Mohon tunggu...
Deep Bongiovi
Deep Bongiovi Mohon Tunggu... -

Just a deep thought...

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

West Sumatra Chronicles II - Finding Painan

18 Maret 2016   18:29 Diperbarui: 24 Maret 2016   19:37 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="West Sumatra Chronicles II - Finding Painan"][/caption]A good night rest heals everything. Bangun dari tidur tak bermimpi yang terasa cuma semenit, Sakaw Travelling kembali bersemangat mengarungi alam indah Sumatra Barat. Hari ini, it's a motorcycle ride day. Setelah kemarin cuaca tidak bersahabat dan sinis (cuaca koq sinis...), pagi ini sang mentari, walau belum gagah, namun telah memancarkan kembali hangatnya. Btw, post ini adalah hari ketiga petualangan Sakaw Travelling di Sumatra Barat. Wanna check out the first part of the journey?

Go to West Sumatra Chronicles - Chapter I

[caption caption="Roadtrip melewati hijaunya sawah, jernihnya sungai, indahnya alam"]

[/caption]LET'S GO!!!

Motor kami si "Hijau" pun melaju. Perjalanan kota Padang ke Painan sejauh 77 km dan ditempuh dalam waktu 3 jam. (Nyetir santai...) Sakaw Travelling menikmati setiap menitnya karena udara yang segar dan panorama hijau memanjakan indera. Sungai, sawah, pepohonan, sapi gemuk sedang pup, membuat tiada bosan berkendara diantara sederhananya kehidupan desa.

Sakaw Travelling, saya dan Ayu, seperti biasa memanfaatkan momen-momen berkendara seperti ini untuk saling bercerita, menumpahkan isi hati, menggosipkan teman, sampai bertengkar, ngambek dan baikan kembali. Ayu juga seringkali mengisi waktu dengan membagikan suaranya yang indah kepada alam dengan bernyanyi: "Mendaki gunung, lewati lembah, sungai mengalir indah ke samudra, bersama kawan bertualang..."

[caption caption="Kesegaran alam terlukis indah diantara gunung dan sawah"]

[/caption]Sakaw Travelling tiba di pantai Carocok, Painan, saat beranjak tengah hari. Awalnya timbul sedikit gamang karena (eeeh bujubuseeeet) ramainya. Saya bertanya-tanya koq bisa di daerah terpencil dengan nama lokasi yang asing terkumpul ratusan orang seperti ini (Kalau Phi Phi Island, ga heran... Lah ini, Painan). Kami menyeberang dari pantai Carocok karena semua orang nampak pergi ke sebuah pulau diseberang tidak jauh dari pantai. Cukup mengeluarkan kocek Rp. 10.000 / orang, kami menaiki kapal menuju pulau Cingkuak. Pulau ini konon lokasi perdana penjelajah Portugis menginjakan kaki mereka di tanah air. Prasasti dan reruntuhan benteng-benteng bekas kejayaan bangsa Portugis juga masih terlihat disini.

[caption caption="Painan terutama Pantai Carocok ternyata menjadi tujuan wisata banyak wisatawan dari pulau Sumatra"]

[/caption]

Water sport heaven

Kapal sewaan mendarat seraya ternganganya mulut saya dan Ayu. Lautan manusia berderet berantakan di pasir pantai dan pesisirnya. Kumaha berenangnya? Kumaha maennya? Kumaha fotonya? Pabalatak kieu... (Pabalatak teh sundana berantakan, semacam pecahan astor, kituh). Dengan lemas kami menyewa tikar seharga Rp. 10.000 untuk meletakan carrier kami, duduk dan memandangi ratusan manusia bergelimpangan layaknya sarden di pantai. (Sarua jeung Ancol pas libur, siah). Sambil termenung, saya menyadari sesuatu. Semakin diperhatikan, saya semakin mengerti kalau hiburan utama di pantai Carocok bukanlah pantai yang jernih dan tenang nan damai, semacam Derawan atau Karimun Jawa. Namun atraksi utamanya adalah water sport, semacam Teluk Benoa, namun yang murah meriah bagi turis lokal.

Itulah mengapa calo-calo water sport sejak awal datang, saya lihat berkeliaran di sepanjang pantai menjajakan permainan air seperti jet ski, banana boat, bandwagon, flying fish, etc dengan harga yang jauh lebih terjangkau dibandingkan dengan permainan air yang biasanya hanya untuk kalangan elit di Tanjung Benoa, Bali. Semangat pun timbul kembali. Kapan lagi menjajal watersport mewah dengan harga kaki lima. Setelah tawar menawar namun gagal 😂 (ga bisa nawar, euy), kami mencoba main jet ski goncengan berdua seharga Rp. 80.000 selama 10 menit. Bandingkan dengan Bali tahun 2008 yang seharga Rp. 250.000. Ini adalah langkah bersejarah, secara belum pernah sebelumnya saya menyetir jet ski macam James Bond dikejar Lex Luthor. Dengan lagak bak Italian Job, saya memacu jet ski sekencang-kencangnya. Ayu dibelakang memeluk santai dan sedikit bosan, karena "sekencang-kencangnya" saya, setara dengan kecepatan odong-odong. Yang terpenting, gaya dulu Ethan Hunt, tapi Ethan Hunt yang berhati-hati dalam berlalu lintas.

Sebelumnya, kami sudah berjanjian bertemu dengan salah dua sahabat Sakaw Travelling, sepasang suami-istri, Budiman dan Rahmi di Pantai Carocok ini. Semacam kopi darat, tetapi couple. Setelah mereka tiba, maka semakin murah kami dapat menikmati hiburan yang seharusnya elit ini, karena biaya di bagi 4.

Sebagai traveler miskin, Sakaw Travelling harus memiliki banyak strategi untuk plesir murah tapi maksimal. Salah satunya adalah membagi pengeluaran dan kesenangan dengan traveler lain.

[caption caption="Puluhan permainan air atau water sport tersedia bagi ratusan pengunjung"]

[/caption]

Hanya dengan Rp. 200.000 sekali main selama 10 menit atau Rp. 50.000 / orang, Sakaw Travelling dapat menjajal permainan adrenalin tinggi yang memacu jantung.

[caption caption="Permainan air penuh adrenalin ini sangat diminati dan menjadi primadona wisata bahari Painan"]

[/caption]

Berkali-kali kami dipacu kecepatan tinggi di laut Painan yang indah. Kepuasan yang belum pernah saya rasakan dan alami baik dalam kuantitas maupun kualitas water sport game. Teriakan pelepas stress kami keluarkan sekuat kerongkongan. AAAAAAANNNYYYYIIIIIIIIIINGGGGG.

[caption caption="Tidak jarang wisatawan terjatuh disaat permainan. Namun tidak perlu khawatir, karena kita diharuskan mengenakan life jacket."]

[/caption]

Sekitar 3 jam kami habiskan bermain di pantai Carocok ini dengan kepuasan dan kelelahan yang berkualitas. Sebenarnya masih ingin rasanya terus disini dan melanjutkan rasakan percikan adrenalin dari ombak yang pecah, namun matahari terus turun dan Painan masih harus diexplor. Kapal kembali membawa kami ke pantai Carocok dan kami pun berlalu. Selamat tinggal Pantai Carocok.

[caption caption="Setelah 3 jam berpacu dengan adrenalin dan debur ombak, rombongan Sakaw Travelling kembali ke daratan."]

[/caption]

Bukit Langkisau

Next destination adalah sebuah spot tertinggi untuk menikmati pemandangan ke segala penjuru Painan. Bukit Langkisau. Sakaw Travelling memacu motor hijau kami ke puncak bukit yang ternyata cukup jauh dari dasar. Memakan waktu 10 menit, kami menyiksa si "hijau", sahabat seperjalanan kami yang setia, dan sampailah kami ke pucuk. Pemandangan dari atas Bukit Langkisau adalah salah satu highlights dari West Sumatra Chronicles. Keeerrreeeen aaannjiiirrr, kaka...

[caption caption="Pemandangan dari ketinggian puncak bukit mengarah ke segala penjuru Painan"]

[/caption]

Kaca mata hitam 20 ribuan sudah terpasang, rambut sudah kembali dirapihkan dan foto demi foto diabadikan sepuasnya agar tiada penyesalan. Photo session berlangsung seru sampai kamera memanas dan memory menipis. Dari titik ini, apabila cuaca baik dan angin berhembus tidak terlampau kencang, paralayang berterbangan indah menghiasi langit. Sayangnya cuaca sore itu kurang sempurna sehingga hanya langit kelabu (namun tetap fotogenik) dan matahari yang beranjak terbenam menjadi latar foto kami.

[caption caption="Sosok siluet beradu dengan matahari tenggelam di Bukit Langkisau"]

[/caption]

Perasaan seakan berada diatas segalanya mengisi benak kami. Sebuah sensasi romantisme surga yang menjadi tujuan kami backpacking dan bertualang. Dikeheningan, suara "merdu" Ayu kembali merebak sunyi: " Memandang langit dari atas bukit, sejauh pandang ku lepaskan...". Saya pun diam-diam berangsur menjauh. 😰

[caption caption="Cekungan teluk yang menawan, anugerah alam bagi Painan"]

[/caption]

Puas melahap pemandangan menawan, dan berpose bak peragawan, baru kami sadar betapa lapar perut kami, sedari siang belum terisi. Saatnya melengkapi kebahagiaan ini dengan Indomie kuah telor.

[caption caption="Sensasi menikmati Indomie hangat di ketinggian 500 dpl Bukit Langkisau"]

[/caption]

The way back

Perjalanan pulang ditempuh lebih lama dengan kami sempat berhenti di spot-spot mengagumkan dan santai menikmati alam Painan dan tentunya berpose kembali. Travel companion kami, Budiman dan Rahmi, pamit duluan dan kami pun berpisah. Mungkin sudah muak menyaksikan kenarsisan kami. 😄 They are great travel buddies. Sampai hari ini silahturahmi masih terjalin erat di alam Facebook.

[caption caption="Pemandangan yang "biasa" di daerah Painan"]

[/caption]

[caption caption="Infrastrukur jembatan sebagai jalur transportasi kendaran roda dua"]

[/caption]

Tidak cukup narsis, kami juga sempat berhenti untuk mencoba Durian asli Painan. Durian ini ternama di kalangan masyarakat minang sebagai salah satu Durian ter-nikmat di Sumatra Barat. Buahnya tidak terlampau besar namun isinya maksimal baik kuantitas dan kualitasnya. Betapa ramah kami disapa oleh bapak penjual durian dan warga Painan. Mereka begitu heran menyaksikan dua mahkluk aneh yang berperawakan sangat asing dengan gembolan backpack dipunggungnya. Pemandangan langka akan kami di Painan mungkin sebuah pertanda bahwa belum terlampau banyak turis asing maupun lokal yang berkunjung ke sini. Bisa jadi disebabkan karena jarak yang terlampau jauh dan infrastruktur jalan dan penginapan yang masih kurang memadai. Sungguh disayangkan karena Painan memiliki potensi wisata yang tinggi.

[caption caption="Durian ini ternama di kalangan masyarakat minang sebagai salah satu Durian ter-nikmat di Sumatra Barat."]

[/caption]

[caption caption="Buah Duriannya tidak terlampau besar namun isinya maksimal baik kuantitas dan kualitasnya"]

[/caption]

Driving blind

Selain kendala infrastruktur jalan yang belum sempurna, fasilitas penerangan jalan adalah PR bagi pemda setempat dan kejutan bagi kami berdua. Sakaw Travelling benar-benar harus membayar leha-leha kami membuang waktu karena harus menghadapi salah satu tantangan terbesar dalam sejarah petualangan kami. Matahari beringsut semakin terbenam dan langit mulai meredup. Si "hijau" saya pacu secepatnya namun masih dalam batas hati-hati, namun jalanan seakan tiada berakhir. Dan perlahan tibalah kegelapan murni. Kami berkendara hanya mengandalkan lampu motor dan penerangan dari rumah warga. Dari 77 km jarak tempuh Painan-Padang setengahnya kami lalui didalam pekatnya malam. Maaak jaaan.

[caption caption="Sungguh kondisi yang sangat berbahaya untuk berkendara di kegelapan total seperti ini"]

[/caption]

Jantung berdegup kencang. Bukan hanya berhati-hati jangan sampai ditabrak, ketabrak, atau jatuh terjungkal, tapi juga takut bertemu sosok putih di tengah jalan minta ikut gonceng (kawaw urusan). Jalanan semakin sepi. Sesekali lampu mobil belakang memantul dari kaca spion menyilaukan pandangan. Sudah meraba dalam gelap dibutakan sinar lampu langsung ke mata dan jalan bolong dimana-mana. Sempurna. Akhirnya setelah satu setengah jam yang intens, cahaya mulai terlihat kembali. Sakaw Travelling selamat lagi dari kelalaian memperkirakan waktu. Sujud syukur di tengah jalan.

Dalam travelling, banyak hal yang dapat terjadi. Namun hal-hal yang paling dingat dan dikenang traveler bahkan sampai seumur hidup adalah kejadian dimana rintangan ada dihadapan dan mampu diatasi dan dilewati walaupun cemas melanda, badan gemetar gamang dan bulu kuduk merinding. Pengalaman semacam ini yang akan para traveler gunakan selain sebagai refrensi dalam kehidupan, namun juga sebagai cerita sebelum tidur kepada cucu-cucu mereka di masa senja. Betapa petualangan hidup yang paling berarti adalah saat kita takut namun terpaksa berani dan berjuang maju selangkah lagi.

Masih panjang perjalanan ketika Sakaw Travelling tiba di Bungus Teluk Kabung yang sudah benderang. Keringat dingin yang keluar di petualangan mendebarkan tadi membuat kami memutuskan untuk menenangkan syaraf dan rehat sejenak. Apa yang membuat hati Ayu tenang kembali? Makan tentunya. Kami makan malam di restoran semi permanen pinggir jalan yang menyajikan makanan khas Bungus yaitu Gulai Kakap. Makan khas Sumbar ini begitu ternama di teluk Kabung, sampai-sampai warga Padang rela menempuh perjalanan satu jam dari kota untuk menikmatinya. Beruntung kami mendapatkan Gulai Kakap terakhir yang kami tandaskan dengan penuh dendam.

[caption caption="Gulai Kakap adalah kuliner nikmat unggulan Daerah Bungus Teluk Kabung"]


[/caption]

OMG... that was so good. Seleruh ketegangan sirna dan kami siap melanjutkan perjalanan pulang ke Padang. All aboard! Waktu 1,5 jam tidak terasa kami tempuh dan akhirnya kami sampai ke kamar hotel tercinta. Betapa saya merindukan shower dengan hot water tercinta. Bisa membersihkan diri dari hantu-hantu yang melekat di jalan Painan tadi. Kami berdua menutup hari dengan jatuh terlelap terbawa malam.

Sakaw Travelling has found Painan. :)

 

To be continued to West Sumatra Chronicles - Chapter III

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun