Seperti yang saya katakan di awal tulisan ini, chapter Bukittinggi memang bagian paling sulit untuk ditulis. Terlalu banyak foto-foto indah di obyek-obyek wisata yang berlimpah, sampai saya kewalahan untuk memilihnya. Betapa beruntung warga Bukittingi yang buminya diciptakan Tuhan saat Beliau sedang tersenyum.
[caption caption="Tepat diseberang puncak Janjang Saribu"]
Tidak rela beranjak, namun kami harus mengisi perut. Energi kami terkuras habis saat menaiki ratusan anak tangga Janjang Saribu. Dan incaran kuliner kami adalah Gulai Itik Lado Mudo Ngarai.Â
[caption caption="THE BEST dining experience in West Sumatra"]
Hands down, this is THE BEST MEAL i had in Sumatra Barat. Bebek yang digunakan masih muda, dan sangat lembut namun sangat pedas. Digodok bumbu rempah dan cabai dalam waktu yang sangat lama. Sangat serius pembuatannya. Daging cincangnya juga luar biasa nikmat.Â
[caption caption="Bebek muda dengan kepedasan yang meresap sampai ke tulangnya"]
Keringat bercucuran saat melahap kuliner ini, namun semakin pedas, semakin semangat kami menyantapnya tandas. Jadikan Gulai Itik Lado Mudo, kunjungan wajib kuliner jika anda sedang travelling ke Bukittinggi. Sungguh, amatlah rugi apabila sampai terlewat.
Lunch, done. Next destination! Tujuan Sakaw Travelling berikutnya adalah Benteng Fort de Kock.Â
[caption caption="Benteng Fort de Kock, obyek wisata "Gaje""]
Menurut saya, obyek wisata disini yang paling "apeu", atau paling "gaje" (ga jelas). Sebuah benteng kecil ditengah taman dimana diseberangnya terdapat kebun binatang asal-asalan yang disambungkan oleh jembatan. Kebun binatang yang bernama: Taman Marga Satwa Budaya Kinantan, lebih mirip tempat penyiksaan hewan. Lahan yang digunakan begitu sempit, sehingga satwa didalamnya tidak memiliki ruang gerak yang cukup. Gajah disana bahkan dengan kejam dirantai. Terdengar ritmis gemerincing rantai setiap beberapa detik, karena sang gajah hendak melepaskan diri dari bebat di kakinya.Â
[caption caption="Ibu anak gajah yang diranta"]