Mohon tunggu...
Dee Dee Sabrina
Dee Dee Sabrina Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

http://insideedee.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

The Cranberries: It's Yesterday Once More

26 Juli 2011   12:05 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:21 738
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jika anda beranjak besar di tahun 90-an, maka anda pasti pernah mendengar nama The Cranberries. Sekian album yang menjuarai tangga lagu di beberapa negara seluruh dunia, hits-hits yang bertahan hingga sekarang, The Cranberries adalah satu dari band legenda yang masih "hidup" di tengah persaingan musik mainstream yang kian mewabah.

Maka tidak heran ketika Sabtu, 23 Juli yang lalu, Pantai Karnaval, Ancol, Jakarta, begitu ramai dipadati penggemar setia yang ingin menyaksikan band idolanya tampil langsung di hadapan mereka. Sejak pukul sembilan malam, pelataran bawah panggung Gudang Garam Stage, tempat The Cranberries akan beraksi, telah dibanjiri penonton yang tak sabar menunggu, termasuk saya tentunya. Meski banyak band-band lain yang tampil selain The Cranberries di acara Java Rockin Land hari kedua tersebut, namun terlihat dengan jelas bahwa sebagian besar penonton memang datang dengan tujuan khusus melihat band asal Irlandia ini.

Pukul sebelas malam, tepat setelah lagu Indonesia yang dinyanyikan penonton atas permintaan penyelenggara acara, telah selesai berkumandang, Noel Hogan, Michael Hogan dan Fergal Lawler segera mengambil posisi di atas panggung. Penonton tanpa ragu segera berteriak histeris, dan teriakan tersebut semakin menjadi ketika intro lagu Analyze dimainkan oleh Noel Hogan. Dari arah kiri panggung, Dolores O'Riordan berlari ke arah mic dan tanpa basa-basi mulai bernyanyi.

Setelah satu lagu sukses dibawakan dengan gemilang oleh Dolores, perempuan yang berusia 40 tahun itu berhenti sejenak dan tertawa senang melihat penonton yang terus bernyanyi sepanjang lagu mengikutinya. Jeda tersebut segera dipotong oleh Dolores dengan menyebutkan nama lagu yang akan mereka mainkan berikutnya, Animal Instinct.

Saya tidak dapat menahan perasaan gembira ketika lagu yang merupakan salah satu favorit saya itu dinyanyikan. Saya pun turut bernyanyi dengan lantang, bersama ribuan penonton lainnya. Lagu ini seperti membawa saya kembali ke masa remaja, saat saya mengenal The Cranberries dari kakak lelaki saya yang lebih dulu menggemari mereka.

The Cranberries berhenti untuk menyapa penonton ketika mereka selesai menyambung Animal Instinct dengan lagu How dan Dreaming My Dreams.

"You are amazing!" Dolores tersenyum memuji penonton dan bergerak maju ke panggung bagian depan untuk menyapa penggemarnya di bawah.

Tak lama kemudian, Dolores menghampiri sang gitaris dan berteriak lantang,

"Are you ready, Noel?"

Seruan tersebut disambut oleh intro sebuah lagu yang membuat teriakan penonton kembali membahana di lapangan terbuka tersebut. Ode To My Family menjadi lagu kelima yang The Cranberries hadiahkan bagi penggemar setianya. Di lagu ini, kualitas suara Dolores yang sejak awal sedikit tertutup oleh ramainya suara nyanyian penonton, terdengar dengan cukup jelas. Lagu balada ini dibawakan dengan begitu sempurna oleh The Cranberries. Bahkan bagian akhir lagu yang hanya berisi lirik "du du du du.. du du du du.. du du du du.. du du du du.." tetap dinyanyikan dengan sepenuh hati oleh Dolores. Penyanyi idola itu tak luput memperhatikan hal-hal kecil dalam setiap lagunya. Seperti konsep setiap manusia istimewa karena detail yang ada pada dirinya berbeda dari yang lain, Dolores paham betul keistimewaan setiap lagunya, dan menghadirkan detail-detail yang dicintai penggemarnya dengan cermat.

Panggil saya melankolis, tapi saat lagu ini dibawakan, air mata saya berlinang karena terbawa nostalgia cerita lalu. Bagaimana tidak, saya beranjak besar mendengarkan Dolores dan kawan-kawan bercerita dalam lagu, tidak sulit membayangkan perasaan saya saat melihat sang idola berdiri dalam jarak kurang dari 20 meter di depan saya, bukan?

Dolores beristirahat kembali untuk minum dan menyeka keringatnya sambil membeberkan rencana mereka untuk membuat album baru yang dijadwalkan akan selesai Januari tahun depan. The Cranberries membawa dua lagu baru mereka, Tomorrow dan Schizoprenic Playboy. Yang menakjubkan dari kedua lagu baru ini adalah, The Cranberries tidak meninggalkan ciri khas musik mereka. Isian vokal yang bersenandung tanpa kata yang jelas, lirik padat berisi, dan tentunya sound musik yang sangat '90. Penonton yang tak pernah mendengar lagu ini pun berhasil disihir oleh para personil The Cranberries.

Seperti tidak ingin membiarkan mood penonton berlama-lama mengambang dengan lagu baru mereka, The Cranberries kembali menyentak dengan lagu Linger, disambut dengan teriakan paling meriah oleh para penonton dibandingkan lagu-lagu sebelumnya. Lagu yang membawa The Cranberries berada di puncak karirnya dulu ini, berhasil menurunkan emosi penonton menjadi mellow, dan sukses membuat air mata saya yang sejak awal menggenang akhirnya jatuh menetes. Ada perasaan haru yang begitu kuat yang disalurkan Dolores melalui suaranya. Saya melihat beberapa penonton di sekitar saya, tak sedikit yang juga menyeka air matanya.

Saya sempat mendengar seorang penonton berkata pelan kepada teman di sebelahnya, "Anjrit! Gw sampe nangis saking senengnya bisa liat Dolores nyanyi!"

The Cranberries juga membawakan dari album pertamanya, saat mereka baru memulai perjalanan di dunia musik internasional, tak heran jika telinga para penggemar di Indonesia kurang awam dengan lagu berjudul Waltz ini. Namun tak susah bagi The Cranberries untuk mengembalikan mood penonton ke puncaknya. Kali ini dengan variasi Dolores bernyanyi sambil bermain gitar akustik, berturut-turut mereka membawakan hits-hits mereka dari pertengahan era '90-an. Just My Imagination, Can't Be With You, Free To Decide, Salvation, dan Ridicolous seperti membawa penonton menuju klimaks dari euforia malam itu.

Setelah lagu tersebut selesai dimainkan, Dolores berlari ke arah kiri panggung, memakai ikat kepala khas Indian dengan bulu-bulu burung di sekitarnya. Noel, sang gitaris memainkan intro yang sudah tak asing lagi, Zombie pun mengalun diiringi teriakan senang penonton. Lagi-lagi saya seperti terlempar ke waktu dahulu. Lagu yang bercerita tentang perang tanpa henti di dunia itu membuat otak saya berputar cepat mengingat masa-masa kelam perang ras di Amerika di awal tahun '90-an.

Kemudian The Cranberries menghilang ke belakang panggung, seperti menyudahi pertunjukan. Penonton yang belum rela konser tersebut berakhir, berteriak meminta encore. Tak perlu waktu lama bagi The Cranberries untuk memenuhi permintaan penggemarnya, mereka kembali ke atas panggung dengan memakai pakaian yang berbeda dari sebelumnya. Dolores yang sudah berganti baju dengan dress hitam manis berkata,

"You are absolutely amazing! I love you, guys! I really love you!"

Penonton menjawabnya dengan teriakan. Beberapa bahkan berteriak dengan cukup jelas,

"We love you, Dolores!!"

Dolores berjalan ke arah sang drummer, Fergal Lawler, dan segera lagu Promises mengalun. Penonton yang tahu bahwa pertunjukan akan segera berakhir, seperti tak mau ketinggalan sedetik pun momen untuk bernyanyi bersama idolanya.

"Why can’t you stay here awhile. Stay here awhile. Stay with me..."

Dolores yang bernyanyi sambil memetik gitarnya terus melompat-lompat dan bisa tetap mempertahankan suaranya agar stabil, hal tersebut adalah salah satu yang paling saya kagumi dari penyanyi perempuan ini. Penonton pun seperti tak mau kalah dengan staminanya yang seperti tak habis-habis, saya dan lautan manusia di bawah panggung, ikut melompat sambil mengepalkan tangan ke atas.

"This is our last song!"

Dolores berkata sambil tersenyum menyapa penonton di bawah. Caranya memperlakukan penonton seolah sedang berbicara empat mata itu memang sebuah keahlian yang tentu didapat dari pengalaman menjadi bintang selama puluhan tahun.

Setelah satu kalimat pendek itu berakhir, dimainkanlah lagu yang mungkin sebenarnya paling ditunggu-tunggu, Dreams. Lagu ini dengan ciamik menurunkan adrenalin penonton, seperti pendinginan setelah klimaks yang didapat oleh lagu bertempo cepat sebelumnya. Hingga ketika pertunjukan berakhir, saya bisa melihat wajah-wajah dipenuhi senyum puas, perlahan menjauh dari panggung dan menuju pintu keluar.

Saat itu tiba-tiba di telinga saya, terngiang sebuah lagu yang tak kalah lawas, Yesterday Once More-nya The Carpenters. Lagu tersebut bercerita tentang perasaan ketika mendengar lagu lama di sebuah radio, perasaan yang tak berubah sejak pertama kali mendengar hingga bertahun-tahun sesudahnya, dan itulah yang sedang saya rasakan. Saya tersenyum sendiri terbayang lirik lagu tersebut.

When I was young I’d listened to the radio Waitin’ for my favorite songs Waiting they played I’d sing along It made me smile

Those were such happy times And not so long ago How I wondered where they’d gone But they’re back again Just like a long lost friend All the songs I loved so well

Every sha-la-la-la Every wo-wo-wo Still shines Every shing-a-ling-a-ling That they’re starting to sing’s So fine

When they get to the part Where he’s breakin’ her heart It can really make me cry Just like before It’s yesterday once more

Lookin’ back on how it was In years gone by And the good times that I had Makes today seem rather sad So much has changed

It was songs of love that I would sing to then And I’d memorize each word Those old melodies Still sound so good to me As they melt the years away

All my best memories Come back clearly to me Some can even make me cry Just like before

It’s yesterday once more

Menyaksikan The Cranberries secara langsung dengan mata kepala sendiri, adalah hal yang akan terus saya ingat. Saat pertama kali melihat konser The Cranberries melalui tv, saya pernah bermimpi ingin pula bernyanyi seperti Dolores di sebuah panggung besar. Ketika saya ingat-ingat lagi perasaan itu sesudah menyaksikan konser Sabtu malam lalu, saya tahu, bukan gegap sambutan penonton atau gelar sebagai bintang yang membuat saya terinspirasi, melainkan perasaan Dolores yang terpancar begitu jelas dari caranya bernyanyi. Perasaan senang karena sangat menikmati apa yang sedang dia lakukan, perasaan itu, sebuah anugerah yang tidak semua orang cukup beruntung untuk bisa merasakannya.

So, yeah... It's yesterday once more. :)

***

Jakarta, 26 Juli 2011.

*semua foto adalah dokumen pribadi, maaf kalau jelek :D

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun