Cukup banyak ulasan yang akan saya sampaikan atas novel baru terbitan Oktober 2024 karya Yon Bayu Wahyono yang berjudul (Bukan) Pasaran Terakhir :
- Masalah Bab IÂ
Dari beberapa kelas penulisan novel yang saya ikuti, para coach yang merupakan editor dari Gramedia mengatakan bahwa rumusan mereka menilai naskah yang baru masuk adalah dari 25 baris pertama bab I. Ini mungkin merupakan rahasia mereka yang akhirnya saya buka. Jika 25 baris itu tidak menarik, mereka akan segera tinggalkan karena masih ada tumpukan naskah lain menanti. Â Â
Â
Sayangnya penulis Yon Bayu terpukau untuk menuliskan suasana pagi hingga 25 baris krusial itu. Pembaca tidak tahu akan dibawa kemana setelah membaca suasana pagi.
Saya melanjutkan membaca usai rangkaian selamat pagi tersebut dan menemukan serangkai deskripsi perubahan kultur pabrik minyak kelapa yang terdiri dari 3 poin, membuat saya serasa sedang dikuliahi Kario. Alangkah baiknya jika hal demikian disajikan dalam story telling yang memikat.
Masih melanjutkan bab I, penyajian mulai memikat hingga saya bisa mengendus masalah Proyek Strategi Nasional di sini. Sesuai teaser di bagian belakang cover. Ini sempat membuat saya semangat untuk melanjutkan.
- Masalah Bab Selanjutnya Â
Penyajian hubungan Kario dengan Riri secara flashback dalam bentuk surat yang entah dikirimkan atau tidak, lama kelamaan cukup mengganggu karena terlalu banyak dan  lambat. Logika saya jadi bertanya-tanya, begitu banyak aktivitas baik pendampingan bahkan provokasi yang dilakukan Kario tapi kenapa dia berdalih bahwa tidak berpengalaman dalam politik saat Riri memintanya tolong untuk menggalang suara di beberapa wilayah yang Kario kuasai.
Saya tetap semangat membaca tapi hingga akhir tidak menemukan suatu perseteruan head on head antara Riri dengan Kario. Ini sama sekali tidak sesuai dengan teaser yang dicantumkan di cover belakang. Memang ada narasi dalam surat mengenai Priyo -- suami Riri yang mengusulkan Proyek Strategi Nasional bagi pendana kampanyenya. Namun hal tersebut sekedar dinarasikan, Kario akhirnya cenderung mundur karena khawatir dikaitkan dengan masa lalunya sebagai mantan kekasih bupati Riri.
- Kehadiran Mahasiswa Yang ( Tidak ) Murni AktivisÂ
Pada bab-bab akhir terkuak bahwa perlawanan yang dilakukan bukan murni perlawanan, Embing merasa berkepentingan atas kelangsungan ketersediaan air mengaliri sawah milik Kario karena dia yang bertugas menjaga dan memeliharanya. Karena itu dia berkepentingan bahkan memfasilitasi kehadiran mahasiswa berdemo.
Bahkan menghadirkan sosok Ratri sang mahasiswa labil sebagai penarik hati Kario. Sosok ini rasanya seperti tempelan saja, sedikit-sedikit tersinggung. Suatu saat merasa bukan demonstran karena ikut rombongan mahasiswa demi upah sebagai tukang masak bagi mereka. Di lain saat jiwa mahasiswa demonstrannya muncul dan mengatakan bahwa dia bukan tukang masak. Demikian hal-hal lain yang rasanya jauh jika dibandingkan dengan sosok muda Bupati Riri.
Saat menyebut Ratri adalah sosok ARMY BTS sebenarnya bisa dieksplor karena lagu-lagu BTS mengandung pesan sosial yang kuat.
Anyway, bahwa Kario yang bujang tua akhirnya disandingkan dengan nona muda bukan hal aneh sih karena banyak terjadi di sekitar kita. Â Â
- Masalah Cover
Walaupun penulis menyampaikan masalah cover berada di luar jangkauannya tapi untuk novel yang akan diperdagangkan tentunya kita tak bisa berpatok pada pepatah yang mengatakan "Don't Judge the Book by Its Cover." Sebab cover itu termasuk garda depan dari sebuah novel, ingat perkataan yang sempat dijadikan jargon iklan, "Kesan pertama begitu menggoda, selanjutnya terserah kepada anda," atau pepatah yang mengatakan "Dari mata turun ke Hati."
Kenyataannya jika kita melihat promosi novel baru yang bersliweran di sosial media maupun di rak-rak toko buku yang pertama kita nilai adalah gambar sampul novel (Cover). Dan cover dari novel ( Bukan ) Pasaran Terakhir ini rasanya terlalu jadul. Warna-warna hitam putih dari beberapa orang yang beraktivitas di pasar dimana perempuannya berkebaya benar-benar imajinasi tempo dulu.
Teman saya yang tinggal sendirian di satu dusun dengan tetangga berupa sapi pernah membagikan foto saat pasaran di dusun tetangga.
Gerabah-gerabah berwarna coklat terakota bertumpuk cantik, di atasnya ada berbagai penganan sederhana dengan pewarna daun suji maupun bunga telang. Perempuan-perempuan  yang menunggui dagangannya memakai pakaian terbaiknya, berupa gaun panjang sederhana dengan tutup kepala yang diselempang sembarang. Demikian juga saat saya berlibur ke Klaten.
Argumen penulis bahwa cover berada di luar jangkauannya sungguh susah diterima karena untuk novel-novel terbitan indie           ( maupun online ) biasanya penulis sungguh campur tangan. Bahkan untuk novel saya yang diterbitkan Gramedia, saya memberikan gambar untuk tokoh pria serta mendiskusikan sosok perempuan serta total cover bersama ilustrator.
Â
Kesimpulannya:
Â
Tema besar dari novel ini sebenarnya menarik, mirip yang terjadi pada proyek PSN PIK2 yang saat ini mulai ramai. Namun penggarapannya kurang serius dan terlihat terburu-buru dalam menerbitkan novel ini demi mengejar kekinian. Sehingga mengabaikan kenyamanan pembaca. Â
Untungnya penulis mengatakan bahwa ada salah cetak sehingga kemungkinan besar akan ada  revisi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H