Aku menyukainya. Benar begitu adanya. Aku suka senyumnya yang manis dan menenangkan. Aku suka suaranya yang lembut dan membuat nyaman. Aku suka perhatiannya padaku, cukup pada porsinya, tidak berlebihan. Lalu, apa yang salah?
Aku menyayanginya. Begitu besarnya sampai aku rela melakukan hampir segalanya hanya untuk membuatnya bahagia. Begitu besarnya sayang itu kurasa, sampai seolah-olah aku tidak bisa melewati satu haripun tanpa mendengar suaranya. Begitu besar rasa itu meluap-luap sampai ingin rasanya kulamar dia di depan orang tuanya. Lalu mananya yang salah? Jelas-jelas dia kekasihku, dan aku tahu dengan pasti dia belum berkeluarga.
Aku mencintainya. Aku terlalu mencintainya, untuk punya hati menyakitinya. Aku terlalu mencintainya hingga aku bisa mengikhlaskan dia untuk siapa saja yang bisa membuatnya bahagia. Aku terlalu mencintainya, hingga setiap pagi rasanya aku mau menangis karena bahagia bisa melihatnya tidur disampingku. Lalu, bagian mana dari ini semua yang salah?
-----
Coba tolong pelan-pelan jelaskan padaku, apa yang salah dari sekian rasa ini? Ini bukan obsesi yang berakhir menyakiti. Ini bukan nafsu kepemilikan yang mengikat. Dan ini sama sekali bukan sejenis hubungan simbiosis-mutualisme. Ini bukan jual-beli, jadi tidak ada untung dan rugi. Ini murni perasaan dari hati. Ini hubungan dua arah dengan rasa dan kebutuhan akan eksistensi yang sama.
Lalu apa kemudian ini menjadi salah, ketika dia berjenis kelamin sama? Lalu apakah kami menjadi hina karena ingkar dari peraturan buatan manusia yang mengatas-namakan agama? Lalu kami menjadi terkutuk, seperti yang selalu diceritakan sejarah di kitab-kitab tulisan tangan manusia terdahulu sebelum kita? Lalu apakah menjadi lebih mudah bagi kalian, untuk memandang kami sebelah mata?
Padahal ini cuma tentang rasa, yang aku yakin semua makhluk hidup pernah alami. Ini menjadi begitu berbeda hanya karena Subjek dan Objek nya berjenis kelamin sama. Padahal rasa itu sendiri hanya memandang kualitas kita sebagai manusia, bukan selangkangan kita dan bentuk kemaluan dibalik bulu-bulu halus dibawah sana. Padahal dengan mencintai persamaan itu tidak menjadikan kami orang yang tidak punya hati, tidak menjadikan kami perampok dan pembunuh yang keji, sehingga pantas ditakuti.
Padahal ini sebenarnya cuma tentang cinta. Cuma tentang rasa antara dua anak manusia, dua orang dewasa. Seharusnya tidak perlu ada kontorversi segala.
Yogyakarta, 17 Mei 2010.
Selamat Hari Perlawanan Homophobia Sedunia!
Mari buka mata, KITA SEMUA SAMA!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H