Memasuki sepuluh hari kedua di bulan Ramadan, alhamdulillah sejauh ini masih berjalan lancar. Meski sudah bolong tujuh hari karena tamu bulanan, sejauh ini tidak ada hambatan yang berarti. Alhamdulillah masih sehat untuk tetap berpuasa dan menyiapkan puasa untuk keluarga.
Meskipun Ramadan tahun ini berbeda dengan biasanya, keberkahannya tetap sama. Meski tahun ini juga harus berjuang mekawan pandemi, Ramadan tetap punya banyak keistimewaan.
Banyak hal-hal yang saya syukuri di Ramadan kali ini. Pertama, saya bersyukur tetap bisa shalat tarawih berjamaah meskipun di rumah. Ada suami yang siap sedia jadi imam setiap hari. Kami berempat bisa shalat tarawih bersama-sama setiap harinya.
Kedua, saya bersyukur si sulung masih semangat berpuasa hingga hari kedua belas. Dia tak lagi mengeluh. Menjalankan puasa dengan penuh suka cita.
Ketiga, saya bersyukur Allah masih memberi kami rezeki untuk bisa makan dan minum di bulan ini. Bersyukur meski saya kehilangan pendapatan karena harus diam di rumah, masih ada pendapatan suami yang bisa digunakan untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Bisa makan untuk saat ini adalah hal yang pantas kita syukuri lho, sebab banyak orang yang mungkin saja saat ini untuk makan pun tak ada.
Keempat, saya bersyukur saat harus menjadi fasilitator si sulung yang harus sekolah dari rumah (sfh). Momen SFH ini membuat saya kembali menjakankan peran saya sebagai madrasah untuknya. Saya menikmatinya, si sulung juga. Bahkan meski hampir dua bulan sekolah di rumah, dia belum oernah bilang rindu sekolah. Dia malah ingin terus belajar di rumah. Mau homeschooling katanya. Alhamdulillah, dia menikmati belajar bersama saya.
Kelima, alhamdulillah keluarga kami masih bisa berbagi. Kami masih bisa berbagi rezeki pada orang-orang terdekat. Membantu saudara yang menganggur karena pandemi ini. Tetap bisa memberi sedikit rezeki pada orangtua setiap bulannya. Bersyukur, meski mungkin yang kami terima berkurang dari bulan-bulan sebelumnya, kami masih bisa berbagi. Alhamdulillah..
Dan masih banyak lagi hal-hal yang bisa saya syukuri di Ramadan kali ini. Meskipun begitu, ada yang paling sulit di Ramadan Kali ini. Hal tersulit di Ramadan kali adalah harus kuat menahan rindu. Rindu untuk bertemu orang-orang terkasih.
Rindu kepada ibu mertua. Meskipun jarak rumah kami hanya 13 km, kami tak bisa bertemu. Covid 19 membuat kami harus diam di rumah. Apalagi sekarang ada aturan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Kami yang di Sidoarjo ini tak bisa ke rumah ibu yang ada di Surabaya.
Rindu kepada keluarga besar. Harusnya momen Ramadan saya mengunjungi keluarga besar yang ada di Surabaya. Biasanya ada waktu untuk buka bersama keluarga besar.
Saya juga rindu mudik. Mengunjungi beberapa keluarga yang ada di luar kota. Bojonegoro dan Mojokerto adalah kota tujuan kami untuk mudik.
Saya juga rindu bertemu sahabat-sahabat saya. Kami bertiga sudah berteman selama 18 tahun. Biasanya kami bertemu setiap dua bulan sekali, karena satu diantara kami bekerja di luar kota. Kami bertemu saat dia pulang kampung. Biasanya selalu ada momen buka puasa yang kami lewati bersama. Tapi tahun ini tidak ada momen itu. Kami harus menahan rindu tidak bertemu langsung. Kami pun saling menguatkan dari jauh. Mengobrol di grup WA.
Dan yang paling berat itu adalah menahan rindu pada masjid. Rindu untuk mendekatkan diri pada Nya. Rindu shalat tarawih Kimi di masjid. Rindu tadarusan di masjid. Dan rindu untuk itikaf di masjid selama sepuluh hari terakhir.
Benar kata Dilan, rindu itu berat...
Ya,, semoga pandemi ini segera berakhir. Biar kita semua bisa bertemu orang-orang terkasih. Bisa bekerja dan belajar seperti biasanya lagi.
Jadikan momen Ramadan sebagai waktu terbaik untuk berdoa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H