Zeina Deschannel. Seorang model cantik, fotografer handal, seorang penulis dengan gaya spontaneous dan penuh fantasi, seorang sarjana di usia yang masih sangat muda, seorang perempuan yang rajin beribadah, seorang yang rendah hati meskipun punya segudang prestasi, seorang perempuan sexy dengan segala catatan keberhasilannya. Itu, Zeina Deschannel? Bukan. Menurut saya Zeina bukan sekedar semua itu. Zeina cuma seorang perempuan muda yang takut menyebrang jalan sendirian. Zeina cuma perempuan sederhana yang bercita-cita menjadi ibu rumah tangga. Cuma seorang perempuan yang senang memasak, yang bermimpi punya toko kue. Zeina ya Zeina, dengan segala kualitasnya sebagai manusia, tunggal tanpa embel-embel apapun. Zeina dimata saya cuma seorang perempuan yang suka sekali mengabadikan segala sesuatu dengan mata lensanya. Seorang perempuan yang tidak mau melewatkan momen spesial apapun tanpa diabadikan. Zeina yang tidak bisa multitasking, dan hanya bisa berkonsentrasi pada satu hal. Zeina yang sangat menyukai langit, suka bermimpi sambil menikmati permainan awan yang berkejar-kejaran. Zeina yang suka bertanya-tanya soal biru atap dunia, dan segala pemikiran gilanya tentang kemampuan langit menggosipkan kehidupan dengan awan di atas sana. Zeina yang sering curhat masalah tidak penting, Zeina yang sering sekali mengacuhkan saya di messenger karena sedang sibuk meng-edit foto hasil tangkapannya. Zeina yang sering ceroboh dengan membeberkan rahasia kemana-mana tanpa disengaja. Zeina yang insomnia, Zeina yang sibuk bekerja dan mengurus Ibu-nya. Zeina yang bisa marah-marah karena hal sepele, hey Zeina juga punya emosi! Itu Zeina, dengan segala kualitasnya sebagai manusia di mata saya. Saya tidak kenal Jeje, saya tidak tahu siapa itu Schan, saya cuma mengenal seorang perempuan muda berumur 19 tahun dengan segala masalah yang dia punya, dan sedikit cerita tentang masa lalunya. Saya cuma mengenal Zeina Deschannel yang biasa saya panggil Anel, atau Bibi. Saya cuma mengenal Zeina dengan segala cerita dan kepeduliannya. Zeina dengan segala keluh kesah dan rasa bersyukurnya. Zeina yang bisa jadi apa saja, tapi lebih memilih menjadi seorang manusia sederhana. Zeina yang itu, yang tunggal dengan kualitasnya sebagai manusia yang benar-benar spesial, Zeina yang begitu, menurut saya sexy sekali. ————— Bagaimanapun, ini bukan tentang Zeina Deschannel, bukan tentang perempuan dengan segudang imajinasi. Ini hanya sebuah tulisan tentang melihat manusia melalui kualitas yang dia miliki sepenuhnya. Bagaimana dengan anda? Sudah bisakah, melihat kualitas seseorang sebagai manusia, tanpa embel-embel di depan dan di belakang namanya? Medan, 7 Juni 2010 untuk si author muda dengan segala kelebihannya, there you go girl! ;)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H