Individu dalam sebuah masyarakat dengan sistem produksi dan distribusi kesejahteraannya sendiri bukan berarti bebas dari frustrasi. Frustrasi dan ketidakpercayaan pada sistem ini diwujudkan dalam apa yang disebut dengan ressentiment, sebuah penolakan untuk menyalahkan atau justru membenarkan nilai. Sistem kapitalisme dan industrialisasi memunculkan rasa frustrasi yang mendorong tuntutan untuk mempertahankan asetisme dan altruisme sebagai nilai ideal untuk melawan sistem kapitalistik. Dan tuntutan itu dibebankan pada ustad dan ustadzah TV yang dianggap mewakili industri dan menjadi bagian dari sistem distribusi kesejahteraan yang ditolak.
Tetapi mengingat efek leveling jaman, menuntut pemberlakuan gaya hidup asetik ketat yang keluar dari pemaknaannya yang sesuai dengan jaman juga menjadi hal yang tidak tepat dalam intensitas ketidaktepatan yang bisa saja sama dengan menggunakan agama untuk menumpuk kekayaan secara berlebihan.
Sebagai penutup, sebaiknya untuk menghindari polemik yang selalu saja kambuh ustad atau sutadzah TV memang harus disikapi sebagai sebuah efek situasionisme, sebuah entitas yang muncul karena tuntutan sosial akan kepraktisan dan kepragmatisan yang akan selalu bergerak di wilayah eksoterik. Dan jika ada tuntutan untuk mendapatkan yang lebih, sebaiknya penekanan yang diberikan bukan pada mengkritisi yang bukan pada tempatnya, tetapi meluangkan lebih banyak waktu untuk mencari sumber-sumber informasi lainnya.
Keterangan:
- Dalam artikel ini sengaja tidak disebut nama karena tujuan pembahasan artikel ini adalah pembahasan sosiologi, lebih tepatnya melalui pendekatan fenomenologi.