Mohon tunggu...
Dee Shadow
Dee Shadow Mohon Tunggu... -

Esse est percipi (to be is to be perceived) - George Berkeley

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kebenaran Itu Milik Tuhan!(2)

2 Juli 2014   14:10 Diperbarui: 18 Juni 2015   07:51 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1404259557614110783

Yang menarik persepsi atas kemahakuasaan Tuhan akan memberikan pengaruh terhadap pengambilan keputusan dan bukankah mengejutkan bahwa arahnya bisa ke arah seperti yang saya dengan teman saya obrolkan kemarin pagi. Pematangan konsep ketuhanan dengan menggunakan dan mengoptimalkan akal untuk memahami peran Tuhan dalam hidup ini sangatlah penting. Dan tentu saja sampai saat ini saya masih menghormati kebebasan setiap individu untuk meyakini seperti apa wujud Tuhan itu. Tetapi adakah yang lebih baik selain keyakinan yang dilandaskan pada kematangan pribadi karena kayanya informasi, bukan diserahkan pada beberapa agen yang mengklaim memiliki hak "khusus" untuk mendefinisikanNya?

Keterangan:
(1) Saya menggunakan kebenaran obyektif karena yang disampaikan di artikel mas AJ dilandaskan pada keyakinan-keyakinan yang muncul dengan latar belakang sosial, geografis, historis dan politis.
(2) Definisi relatifisme dari Wikipedia: Relatifisme adalah konsep yang menyebutkan bahwa sudut pandang tidak memiliki kebenaran atau validitas absolut, hanya berdasarkan pada nilai subyektif sesuai perbedaan persepsi dan keyakinan.
(3) Relatifisme biasanya mendapatkan kekuatannya dari dilematika moral.
(4) Saya sengaja menggunakan kata ganti orang kedua untuk menekankan bahwa artikel ini lebih bergerak dalam wilayah kebenaran subyektif.
(5) Saya menggunakan kata "merasa" untuk alasan yang sama seperti poin (4).
(6) Terkait konsep libertariannya Clarke dalam korespondensinya dengan Leibniz yang mewakili kompatibilis.Sedikit pembahasannya saya singgung di artikel saya "Video Games dan Filsafat Takdir" dalam bagian komentar.
(7) Polemik antara fatalisme dan absolutely fee will serta polemik antara esensialisme dan eksistensialisme.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun