Mohon tunggu...
Dee Shadow
Dee Shadow Mohon Tunggu... -

Esse est percipi (to be is to be perceived) - George Berkeley

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kompasiana Sebagai Sistem (Sebuah Telaah Filsafat)

28 Juli 2015   14:45 Diperbarui: 11 Agustus 2015   20:50 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kompasiana hadir dalam wujudnya sebagai media sosial yang mengangkat tema media warga. Salah satu atribut utamanya tentu saja adalah karya tulis berupa artikel yang, sebagai kepanjangan dari temanya, terdefinisikan sebagai media yang digunakan warga untuk berbagi informasi. Mengingat ada tema yang perlu dipertahankan, maka tidak lah mengherankan jika kemudian diterapkan beberapa aturan untuk mempertahankan semangat dan nilai dari pembentukannya, yang kadang dirasa dan dianggap, melanggar kebebasan berekspresi oleh beberapa kompasianer. Dan untuk menjaga aturan diperlukan sebuah kelompok penjaga aturan dengan ciri otoritasnya yang kemudian dikenal dengan sebutan Admin.

Dari uraian singkat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Kompasiana adalah sebuah entitas sosial yang dengan sendirinya akan menciptakan sistem sebagai realitanya. Sistem tersebut sudah ada sebagai ide selama masa perencanaan dan kemudian diwujudkan dalam bentuk tindakan dan praktek sebagai atribut-atribut dari sebuah eksistensi sistem yang ditangkap dan dicerna oleh individu-individu yang melakukan kontak dengannya.

Terkait hubungan kolektif antara individu yang melakukan kontak dengan dan terlibat dalam sistem, ada dua jenis hubungan kolektif yang bisa dicermati, yaitu kolektifisme vertikal dan kolektifisme horisontal. Menarik membahas karakteristik yang ditampilkan Kompasiana setelah menghubungkannya dengan penggunaan konsep kolektifisme yang muncul karena tema journalisme warga yang satu-satunya pemaknaanya terkait dualisme filsafat individualisme-kolektifisme adalah upaya untuk mengkampanyekan semangat kolektifisme (semangat individualism bisa ditemui dalam konsep blog-blog pribadi).

Yang menarik adalah tidak adanya batas tegas antara sifat kolektifnya. Horisontal atau vertikal? Kolektifisme horisontal ditandai dengan kerelaan keikutsertaan dalam sistem kolektif yang longgar dan  partisipasi aktif yang menjadi tanggungjawab individu itu sendiri sebagai anggota sistem yang menjujung tinggi nilai-nilai egaliter (persaman hak dan kesempatan), sedangkan sebaliknya kolektifisme vertikal ditandai dengan penampilan sistem kolektif yang kurang longgar atau tidak sama sekali dimana partisipasi para anggotanya terikat pada aturan-aturan yang menjadi perwujudan dari sistem hirarki kekuasaan. Elemen-elemen dari kedua jenis kolektifisme tersebut bisa ditemukan di Kompasiana.

Lebih jauh bisa dikatakan bahwa sebuah sistem (sub sistem) muncul dari sistem lainnya yang menjadi dasar pembentukannya. Saling keterikatan antara sistem dan sub sistem adalah sebuah fakta dalam konsep historis materialisme. Contohnya sebuah keluarga sebagai sub sistem yang berada dalam sistem masyarakat industrialis tentu akan terpengaruh oleh nilai-nilai industrialisme, contohnya kepraktisan dan pragmatisme. Kondisi sebaliknya atau ide untuk kondisi yang berlawanan adalah wujud dari anti realisme. Dengan menggunakan contoh sebelumnya, seorang kepala keluarga yang menanamkan doktrin altruisme sebagai nilai moral tertinggi bisa didefinisikan sebagai anti realis karena berlawanan dengan realita yang diciptakan oleh sistem yang menjadi latar belakang sub-sistem, yaitu kepraktisan dan pragmatisme.

Sebagai sebuah sub-sistem, Kompasiana juga tidak lepas dari sistem besar di baliknya yang melahirkannya dari sebuah ide menjadi sebuah wujud. Jika sistem ibu tersebut menempatkan nilai A sebagai nilai penting maka sub-sistem akan menampilkan atribut-atribut tertentu sebagai kepanjangannya atau usaha alami untuk mempertahankannya. Sistem ibu sangat sulit untuk dirubah kecuali melalui kesadaran diri yang dirawat melalui proses meng-upgrade pengetahuan melalui proses dialektik subyektif. Jika terdengar pesimistik (seperti pandangan sosial pesimistik Max Horkheimer dalam sikapnya terkait cengkeraman sistem kapitalistik)  maka pandangan pesimistik seperti ini tentu saja berasal dari upaya mencermati realita sosial dan fakta-fakta yang bisa terekam dari upaya-upaya tersebut.

Sistem ibu yang contohnya diterjemahkan dalam sistem pendidikan menampilkan penilaian sebagai penghargaan (dan sekaligus penghukuman). Mulai sub-sistem pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi, semuanya menerapkan konsep penilaian yang lugas dalam memudahkan pencapaian tujuan pendidikan, yaitu mendidik dan menjadikan obyek didik sebagai warga Negara yang berkompeten (pandangan kaum optimis) dan/atau memilah-milah sumber daya (pandangan kaum pesimis). Individu yang melakukan kontak dengan dan terlibat dalam sub-sistem seperti ini akan melakukan internalisasi konsep penilaian yang akan melahirkan konsep dualisme kesan, nyaman dan tidak nyaman (akan dibahas di bagian lain). JIka yang sebaliknya terjadi maka terjadi proses anti-realisme yang berujung pada nihilisme. Hal yang sama terjadi pada sub-sistem lainnya yang juga menampilkan atribut penilaian (meskipun dalam wujud berbeda) karena jika tidak menampilkan atribut yang sama maka sub-sistem tersebut pasti berasal dan lahir dari sistem ibu yang berbeda.

Penilaian yang dilakukan oleh Kompasiana tidak lebih dan tidak kurang adalah perpanjangan dari sistem ibu yang dengan gamblang menampilkan dan mengajarkan betapa pentingnya konsep penilaian lugas untuk mencipatkan peradaban yang lebih baik (apakah harus melalui pragmatisme atau dialektik adalah persoalan filsafat lain). Jadi tidak mengherankan jika dalam konsepnya Kompasiana menampilkan sistem penilaian dalam wujud Headlines, Highlights, Nilai Tertinggi, dan Terpopuler. Dan sebenarnya sebagai individu yang dididik dan mengalami internalisasi konsep penilaian lugas, hal-hal seperti ini tidak mengejutkan dan harus dipahami sebagai sesuatu yang wajar. Bagaimanakah struktur fenomenologi dari subyek yang menangkap atribut penilaian dari sistem ini akan dijelaskan seperti berikut ini.

Bagi Hume ide selalu dipengaruhi oleh kesan karena kesan adalah persepsi yang sifatnya lebih langsung dan aktif. Dan tidak sebaliknya. Dari kesan-kesan terhadap pengalaman ini, terbentuk ide melalui proses kognitif. Sebagai seorang empirisis, Hume meletakkan konsep bahwa pengalaman posteriori adalah satu-satunya yang menentukan, sebuah konsep yang dikritisi dan direkonstruksi ulang oleh Immanuel Kant dengan memasukan sumber-sumber a priori. (Membahas keduanya membutuhkan waktu dan kesempatan tersendiri).

Dualisme nyaman-tidak nyaman kemudian bisa diterapkan dalam konsep ini. Sebuah pengalaman akan dikodekan menjadi nyaman-tidak nyaman dalam konsep dualisme yang sesungguhnya dimana tidak ada wilayah tengah (netral). Kompasiana sebagai kepanjangan dari sistem ibu yang menampilkan penilaian lugas pasti akan menjadi pengalaman yang akan dikodekan sebagai nyaman-tidak nyaman. JIka sebuah artikel diberi penghargaan sebagai headline, Highlight,nilai tertinggi dan terpopuler pasti pengkodean nyaman akan muncul dan jika artikel tidak memperoleh penghargaan yang baik didefinisikan obyektif melalui empat macam penghargaan atau subyektif melalui bentuk-bentuk penilaian subyektif seperti banyaknya pembaca, komentar, dan penilaian pembaca, maka menurut struktur diatas maka akan muncul pengkodean tidak nyaman.

Mengatakan “Ah bagi saya hal itu tidak apa-apa,” bukan berarti menegasikan kode tidak nyaman dari kesan tetapi sebaiknya lebih diartikan sebagai ide yang muncul setelah pemrosesan kesan. Itu lah mengapa maxim yang benar adalah menerima ketidaknyamanan dan belajar memproses ketidaknyamanan  menjadi ide yang lebih baik, bukan membuat yang tidak nyaman menjadi nyaman. Itu lah mengapa maxim yang mengatakan “membuat penolakan menjadi nyaman” adalah sebuah kekeliruan jika dipahami dalam wilayah kesan (tetapi tidak dalam wilayah ide) karena dengan sendirinya maxim tersebut mengatakan bahwa penolakan yang dikodekan tidak nyaman bisa berubah menjadi nyaman. Apakah pernah mendengar maxim kedua? Dari seseorang dengan nama terkenal? Seterkenal apa pun jika menawarkan relatifisme metaetik, tentu saja struktur pengetahuannya masuk dalam jebakan ketidakakuratan sumber metafisik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun