Mohon tunggu...
Dee Dee Sabrina
Dee Dee Sabrina Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

http://insideedee.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Babi Ngepet

19 Agustus 2010   19:05 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:53 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ngoooook.
mencuri itu menyenangkan, bawahan! Tak tau malu dengan uang hasil comot disini disitu. Asik terlalu! Jangan. Jangan terang-terangan. Mati kita kalau ketauan. Pelan. Pelan. Ambil secukupnya tapi sering melakukannya. Bangun rumah ini dengan hasil mencuri. Tuhan selalu punya rezeki. Dan takdir kita disini. Ayo bawahan! Mencuri lagi!

Ngoooook.
maaf saya terlanjur tutup telinga dari jerit tangis si jelata. Menyusupi kampung kampung untuk tangis lapar yang semakin jauh dari rampung. Peduli setan soal kalian! Aku hitam dalam kekuasaan. Bicara soal derita bukan lagi jadi topik utama. Kebahagiaan, kejayaan, kejayaan. Maaf. Negeri ini milik kami yang punya kuasa. Kalian mati saja sana!

Ngooooook.
bayar! Bayar padaku apapun soal yang mengganjal dalam hidupmu. Hidungku berlendir. Penciumanku atas uang mampu melicinkan apa saja yang kau mau jadi sederhana. Bahkan soal birokrasi tingkat tinggi, sini! Aku licini! Yang penting ada kesanggupan untuk bayar atas aku dan si lapar. Si serakah yang menyangar.

Ngoooooook.
sana sekolah tinggi! Kuhadiahi kalian nilai bagus berjejer rapi. Asal lembaran sogok tak pernah mogok, kujanjikan kalian prestasi diatas IQ jongkok. Pakai seragam! Kalian bukan aku yang sok kusam. Padahal dalam perut menumpuk gelimpangan berlian. Sana sekolah! Nanti kalau sudah besar baru belajar serakah.

----------

Sudah lagi malam Jumat. Sudah kesekian lagi. Ritual dilakukan. Ikatan kepala dipasang. Mantra dirapalkan. Si kawan sekutu bergegas memburu. Nafasnya tersengal. Bau. Di depanku nyala lilin satu. Di mataku tampak jelas gambaran lembar ratus ribu. Sesat bukan persoalan, daripada anak bini kelaparan? Peduli tuhan, aku jual jiwaku pada Setan.

Lilin tak bergerak. Tanda baik saja. Kawanku serakah, aku lebih gila. Dia punya cara, aku otaknya. Biar dia bertempur aku menjaga. Masih ada orang bodoh, kenapa harus bersusah payah? Toh hasil dibagi dua. Hidup sekarang cuma tentang siapa lebih pintar mengakali. Jangan tolol. Ingat-ingat itu untuk dibagi kepada turunanmu.

Pelita mulai kisruh. Padahal semua ventilasi rapat tertutup. Kuhalau angin dengan tanganku. Melindungi dengan tapak. Si babi mungkin hampir mati. BUkannya aku peduli. Tapi dia bawa uang makan untuk besok pagi. Apa jadinya kalau dia dikeroyok sekampung? Lapar aku sekeluarga.

Si babi kembali dengan segepok uang di ujung bibir berliur. Lebih banyak curiannya ini hari. Sepertinya lelah. Aku tertawa. Dia pikir aku senang dan lega. Aku menertawai dirinya. Jangan salah sangka. Berada di bawah tak harus membuatmu jadi lemah. Manfaatkan siapa saja, niscaya kau berjaya. Kupuji setan terakhir kali dalam sembah sujud pada sesajen. Bau menyan jadi tutupan. Kuhirup dalam-dalam. Hidup sudah susah. Jangan pikir panjang kalau mau kaya.

----------
[Purwokerto - Medan, 20 Agustus 2010]

*Malam Jumat ini Pungky jadi babi, saya jaga pelita. Kami ngepet bersama.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun