***
Hey! Selamat hari kesekian!!
Sebulan entah ya. Seperti abege, picisan. Tapi kok menyenangkan.
Momentum? Bukan. Kamu lebih dari sekedar euforia. Sungguh. Menurutmu?
Entah ya.. Macam valentine, semua orang berbondong-bondong mengantri mawar merah muda. Begitu tidak? Rasanya?
Untukku? Bukan. Seperti katamu, melahirkan anak macan di dalam perut. Absurd. Menyiksa. Tapi, "ergh" sekali.
Drama.
Tapi suka?
Cinta.
Aku ambil bagianmu.. Juga.
Aku.. Menolak ini disebut opera.
Jelaskan. Kenapa?
Aku benci waktu tirai diturunkan, panggung, drama, usai.
Kamu pikir kita tidak akan berakhir?
Pasti berakhir. Hanya.. Benci memikirkannya. Aku sayang kamu, tahu. Dan sayangku itu... Nggak kelihatan ujungnya...
Aku mengumpamakan opera, bukan berarti mau cepat berakhir. Tirai ditutup dan penonton bertepuk tangan. Ini baru hari sekian, sebulan entah. Aku punya rencana melewatkan bertahun entah denganmu. Percaya?
Aku ingin percaya. Tapi, keinginan adalah awal segala kekecewaan, sayang.. Aku lelah. Percaya. Pada. Picisan.
Keinginan adalah awal segala perubahan. Aku, pertama dulu menginginkanmu. Dapat? Tidak terlalu peduli. Sekarang pun masih. Ingin. Entah kamu.
Bantu aku, sedikit saja. Mau?
Ya?
Bertahan, denganku. Lebih lama lagi.
Mau jawaban jujur, bohong, atau yang cocok saja untukmu?
Mau.. Jujur.. Habis itu baru bohong.. Selanjutnya, yang cocok buat aku. Urutkan. Dengan senang hati. Kita lihat saja nanti. Mau, bertahan selama kamu masih mau aku.
Kamu.. Betul, pecinta yang hebat? Sangat. Cuma yang beruntung yang bisa coba. Tertarik?
Hmmm... Oke, kita mulai opera. Mulai dari sekarang. Kemarin, masih latihan.
Kamu. Kamu harus mengerti. Ini bukan lakonan. Aku bersama kamu, tidak sedang memainkan peran. Ayolah, itu cuma perumpamaan. Otakmu kecil sekali. Cih!
Hey, otak besar! Yang bodoh itu kamu. Operaku, anti topeng. Jiwa manusia, sebenar-benarnya, semanusia-manusianya. DASAR BADUT BODOH. Topeng badutnya sudah ditanggalkan di depan pintu. Kamu, masih jadi perompak? Kapan pensiun? Hatimu terlalu kecil untuk dimasuki dua, apalagi tiga.
Aku hanya belum punya tempat pulang.. Perompak juga bisa lelah, tahu?
Wah lucu. Aku malah selalu jadi rumah singgah. Sekali waktu ingin ditempati permanen. Si badut ini juga butuh orang untuk menghapus lipstik dan bedak tebal di wajah.
Cih! Cari tukang pembersih wajah saja sana! Aku.. Justru.. Ingin pijatan lucu centil gimana gitu... Merompak itu, bikin encok...
Masuklah. Tapi tidak ada barang mewah di dalam sini. Cuma tv 14 inch untuk mengetahui berita politik di luar, atau sekedar gosip artis terkenal. cuma kasur mungil yang cukup untuk meringkuk tidur berdua. Tidak ada pendingin ruangan yang bikin nyaman, cuma kipas angin tua untuk mengusir gerah. Kalau bisa menghapus lelahmu silahkan singgah. Kalau bosan, silahkan pergi. Toh, aku masih di sini. Dengan atau tanpa kamu.
Miskin. Kata siapa? Hanya memilih untuk tidak bermewah. Masalah?
Belum. Asal.. Kamu bisa bikinin aku indomie hangat di kala hujan, pelukan mesra di waktu malam, dan kecupan hangat yang sangat "eeergh" itu.. Cek, ada semuakah? Indomie hangat bolehlah. Sekali-sekali kamu yang harus buatkan. Aku pun mau. Masalah peluk, aku tidak keberatan. Asal kamu tidak bosan. Aku ciumi setiap hari dari pelipis, dahi, hingga belakang telinga dan mencium wangi parfummu di balik sana. Centang! Semua ada.
Naif sekali ya kita? Iya nggak sih? Mungkin. Tapi kata Ibu Peri, naif sering bikin iri.
Iri nggak bikin mati. Naif juga. Bolehlah..
Jadi, sini. Sama aku sini. Selamat hari kesekian dan terimakasih. Tahun depan pun, semoga. Masih.
Cium!
Kecup!
*Slurp!
-------------------
Italic masih ditulis oleh Tha. Biasa masih oleh Joko.
[Medan - Jakarta 8 Agustus 2010]
*maaf, saya, kami, sedang hobi masturbasi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI