Empirisme materialistik dengan metode pembuktiannya yang lugas berdasarkan hubungan kausalitas memberikan ruang terang untuk menemukan kesalahan dan mengawali perbaikan dari kesalahan tersebut. Sebuah pemosisian pada pandangan positifistik yang menekankan data dan fakta aktual serta kebenaran reflektif yang muncul dari mereka.
Tentu saja pendekatan metafisik dengan menghubungkan pencarian kebahagiaan spiritual dengan konsep metafisiknya Aristoteles yang dirumuskan di Nicomachean Ethics adalah suatu yang menarik karena didalamnya terdapat pembahasan mengenai pilihan sadar sehingga menghubungkan antara ajaran agama yang (sayangnya) masih dipenuhi dengan dogma dengan pilihan sadar ini akan menjadi pembahasan yang menarik.
Tetapi pembahasan seperti itu, serta pembahasan-pembahasan peran deitas yang seharusnya dimaknai transenden, adalah pembahasan metafisik dan menghubungkan pembahasan seperti itu dengan insiden Mina adalah ketidakpantasan praktis positifistik meskipun ada legitimasinya.
Mulai saja pembahasannya dengan pengumpulan data mengenai jumlah pengunjung yang melakukan ibadah spiritual dengan daya tampung kota. Diteruskan dengan apakah pemrosesan penerimaan kuota pengunjung sudah disesuaikan dengan daya tampung dan fasilitas sarana dan prasarana. Atau masuk lebih  dalam seperti apa dan bagaimana protokol keamanan dijalankan dan kemudian dilanjutkan dengan lebih fokus pada pertanyaan seperti apakah aparat keamanan sudah cukup memadai untuk menegakkan protokol yang ada.
Pembahasan positifistik akan bermuara pada solusi praktis seperti sebaiknya diberlakukan pembatasan dan peraturan ketat pada pemberian kuota Haji, pengetatan protokol keamanan dengan penambahan jumlah aparat pengaman, pemberlakukan kerjasama lintas Negara untuk pengadaan sumber daya dan pemberian pemahaman yang semestinya terkait keabsahan suatu ritual keagamaan melalui hubungan kontekstualnya antara apa yang dicontohkan pada sejarah awal perkembangan agama dengan kekinian.
Terlepas kritik terhadap pendekatan positifistik karena sifatnya yang hanya mengangkat metode deduktif dari kebenaran yang dianggap absolut, pendekatan ini setidaknya hanya bersandar pada fakta-fakta empirik sehingga pendekatan ini adalah pendekatan yang pantas ketika berbicara tentang tragedi kemanusiaan yang disebabkan oleh persoalan-persoalan teknis.
Kepantasan kognitif setidaknya harus dijadikan titik awal pembahasan dan tahap susunan kognitif tidak bisa diabaikan begitu saja.
(Sebuah artikel filsafat dalam upaya pemahaman kemanusiaan dan struktur kebenaran)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H