Mohon tunggu...
MUHAMMAD DEEDAT AL MAGRIBI NST
MUHAMMAD DEEDAT AL MAGRIBI NST Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA

Saya memiliki hobi yang begitu banyak, dan saya seseorang yang gampang bergaul

Selanjutnya

Tutup

Medan

Begal dan Kota Medan: Potret Buram Penegakan Hukum di Indonesia

26 Desember 2024   10:24 Diperbarui: 26 Desember 2024   10:24 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam beberapa tahun terakhir, Kota Medan telah menjadi sorotan publik akibat maraknya kasus begal yang terjadi di berbagai kawasan. Tindak kriminal ini tidak hanya menimbulkan rasa takut di kalangan masyarakat, tetapi juga berdampak langsung pada kualitas hidup dan citra keamanan kota. Begal, yang seringkali dilakukan dengan kekerasan atau ancaman terhadap korban, mencerminkan persoalan serius dalam aspek keamanan publik dan penegakan hukum. Dengan maraknya kasus begal yang mengancam ketenteraman masyarakat, Medan, yang seharusnya menjadi pusat kemajuan dan ekonomi Sumatra, sekarang menghadapi masalah besar. Banyak orang telah menjadi takut akan kejahatan begal, yang dilakukan dengan kekerasan dan ancaman senjata tajam, terutama di malam hari. Fenomena ini bukan hanya masalah kriminal. Itu lebih dari itu, itu menunjukkan kegagalan sistemik yang melibatkan berbagai aspek kehidupan sosial dan pemerintahan.

Begal di medan tidak muncul begitu saja. Ada akar masalah yang jauh lebih dalam di balik tindakan brutal tersebut, mulai dari peningkatan ketimpangan ekonomi, sistem penegakan hukum yang tidak efektif, hingga kurangnya perhatian terhadap pembenahan sosial di tingkat akar rumput. Kota yang seharusnya aman untuk beraktivitas sekarang menjadi tempat rawan bagi orang-orang, terutama bagi mereka yang kurang mampu dan terpinggirkan secara sosial-ekonomi. Pelaku begal, yang seringkali berasal dari kelompok yang mengalami kesulitan ekonomi, tampaknya merasa kekerasan adalah satu-satunya cara untuk bertahan hidup. Selain itu, kasus begal ini menunjukkan ketidakmampuan aparat penegak hukum untuk memerangi tindak kriminal yang semakin meningkat. Meskipun sejumlah upaya polisi telah dilakukan, begal tetap menjadi ancaman bagi warga Medan. Pelaku kejahatan merasa bebas melakukan tindakannya tanpa takut dihukum karena tidak ada ketegasan dalam memberikan sanksi kepada mereka yang melakukan kejahatan. Ini menunjukkan ketidakmampuan negara untuk melindungi hak dasar warganya, seperti rasa aman.

Namun, masalah begal ini harus dipertimbangkan sebagai bagian dari krisis sosial yang lebih luas. Orang-orang tertentu menggunakan keterbatasan akses ke pendidikan, pekerjaan, dan pelayanan kesehatan di Kota Medan untuk bertindak di luar batas. Sebagian masyarakat Medan, terutama mereka yang tinggal di daerah pinggiran dan kumuh, dilanda keputusasaan yang memaksa mereka untuk mencari cara untuk bertahan hidup, meskipun itu adalah cara yang melanggar hukum. Sebagian warga merasa teralienasi dan kehilangan rasa memiliki terhadap kota mereka karena ketimpangan sosial yang semakin meningkat. Karena keadaan ini, tidak hanya diperlukan peningkatan penegakan hukum, tetapi juga upaya sistemik yang lebih komprehensif untuk memecahkan masalah dasar. Lapangan kerja harus inklusif, ketimpangan sosial harus dikurangi, dan akses kesehatan dan pendidikan harus lebih merata. Sebaliknya, kesadaran masyarakat akan pentingnya mempertahankan keamanan lingkungan juga harus ditingkatkan. Agar masalah begal ini dapat diselesaikan secara menyeluruh, perlu ada kerja sama antara aparat penegak hukum, pemerintah daerah, dan masyarakat.

Sebagai mahasiswa Universitas Airlangga yang memiliki perhatian terhadap isu-isu sosial dan keamanan publik, saya merasa prihatin terhadap fenomena maraknya kasus begal di Kota Medan. Tindak kriminal ini bukan hanya mencerminkan persoalan hukum, tetapi juga mengindikasikan adanya masalah struktural yang lebih dalam, baik dari sisi sosial, ekonomi, maupun pemerintahan. Sebagai mahasiswa, saya percaya bahwa solusi untuk masalah ini membutuhkan pendekatan holistik, bukan sekadar hukuman bagi pelaku. Pemerintah, masyarakat, dan generasi muda harus bersatu untuk membangun kota yang aman, berkeadilan, dan bebas dari rasa takut. Di era digital ini, mahasiswa juga dapat berperan aktif melalui kampanye kesadaran di media sosial untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya pencegahan kejahatan dan solidaritas dalam menjaga keamanan. Kejahatan bukanlah masalah individu semata, tetapi juga tanggung jawab kolektif kita sebagai bagian dari masyarakat. Kota Medan, dengan segala potensinya, memiliki kesempatan untuk bangkit dan menjadi kota yang lebih aman dan sejahtera jika semua pihak mau bersinergi dalam mengatasi persoalan ini.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Medan Selengkapnya
Lihat Medan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun