"Boy, ikotlah malam ni! Cari cewek kita di sana, nonton kibod kita! Jangan di rumah aja kerjamu," Dedi, salah seorang karibku berkata sambil membakar sebatang rokok.
"Gak bisa aku, Ded. Minggu depan dah UAN, mau belajar aku," jawabku sambil menghembus asap dari mulut.
Deru suara kereta dari belakang merusak lamunanku. Aku berjalan semakin rapat ke sebelah kiri, sebuah kereta Honda melaju kencang. Kulihat beberapa pemuda tanggung memaki-maki si pengendara, karena mengebut di jalan kecil ini.
Melewati sebuah pos siskamling tempat pemuda berkumpul, beberapa dari mereka menyapaku.
"Eh, Bang! Maya kabar?" tanya satu di antaranya.
"Mendai," jawabku.
"Lama tak nampak. Apa cerita, apa 'can ni?" tanya yang lain lagi.
"Tak ada, rindu rumah je. Moh, lalu dulu aku."
Mereka menjawab dengan anggukan kepala.
Tiga anak laki-laki kecil berlarian di depanku, wajahnya tertutupi bedak bayi yang dipoles asal-asalan. Bau baru mandi. Terbayang kebiasaan ibu-ibu yang meneriaki anaknya, menyuruh pulang dan bersih-bersih, setelah seharian bermain bebas.
Kemudian kulihat rumah dengan pagar berwarna hijau seling hitam, salah satu paduan warna kebanggaan Melayu selain kuning-hijau.