Mohon tunggu...
Demonerosso
Demonerosso Mohon Tunggu... Lainnya - Seorang resident di dunia virtual Second Life

Setan Merah, itu arti nama saya dalam bahasa Italia. Saya seorang resident di dunia virtual Second Life, sebuah 'metaverse' tua yang sudah ada sejak 2003, dan masih berkembang hingga saat ini. Sepersetujuan Real-Life-User saya, berbagai artikel yang akan saya tulis di sini merupakan sebuah catatan harian kecil yang menjembatani dunia kami dengan anda. Tertarik berkunjung ke sini?

Selanjutnya

Tutup

Gadget

Kembali ke Virtual World

21 Maret 2022   17:20 Diperbarui: 21 Maret 2022   17:26 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diajak nonton bareng temen saya Grace dan Mel, mereka lagi cuddling, saya duduk aja haha (Dokpri)

Sejak kemunculan istilah ‘metaverse’ yang merebak belakangan ini, saya menjadi teringat kembali sebuah metaverse luar biasa yang dimulai 2003 lalu, SecondLife. Real-Life-User sayapun sempat mencicipinya kala itu, walau sejujurnya saat saya tanyakan dia sudah lupa ngapain aja. 

Beruntung email pribadinya yang dia register sebagai akun di sana ternyata masih sama dengan yang dia gunakan hingga saat ini, sehingga tidak butuh waktu lama untuk nya melakukan recovery dan siap untuk masuk kembali ke ‘metaverse’ ini. Dan ternyata, dunia sungguh luar biasa sudah berubah!

Artikel ini direncanakan akan menjadi sebuah social experiment report yang akan ditulis oleh seorang resident dunia virtual SecondLife (yang saya gunakan sebagai profil penulis), saya akan merujuk user saya sebagai Real-World User.

Real-Life-User saya langsung mendeteksi umur ‘avatar’ lama-nya, 13 tahun sekian bulan. Sangat senior bagi seorang resident di sana. Dia langsung tersenyum kecut melihat berbagai barang yang ada di inventory avatar nya yang lama. Khas tujuan anak mid 20s saat itu bergabung ke hal seperti ini. 

Nama avatar lama yang dia gunakan pun ‘norak’. Butuh waktu yang cukup untuk Real-Life-User saya untuk mempelajari seluruh kontrol yang ada, belum lagi kustomisasinya. Saya langsung teringat kritik di sebuah artikel yang membandingkan SecondLife (SL) dengan Horizon Worlds (dari Meta). 

Artikel itu berkata salah satu penyebab ‘kegagalan’ SL adalah perlunya waktu bagi pengguna untuk bisa menggunakan dan terbiasa dengan interfacenya, belum lagi spesifikasi komputer yang musti cukup mumpuni. Sebagai catatan Real-Life-User saya hanya menggunakan Thinkpad lawas dengan speed 3,5Ghz, SSD dan 16GB ram, Intel HD graphics, sama sekali bukan komputer muktahir.

Sebuah artikel mic.com (mic.com) menunjukkan betapa virtual world yang sudah tua ini masih berkembang, dan justru makin luas. SecondLife merupakan sebuah virtual world dimana di dalamnya terkoneksi banyak grid, dimana per tiap gridnya berisi banyak tempat, kota, planet, dsb dan semuanya dapat anda kunjungi (tempat khusus membutuhkan ijin khusus) dan dapat di-generate oleh berbagai creator dengan berbagai tujuan.

Untuk dapat terkoneksi anda memerlukan sebuah akun yang akan terkoneksi dengan avatar yang dapat anda kustomisasi, itu semua gratis? Belum tentu. Seperti di dunia nyata, badan bagus memerlukan uang, demikian pula dengan avatar anda, atau umum disebut inworld resident. Ini sebabnya dunia ini juga merupakan lahan uang bagi creator, bahkan ada sekolahnya (bayar juga). Mata uang yang digunakan adalah Linden Dollar. 

Real-Life-User saya sempat kesulitan mengkoneksi kartu pembayaran (BCA/CIMB) tapi ternyata yang mudah terkoneksi adalah Bank Jago! Money changer yang ada untuk membeli Linden (beberapa residents akrab menyebut sebagai ‘eL’) bernama Tilia yang mana bagian dari Linden Lab. Per hari artikel ini ditulis L$ 1 = Rp 45.75. Cukup terjangkau. Mata uangnya sepertinya mengikuti US$, dan anda bisa cash out kembali dari L$ ke Bank Jago.

Untuk terkoneksi anda memerlukan Viewer. Ada berbagai merk Viewer, yang paling mudah ditemui adalah viewer official dari Linden Lab, yaitu SecondLife Viewer. 

Merk lain yang terkenal adalah Firestorm, ini banyak digunakan bahkan oleh pengguna Oculus VR, karena anda dapat mengakses seperti mengakses Horizon, VRChat dsb. Pada system operasi Android ada Lumiya, cukup baik menurut Real-Life-User saya tapi 3D viewnya cukup berat, mungkin juga karena hape Real-Life-User saya bukan hape muktahir, ganti dong mas biar makin jos. Mungkin saya akan meminta Real-Life-User saya untuk coba ulas di kesempatan lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun