Mohon tunggu...
Deedee Caniago
Deedee Caniago Mohon Tunggu... Sr. Corporate Communications -

PR, MC, trip-organizer, flashpacker, travel-writer, talkative, books, music, movies, blog, lots of laugh, tank-top, short pants, ARMY look, rendang, itiak-mudo-lado-ijo, mixmax, teh botol, nyalon, jalan2, makan2, photo2, exotic beach and island, ocean, snorkeling, CAN YOU HANDLE ME ??? :-))

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Panjat Tebing Via Ferrata Part-2: The Preparation

3 April 2017   19:55 Diperbarui: 4 April 2017   15:33 497
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ready to climb with style

Panjat Tebing Via Ferrata Part-1: Introduction.

2 tahun berlalu, hingga minggu lalu saya mendapat ajakan lagi, kali ini dari Maya Halim, pentolan nya My Trip organizer yang kebetulan punya jadwal trip untuk kegiatan Via Ferrata pada hari Sabtu, 18 Maret 2017. Yesss, akhirnya, pikir saya senang. Dengan biaya Rp 350,000/orang termasuk safety equipment, guide, instructor, documentation, makan 1x, transportasi dari dan ke Jakarta, kita udah bisa mengikuti kegiatan ini. Tidak ada minimum peserta, pasti berangkat. So saya segera mendaftarkan diri. Saya juga mengajak teman2 untuk ikut, dan dua teman saya, Ela dan Ervita ikut juga. Sebenarnya sih berangkat sendirian juga enggak masalah, tapi emang lebih asik dan seru lagi kalau ada teman nya.

Sebelum berangkat, kami mendapatkan informasi dari maya mengenai apa saja yang harus dibawa:

-      Pakaian manjat bebas, pakaian olahraga boleh, usahakan yang warnanya cerah

-      Sepatu lari/sepatu sport atau sandal gunung

-      Tas day pack kecil untuk bawa makanan ringan dan air mineral, sebaiknya water proof bag

-      Kamera, Handphone (dan tongsis kalau ada)

-      Sun block

-      Lotion anti nyamuk

-      Pakaian ganti

Kumpulnya hari Sabtu jam 06.00 pagi, lokasinya sih masih sama lokasi dengan 2 tahun yg lalu, di Dunkin Donut’s Plaza Semanggi.

Sabtu tanggal 18 Maret, saya bangun jam 04.30 pagi, masak nasi goreng untuk dibawa, shalat subuh dan mandi. Hah? Masak2 subuh2? Iyess, saya emang mansuia yang tdak bisa hidup tanpa nasi. I mean, hidup tanpa laki masih bisa tahan (biarpun banyak dramanya). Tapi hidup tanpa nasi  ternyata masih belum bisa. Nyoba hidup sehat dengan metode Keto aja nyerah, belum sanggup sayah.

Tadinya pengen pake celana pendek, biar nanti nggak usah pake ganti baju lagi di lokasi. Tapi kok dingin banget ya ? Akhirnya saya memutuskan untuk pake celana panjang dan bawa selimut biar nanti enggak kedinginan di jalan. Ternyata cuaca nya enggak “manula friendly”. Blaaahh.

Daaaan, subuh saya dimulai dengan drama, di saat Uber yang saya pesan jam 05.00 subuh enggak bisa masuk komplek karena di depan komplek sedang berlangsung pekerjaan road construction MRT di depan terminal Lebak Bulus, so saya harus jalan kaki ke depan komplek sejauh 500m. Jalan kaki nya sih enggak apa2 ya, tapi saat itu hujan rintik2 dan saya takut hujan nya bertambah deras sementara jarak ke mobil yang parkir depan komplek masih sekitar 300 m lagi. Saya malas mengeluarjkan jas hujan, karena gerimisnya gerimis tanggung. Lama lama hujan nya makin deras dan saya harus berlari nyamperin transportasi online saya, naik ke mobil dan mobil langsung berangkat ke TKP.  Beuuuhh, subuh2 udah keringetan. Nggak apa2, yang penting alis enggak luntur karena pake pensil alis yang “water proof”.

Saat itu waktu sudah menunjukkan pukul 05.20 menit, deg2an juga karena sepanjang jalan hujan rintik2 yang menyebabkan beberapa titik jalan sedikit meluap airnya sehingga jalanan agak tersendat. Mudah2an enggak terlambat, pikir saya.

Setibanya di TKP pukul 05.50 pagi, ternyata Dunkin Donut’s nya udah bangkut, nggak ada orang sama sekali ditempat bekas restaurant Dunkin Donuts. Saya mulai halu dna mulai ragu, ini bener acara nya hari Sabtu 18 Maret kan ya? Cemas takut salah tanggal.

Ternyata para pesertanya pindah ngumpul di tempat taksi ngetem dan udah banyak yang dating. pheeewww.  Maya dan dua teman saya Ela dan Vita juga sudah tiba. Pukul 06.00 tepat kami sudah bisa masuk mobil. Sayangnya, biarpun kami datang lebih awal daripada yang lain, bangku pertama sudah di book oleh beberapa peserta lain dikarenakan mereka tidak bisa duduk di belakang, takut mabuk katanya, so akhirnya kami mengalah dan duduk paling belakang. Mobil elf nya elf standard untuk kapasitas 15 orang, akan tetapi rasanya ini mobil lebih kecil daripada elf yang biasa saya naiki, karena tempat duduknya sempit2 banget. Kami aja yang kakinya enggak terlalu panjang duduknya harus melipat kaki, apalagi yang kakinya panjang2, jadi harus ganti gaya duduk berkali2 supaya enggak pegel.

Jam 06.30, mobil belum berangkat juga sementara hujan tambah deras. Saya tanya sama Bondan, salah satu guidenya, dia bilang masih tunggu beberapa peserta lagi baru bisa berangkat, panitia hanya bisa menunggu sampai jam 07.00 pagi, apabila pesertanya enggak datang jam segitu, mau ditinggal katanya. Oh well, saya hanya bisa “mencoba” bersabar. Begitulah kalau pergi sama orang Indonesia kebanyakan, suka pada jam karet. I mean, kalau perginya enggak keluar kota sih enggak apa, tapi kalau ke luar kota, waktu itu sangat berharga. Apalagi dengan kondisi perbaikan jalan dimana2. tambah lagi hujan yang menyebabkan potensi terjadinya genangan air, so 5 or 15 minutes time does make difference. Tapi ini kan acara santai ya, nggak usah komplen deh Dee, enjoy aja, toh mau piknik dan jalan2 ini. Saya pun merubah mind set dan menjadi lebih relax. Anyway, jam 06.45 pagi akhirnya semua peserta sudah ada di dalam minibus elf dan kamipun berangkat. Untung mobil AC nya dingin sehingga saya masih bisa tertidur biarpun beberapa kali bangun karena pegel, hehe. 

Mobil kami berhenti di rest area KM 39 dan disana berkenalan dengan beberapa teman baru, Ana, Amica, Ami, Yeni dan Anggi. Rupanya Anggi mengikuti acara ini dengan keluarganya yaitu suami, anak dan adik2. Salah satu peserta menanyakan, apakah ibu2 macam kami sering megikuti kegiatan seperti ini. ((((( Ibu Ibu !!! ))))). Rasanya saat itu juga saya ingin ngaca di toilet sambil teriak kenceng2 : DO I LOOK LIKE IBU-IBU TO YOU? Abis itu saya dan Ervita ketawa ngakak. Ketawa pait, lebih tepatnya. Usia emang enggak bisa boong ya. Biarpun udah dandan alay bin ABG, That wrinkle and freckles don’t lie.tetep aja keliatan tuanya. Ami jadi merasa feeling guilty abis manggil kita ibu-ibu, yang kemudian dia ganti jadi mbak-mbak, hahaha.

Sekitar 15 menit istirahat dan ke toilet, kamipun melanjutkan perjalanan kembali.  Sekitar pukul 10.30 siang, kami berhenti di alfamart dekat lokasi. Selain ke kamar kecil, peserta membeli berbagai snack termasuk jas hujan (bagi yang tidak bawa) untuk melindungi diri dari hujan. Kemudian kami melanjutkan perjalanan. Karena tempat duduknya sempit, kami semua beberapa kali berganti gaya selama di perjalanan, pegel2 boooo. Untung saya bawa bantal tidur, sehingga tidurnya sedikit lebih nyaman dengan menggunakan travel pillow yang berisi pasir tersebut.

Saya lapar sekali, tapi tadi emang sengaja tidak sarapan pagi dulu karena saya ini anaknya beseran, bawaan nya mau pipis melulu, dan kalau sarapan pagi dulu, takut kepancing kebelet pup. Kan repot kalau misalnya sakit perut dan tidak/belum bisa berhenti di jalan. Tapi karena sudah agak siang dan katanya sebentar lagi kami akan tiba di lokasi, so saya yang kelaperan buka bekel, makan nasi goreng yang tadi pagi masak dan bawa sendiri dari rumah. Kenyang dan tenang deh perut udah terisi makanan. 30 menit kemudian, kami belum juga sampai, sehingga saya memutuskan untuk tidur lagi. Kami tiba di TKP sekitar  pukul 12.45 siang. Jadi total perjalanan memakan waktu hampir 6 jam dikarenakan di perjalanan menuju Purwakarta melewati beberapa ruas jalan yang sedang dalam perbaikan yang menyebabkan macet berkepanjangan.

Tiba di lokasi, saya terpesona. Tempat berkumpul yang dulunya hanya rumah sederhana dengan toilet ala kadarnya (toilet yang tidak ada dinding atau atap dengan air kumuh), sekarang sudah berubah menjadi base camp yang bagus. Skywalker sudah mempunyai satu lahan yang lumayan luas, dimana di lahan rumput yang bersih tersebut tersedia dua tenda putih berisi meja dan bangku plus kursi buat kongkow, satu meja bambu panjang untuk tempat makan, dua hammock, camping ground untuk camping di bawah beserta satu space yang diberi terpal untuk shalat. And oh, ada 4 buah kamar mandi, 2 yang pakai shower dan 2 WC duduk yang airnya bersih sekali. 1 ruangan dibikin untuk storage atau gudang penyimpanan dimana kita bisa meletakkan tas2 atau barang2 yang tidak mau dibawa ke atas. Dan sudah ada 1 warung yang dikelola oleh pasangan suami istri penduduk lokal yang memasak makan siang kami yang juga menjual indomie telor rawit beserta gorengan, teh, kopi dan air kelapa muda. Pokoknya, beda dengan 2 tahun sebelumnya, base camp Skywalker ini sekarang jadi bagus, bersih dan nyaman banget! Satu lagi, latar belakang base camp nya adalah gunung parang yang akan kami panjat, hutan dan sawah hijau yang sooooo #instragramable!

Beberapa dari kami segera berganti baju dengan baju yang akan dipakai untuk manjat, yang lainnya shalat dzuhur dulu, selebihnya langsung pada makan siang. Kami makan siang dengan nasi hangat, ikan teri, tahu tempe dan sayur singkong rebus dan lalapan. Sambelnya juara, enak banget! Makan siangnya sederhana, tapi karena cuaca nya mendukung, angin semilir sejuk, saya yang tadinya males makan karena sebelumnya udah kenyang makan nasi goreng akhirnya makan lagi dengan lahap, hahaha.

Setelah selesai makan dan semua peserta udah ke toilet, udah pada pake sun block untuk melindungi kulit dari sengatan matahari, maka kamipun bersiap2 untuk memulai kegiatan.

Hujan tadi pagi sudah selesai, matahari bersinar dengan cerahnya. Beberapa peserta (termasuk saya) berphoto2 di starting point alias di base camp dengan latar belakang gunung Parang, Gunung yang akan kami naiki. Oh ya, di rombongan kami yang 15 orang ini, ada 1 anak yang berusia 8 tahun bernama Sava, anaknya Anggi yang rupanya sudah sering di ajak oleh ayah bunda nya melakukan kegiatan di alam bebas. Tapi saya baru tau bahwa ternyata kegiatan Via Ferrata ini bisa dan boleh dilakukan oleh anak dari usia 5 tahun hingga 70 tahun, dengan catatan kondisi kesehatan dalam keadaan prima. Hebat ini Sava, saya bangga dan terharu liat dia excited untuk ikut kegiatan ini, sampe saya minta photo bareng dia! Haha

Peralatan Via Ferrata.

Selesai photo2, kami semua diminta untuk menggunakan peralatan manjat yang terdiri dari helm dan harness. Helm nya helm keras standard via ferrata yang tahan banting, sementara harness nya berupa tali dengan lanyard satu paket dengan dua carabiner. Carabiner adalah salah satu alat yang berfungsi untuk mengaitkan tali ke hanger, tali ke tali, tali ke harnes dan sebagainya. Dalam dunia panjat, fungsi utama dari carabiner adalah sebagai alat untuk menjaga keamanan si pemanjat, dapat juga di fungsikan untuk mempermudah pekerjaan yang berhubungan dengan kait mengait. Harness dengan lanyard dan carabiner ini dikenakan ke badan, di dikencangkan erat2 supaya ketat dibadan, sehingga tingkat keamanan nya terjaga. Kami semua mulai dipasangkan harness dan memakai helm untuk manjat.

Ketatnya sih nyaman ya, dipakenya di badan, tapi lemak di badannya itu looohhh, karena harness nya bikin baju jadi ketat, mendadak lemak dan perut buncit muncul dimana2, tak sedap di pandang mata. Saya, Ela dan Vita langsung dooong, saling mengingatkan - bahwa nanti kalau di photo di atas, untuk tidak lupa menahan napas atau tahan perut biar perut keliatan rata, hahaha. Sepatu sport atau sneaker atau sandal gunung sudah pada dikenakan. Baju udah matching warnanya sama sepatu sportnya. Alis dan lip gloss pink dove juga udah di pake. Apaaaaaa? Pake alis dan lip gloss? yess, biarpun pun panjat tebing, tapi sini kan flashpacker ya, traveler with style. Anaknya juga kebanyakan gaya, jadi biarpun kegiatan nya out door, boleh dooonng, tetep keliatan cantik di photo.

The briefing

Anyway, setelah photo keluarga, semua peserta berbaris berjalan melalui sawah kayak anak bebek yang digiring ke kandang. Sepanjang jalan pemandangan nya menawan, pemandangan sawah yang hampir di panen ini menyegarkan mata yang sehari2 biasa melihat gedung2 tinggi dan traffic yang macet dimana2. Saya suka sekali sama rumput di tanah yang habis disiram hujan, seger. Biarpun tanah nya sedikit becek habis hujan, tapi untungnya jalan tanah yang dulu licin, sekarang sudah ada undakan tangga nya, sehingga tidak terlalu licin ketika hujan/habis hujan. Kami melewati hutan bambu yang jalan nya menanjak, sehinga sedikit ter engah2 naiknya. Dua atlet lari Ela dan Vita aja sampe ngos2an trekkingnya, apalagi saya, manusia pemalas yang tidak hobby olah raga. Sekitar 10meter kemudian, kamipun tiba di bawah kaki gunung Parang.

Saya iseng nengok ke atas, eyaolooooooo…. Kalau yang biasa panjat tebing mah, mungkin ini macam tebing maenan doang, karena tingginya cuma 150 meter ajah. Tapi bagi saya yang enggak pernah panjat tebing beneran, e buset dot com, tinggi ajaaahhh…!

Disana kami berkenalan dengan instruktur dan pemandu kami, namanya Ajo dan Bondan. Mereka memberikan briefing dan teory bagaimana caranya memanjat dengan menggunakan harness ini yang baik dan benar. Saya sedikit engak konsen dengerin briefingnya. Nyamuknya itu looohhh, banyak dan gede2 bangeeeetttt. Ganassssss ! Semuanya menyerang kami sampai akhirnya salah satu peserta yang bernama Yeni dengan baik hatinya memberikan kami lotion anti nyamuk yang kami oleskan ke seluruh badan. Akhirnya saya mengerti kenapa lotion nyamuk ini masuk dalam list barang2 yang harus dibawa, rupanya karena mosquito attack di lokasi ini.

Dari briefing yang diberikan, saya bisa simpulkan dua cara memanjatnya sebagai berikut :

Cara pertama : satu carabiner dikaitkan ke tangga besi dan satu carabiner ke tambang baja. jadi setiap kali mau naik tangga besi, carabiner yang di tangga besi dipindahkan ke atasnya.

Cara kedua : kedua carabiner dikaitkan ke kawat baja yang melintang sepanjang jalur manjat, dengan posisi tangan kiri kita memegang tangga besi, sementara tangan kanan kita berada dibawah lanyard carabiner sehingga ketika kita manjat, lanyard dan carabinernya juga ikut terseret naik ke atas. Kawat baja nya ada pembatas nya, jadi setiap kali carabinernya tiba di ujung pembatas kawat baja, carabiner nya di pindahkan satu persatu ke pembatas berikutnya, dan cara tersebut dilakukan terus menerus selama memanjat tebing. Apabila di tengah perjalanan kita lelah dan ingin beristirahat, maka salah satu carabiner di kaitkan ke tangga besi, dan satu lagi tetap dikaitkan ke kawat baja, maka kita bisa bersender ke dinding, duduk di atas tangga besi atai bergantungan di tangga besi dengan lanyard yang akan melindungi tubuh supaya tidak terjatuh karena carabiner sudah terkait di tangga besi.

Setelah memberikan teori, Kang Ajo berbaju ijo yang mungil tapi gesit dan lincah mempraktek-kan teori yang baru saja dia ajarkan dan voila! tampak sangat mudah, sungguh! Saya menjadi semangat dan enggak sabar untuk manjat. Lalu kang Ajo memimpin doa dan kamipun berdoa sesuai dengan agama masing2.  Doa selesai, we’re ready to climb the cliff !

The Full Team
The Full Team
...to be continued...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun