Yang menarik persepsi atas kemahakuasaan Tuhan akan memberikan pengaruh terhadap pengambilan keputusan dan bukankah mengejutkan bahwa arahnya bisa ke arah seperti yang saya dengan teman saya obrolkan kemarin pagi. Pematangan konsep ketuhanan dengan menggunakan dan mengoptimalkan akal untuk memahami peran Tuhan dalam hidup ini sangatlah penting. Dan tentu saja sampai saat ini saya masih menghormati kebebasan setiap individu untuk meyakini seperti apa wujud Tuhan itu. Tetapi adakah yang lebih baik selain keyakinan yang dilandaskan pada kematangan pribadi karena kayanya informasi, bukan diserahkan pada beberapa agen yang mengklaim memiliki hak "khusus" untuk mendefinisikanNya?
Keterangan:
(1) Saya menggunakan kebenaran obyektif karena yang disampaikan di artikel mas AJ dilandaskan pada keyakinan-keyakinan yang muncul dengan latar belakang sosial, geografis, historis dan politis.
(2) Definisi relatifisme dari Wikipedia: Relatifisme adalah konsep yang menyebutkan bahwa sudut pandang tidak memiliki kebenaran atau validitas absolut, hanya berdasarkan pada nilai subyektif sesuai perbedaan persepsi dan keyakinan.
(3) Relatifisme biasanya mendapatkan kekuatannya dari dilematika moral.
(4) Saya sengaja menggunakan kata ganti orang kedua untuk menekankan bahwa artikel ini lebih bergerak dalam wilayah kebenaran subyektif.
(5) Saya menggunakan kata "merasa" untuk alasan yang sama seperti poin (4).
(6) Terkait konsep libertariannya Clarke dalam korespondensinya dengan Leibniz yang mewakili kompatibilis.Sedikit pembahasannya saya singgung di artikel saya "Video Games dan Filsafat Takdir" dalam bagian komentar.
(7) Polemik antara fatalisme dan absolutely fee will serta polemik antara esensialisme dan eksistensialisme.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H