Seharusnya kita bercinta dan bercerita malam ini.
Sembari membaca aksara debu di langit-langit kotak kamar sepetak.
Tapi kamu terlanjur mati, menjemput mimpi.
* *
Seharusnya ada anggur merah buatan Eropa untuk kita berdua.
Sambil menghibur mata menyaksikan kita saling tertawa,
dan menyenangkan telinga mendengar celetukan canda yang diserukan dengan nada menggoda.
Tapi kamu terlanjur mati, dan aku belum lelah bermimpi.
* *
Seharusnya pagi ada untuk kita bagi bersama.
Menyambut padat kehidupan, bertempur lagi selama dua puluh empat jam ke depan.
Tapi aku terlanjur mati, dan mencoba membangun mimpi.
* *
Seharusnya tidak perlu ada jeda-jeda rindu,
bila setiap kedatangannya tersalurkan langsung padamu.
Tapi aku benar-benar terlanjur mati, lupa seperti apa bermimpi.
* *
Seharusnya Sepi disingkirkan saja,
bagaimana mungkin kita masih terbiasa dengannya?
Ada gumam tanya, untuk apa bersama jika masih menyimpan celah kemungkinan menjadi sendiri.
Tapi sebelum aku terlanjur mati,
sebaiknya kita memang tak muluk merangkai mimpi.
* * *
Stabat, 3 Februari 2011
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H