu bekerja dan memenuhi memory card kami. Disetiap beberapa meter, motor kami berhenti untuk mengabadikan lukisan alam yang memukau. Suasana yang damai dan tentram ditambah udara yang bersih dan segar, membuat Sakaw Travelling rileks dan melupakan kepenatan.

 [caption caption="Lukisan alam yang megah"]

[/caption]

Kicauan burung dan gemericik sungai menjadi backsound alami yang menenangkan hati. Di zaman kolonial Belanda, jurang ini disebut juga sebagai karbouwengat atau kerbau sanget, karena banyaknya kerbau liar yang hidup bebas di dasar ngarai ini.

 [caption caption="Kerbau-kerbau gemuk berkeliaran bebas di dasar ngarai"]

[/caption]

Ngarai ini membentang sejauh 15 km dari sisi selatan Nagari Koto Gadang hingga Nagari Sianok Enam Suku, dengan kedalaman tebing mencapai 100 meter dan lebar celah sekitar 200 meter.

Patahan di Sianok ini merupakan bagian dari Patahan (Sesar) Semangko yang membelah Pulau Sumatera menjadi dua bagian memanjang dari Aceh hingga Teluk Semangka di Lampung. Sesar Semangko sendiri merupakan lokasi patahan yang membentuk Pegunungan Bukit Barisan. 

Ngarai Sianok merupakan wujud visual yang paling jelas dari aktivitas pergerakan lempeng bumi (tektonik) di Pulau Sumatera ini. Proses terbentuknya patahan tersebut menghasilkan sebuah kawasan yang subur dengan panorama yang indahnya tidak terkalahkan.

[caption caption="Sebuah gradasi warna ciptaan Yang Kuasa"]

[/caption]

Great Wall of Bukittinggi

Let's move on, karena foto-foto indah di Ngarai Sianok tidak ada habisnya di hard disk saya. Setelah puas berkendara sambil menghabiskan memory kamera, Sakaw Travelling pergi ke Great Wall of Koto Gadang. Yes, bukan cuma Tiongkok yang memiliki Great Wall. Obyek wisata yang bernama lain Janjang Saribu ini memiliki jarak 1 km, dari ujung ke ujung dan lebar 2 meter. 

 [caption caption="Ratusan anak tangga di Janjang Saribu"]

[/caption]

Pembangunan Janjang Saribu ala Tembok China merupakan ide dari mantan Menkominfo RI Tifatul Sembiring, yang juga merupakan putra asli kota Bukittinggi. Pembangunan ini tidak menggunakan dana APBD maupun APBN, tapi murni bantuan pribadi sang menteri dan sejumlah pengusaha Jakarta.

 [caption caption="Lookout post di salah satu sudut Great Wall"]

[/caption]

 [caption caption="Lepas jaket karena keringat sudah mengalir"]

[/caption]

Setelah paru-paru dan jantung bekerja keras menaiki ratusan anak tangga, akhirnya kami sampai di pucuk. Dan luar biasa, pemandangan dari atas Janjang Saribu begitu menawan.

 [caption caption="Capturing the moment and keep it inside my heart"]

[/caption]

[caption caption="Ngarai Sianok dari puncak Janjang Saribu"]

[/caption]

Kami santai sejenak melahap pemandangan surga hijau ditemani kopi susu hangat, sebelum melanjutkan perjalanan ke Taman Panorama. Lokasi mainstream untuk menikmati Ngarai Sianok yang berada di tebing seberang dimana kami berada saat ini. Lagi-lagi Sakaw Travelling ternganga melihat anugerah Tuhan di Bukittinggi ini.

[caption caption="Ngarai Sinaok Dinikmati dari Taman Panorama"]

[/caption]

[caption caption="Kuburan warga lumayan memistiskan suasana"]

[/caption]

[caption caption="Sang Petualang"]

[/caption]

Seperti yang saya katakan di awal tulisan ini, chapter Bukittinggi memang bagian paling sulit untuk ditulis. Terlalu banyak foto-foto indah di obyek-obyek wisata yang berlimpah, sampai saya kewalahan untuk memilihnya. Betapa beruntung warga Bukittingi yang buminya diciptakan Tuhan saat Beliau sedang tersenyum.

[caption caption="Tepat diseberang puncak Janjang Saribu"]

[/caption]

Tidak rela beranjak, namun kami harus mengisi perut. Energi kami terkuras habis saat menaiki ratusan anak tangga Janjang Saribu. Dan incaran kuliner kami adalah Gulai Itik Lado Mudo Ngarai. 

[caption caption="THE BEST dining experience in West Sumatra"]

[/caption]

Hands down, this is THE BEST MEAL i had in Sumatra Barat. Bebek yang digunakan masih muda, dan sangat lembut namun sangat pedas. Digodok bumbu rempah dan cabai dalam waktu yang sangat lama. Sangat serius pembuatannya. Daging cincangnya juga luar biasa nikmat. 

[caption caption="Bebek muda dengan kepedasan yang meresap sampai ke tulangnya"]

[/caption]

Keringat bercucuran saat melahap kuliner ini, namun semakin pedas, semakin semangat kami menyantapnya tandas. Jadikan Gulai Itik Lado Mudo, kunjungan wajib kuliner jika anda sedang travelling ke Bukittinggi. Sungguh, amatlah rugi apabila sampai terlewat.

Lunch, done. Next destination! Tujuan Sakaw Travelling berikutnya adalah Benteng Fort de Kock. 

[caption caption="Benteng Fort de Kock, obyek wisata "Gaje""]

[/caption]

Menurut saya, obyek wisata disini yang paling "apeu", atau paling "gaje" (ga jelas). Sebuah benteng kecil ditengah taman dimana diseberangnya terdapat kebun binatang asal-asalan yang disambungkan oleh jembatan. Kebun binatang yang bernama: Taman Marga Satwa Budaya Kinantan, lebih mirip tempat penyiksaan hewan. Lahan yang digunakan begitu sempit, sehingga satwa didalamnya tidak memiliki ruang gerak yang cukup. Gajah disana bahkan dengan kejam dirantai. Terdengar ritmis gemerincing rantai setiap beberapa detik, karena sang gajah hendak melepaskan diri dari bebat di kakinya. 

[caption caption="Ibu anak gajah yang diranta"]

[/caption]

[caption caption="White tail deer yang hidup terkungkung"]

[/caption]
White tail deer yang hidup terkungkung

Binatang-binatang lain juga terlihat tidak terawat. Pilu sekali melihatnya. Apabila anda pencinta binatang, jangan masuk kedalam kebun binatang ini, kalau tidak mau hati anda teriris menyaksikan derita satwa didalamnya.

Cukup 15 menit kami didalam kawasan Benteng Fort de Kock ini, kami pun keluar sambil geleng-geleng kepala. Just a suggestion. Kalau anda travelling ke Bukittinggi namun tidak memiliki banyak waktu, SKIP tujuan wisata ini!

 [caption caption="Keramaian kota Bukittinggi dari ketinggian"]

[/caption]

 
Mesmerizing Tarusan Kamang Lake

Matahari belum turun dan petualangan Sakaw Travelling di Bukittinggi belum usai. Kami memacu motor kami, si "Hijau" 20 km keluar kota Bukittinggi. Tentunya lagi-lagi melalui pemandangan yang menyejukan hati.

[caption caption="Sawah membentang dikaki bukit"]

[/caption]

Sawah-sawah membentang luas, menandakan pertanian merupakan motor utama ekonomi daerah Bukittinggi. Saya dan Ayu membicarakan banyak hal selagi berkendara seperti ini. Memang momen ngobrol di motor menjadi kegiatan wajib dan sangat menyenangkan. Sesi curhat di alam terbuka dengan yang tercinta. Eee cieee. Tapi biasanya semua dirusak ketika nyanyian absurd Ayu dimulai. "Sekarang jamannya makan sosis... Sosisnya enak lezat bergizi..." Drop shaay. :D

[caption caption="Padi yang baru ditanam di tanah Sumbar yang subur"]

[/caption]

Setelah sekitar 40 menit berkendara, sampailah kami ke Danau Tarusan Kamang. Seketika itu juga Sakaw Traveling terpukau kembali akan sebuah karya alam yang spektakuler. Danau Tarusan Kamang, yang konon sudah ada sejak 70.000 tahun yang lalu ini, begitu unik. Keunikan danau seluas 38 hektar ini terletak pada perilaku airnya. Suatu waktu danau tersebut terlihat begitu luas, namun tiba-tiba airnya menjadi surut dan dalam sepekan bisa menjadi hamparan padang rumput nan hijau. Karenanya, warga sekitar biasa menamakannya dengan sebutan Danau Dua Muka.

[caption caption="Danau Tarusan Kamang yang masyur"]

[/caption]

Fenomena alam ini bisa terjadi karena terdapatnya sungai bawah tanah. Ketika air tanah meninggi, maka lorong-lorong di bawah danau mengeluarkan debit air tersebut dan terciptalah danau yang luas dan indah. Apabila air sungai bawah tanah menurun, air tersedot masuk sehingga hanya tampak padang rumput yang luas. 

[caption caption="Ayu di Padang Dopo"]

[/caption]

Ditengah danau tersebut terdapat sebuah pulau yang dinamakan warga Padang Doto. Terdapat 1 buah pohon diatasnya. Pulau ini disebut-sebut sebagai pulau ajaib. Ketika air mengering pulau itu ikut turun dan ketika air meninggi, Padang Doto itu ikut naik. Ayupun dengan girang mencoba menjelajahi pulau tersebut dengan menaiki rakit bambu yang dikemudikan warga seharga Rp. 10.000 pulang-pergi.

[caption caption="Ayu menyeberangi danau dengan rakit bambu"]

[/caption]

Kehidupan di kaki bukit barisan, Kamang Mudiak ini terlihat begitu damai dan tenteram walau sederhana. Segala jenis binatang juga hidup bebas dan menikmati keberadaannya. Kenyataan indah yang terpampang didepan mata sendiri ini yang membuktikan bahwa materi dan kekayaan duniawi bukanlah aspek penentu kebahagiaan. Begitu syahdu batin di ini meresapi ke-elokan bumi Koto Gadang.

[caption caption="Binatang-binatang yang hidup bebas di alam Kamang Mudiak"]

[/caption]

[caption caption="Ketenangan sempurna di alam Sumbar"]

[/caption]

[caption caption="Kalakuan budak lolo"]

[/caption]

 [caption caption="Narsis sedikit"]

[/caption]

Di satu momen, kami hanya duduk diam diatas rumput. Tidak lagi selfie, semua sudut sudah kami explore. Hanya hening sembari memandang ke arah danau. Menghirup udara dingin. Mereguk suasana. Mengabadikan kirana. Menikmati tenang.

[caption caption="Walking back home"]

[/caption]

Tabiang Takuruang

Sore menjelang, kami harus kembali ke Bukittinggi. Dengan enggan kami beranjak meninggalkan Tarusan Kamang yang selamanya tersimpan di hati. Rencananya kami akan menikmati makan malam di Taruko cafe dengan keindahan Tabiang Takuruang. Sebuah bukit yang menjulang tinggi di antara ngarai dan hamparan sawah. Eksotisme monumen alam dengan sebuah pohon mistis dipucuknya.

 [caption caption="Eksotisme Tabiang Takuruang"]

[/caption]
 

 [caption caption="View menakjubkan dari Taruko cafe"]

[/caption]

Sayangnya Taruko Cafe nampaknya baru merintis usahanya. Sehingga tenaga kerja yang ada tidak memadai untuk melayani tamu yang sore itu datang berkunjung cukup ramai. Setelah menunggu sekitar 40 menit tanpa ada makanan yang datang, pesanan pun kami batalkan.

[caption caption="Hotel bernuansa alam di Taruko"]

[/caption]

Lokasi yang sempurna dengan konsep bisnis yang sempurna pula, dimana selain cafe terdapat juga hotel bertema alam. Sangat disayangkan potensi tersebut belum diimbangi dengan jumlah dan kualitas karyawannya.

Akhirnya makan malam kami dialihkan ke nasi goreng "Mama". Sebuah spot kuliner yang banyak direview wisatawan yang berkunjung ke Bukittinggi. 

[caption caption="Nasi goreng "Mama""]

[/caption]

[caption caption="Panci besar yang sedang digunakan untuk memasak beberapa porsi nasi goreng"]

[/caption]

Just another fried rice really, tapi ketika dinikmati di dinginnya udara Bukittinggi malam hari entah mengapa jadi terasa lebih nikmat. Ditambah telur dadar dan gorengan, makan malam ini menjadi penutup sempurna dari hari sibuk penuh kekaguman akan Bukittinggi ini.

Sangat jarang sebuah hari yang begitu sempurna terjadi dalam travelling. Bukittinggi - Koto Gadang, memberikan nostalgia berwarna yang terus lekat di ingatan.

 

Sakaw Travelling to be continued to West Sumatra Chronicles - Chapter IV

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun