Mohon tunggu...
relativitas
relativitas Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Devide et Impera Freeport

6 Desember 2015   01:59 Diperbarui: 6 Desember 2015   08:13 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Persidangan pelanggaran kode etik ketua DPRI  Setya Novanto versus mentri ESDM Sudirman Said di mahkamah kehormatan dewan saat ini menjadi berita yang paling hot diseluruh media elektronik dan media cetak, dikatakan hot dikarenakan adanya dua lembaga pemerintahan yang saling bertarung di depan rakyatnya sendiri untuk memperebutkan kekuasaan atas perpanjangan kontrak freeport yang akan diperpanjang pada tahun 2021.

Tidak tanggung-tanggung menteri ESDM menuduh Setya Novanto menyalahgunakan jabatan untuk kepentingan pribadi dengan cara meminta saham freeport, sehingga mentri ESDM menilai Ketua DPRI tidak patut dan tidak pantas bertemu dengan freeport dan membahas perpanjangan kontrak, karena kekuasaan perpanjangan kontrak freeport adalah kekuasan Sudirman Said sebagai mentri ESDM.

Menangapi tuduhan Sudirman Said tentu saja Ketua DPRI yang memiliki jam terbang tinggi di dunia politik dan pemerintahan  membantah dengan alasan tidak ada pembahasan perpanjangan kontrak saat bertemu dengan bos Freeport Maroef Sjamsuddin, karena pertemuan yang terjadi hanyalah pertemuan biasa yang umum dilakuan oleh pimpinan DPRI dengan siapa saja, termasuk bos Freeport, lebiha lanjut Setya Novanto menilai tuduhan mentri ESDM sangat tidak berdasar karena tidak ada bukti konkrit bahwa setya novanto meminta saham secara gamblang di dalam rekaman yang di rekam bos freeport.  Oleh karena itu Setya Novanto menilai mentri ESDM khilaf dan tentu saja sebagai negarawan sejati Setya Novanto memaafkan kekhilafan mentri ESDM.

Pertarungan Setya Novanto versus Mentri ESDM tentu bukanlah pertarungan yang terjadi secara tidak sengaja, karena ada namanya pihak ketiga sebagai promotor event pertarungan tersebut yaitu Freeport. Promotor dalam suatu pertarungan bukanlah hal yang mudah dilakukan apalagi menyangkut dua kekuasaan tertinggi dipemerintahan Indonesia, karena untuk melaksanakan pertarungan ini promotor membutuhkan skill atau kealihan yang tinggi dibidang politik, ekonomi, sosial dan kekuasaan, dan freeport memiliki kapasitas sebagai promotor yang handal dan jenius.

Lalu apa keuntungan promotor? Keuntungan promotor dalam suatu pertarungan tentu lebih besar dari keuntungan kedua petarung yang sedang bertarun baik itu yang menang ataupun yang kalah, dikarenakan yang "PROMOTOR TIDAK PERNAH RUGI". Jika dikaitkan dengan pertarungan ketua DPRI dengan mentri ESDM keuntungan Freeport adalah :

Kekuasaan

Belangsungnya pertarungan mentri ESDM dan ketua DPRI Setya Novanto menunjukkan bahwa freeport lebih bekuasa dari pada pemerintah dan DPRI. Keuntungan ini bukan bernilai ekonomi, tetapi keuntungan psikologis yang menunjukkkan kepada seluruh rakyat Indonesia dan Dunia bahwa Freeport memilki kekuasan untuk memegang kendali atas dua lembaga tinggi pemerintahan, bahkan dapat mengadu domba mereka untuk memperebutkan "SESUATU YANG TIDAK ADA"

Ekonomi

Namanya promotor tentu menginginkan pendapatan dari suatu pertarungan dua petarung kelas berat. Keuntungan ekonomi Freeport dari ekonomi akan dapat dikatahui setelah pertarungan dua lembaga pemerintahan selesai. Jika salah satu lembaga pemerintah jadi pemenang apakah itu mentri ESDM atau ketua DPRI Setya Novanto maka promotor pertarungan akan mendekati pemenang dengan tujuan kerjasama untuk pertarungan berikutnya yaitu perpanjangan kontrak Freeport. Promotor lebih mengutamakan pemenag dibandingkan yang kalah seorang pemenang akan memilki dukungan publik atau pengemar yang mendewakan sang pemenang, bahkan penggemar tidak akan mempersoalkan jika sang pemenang melakukan kontrak kerjasama kembali dengan promotor(Freeport), dengan kondisi pemenang di atas angin tentu promotor dengan mudah melancarkan perpanjangan kontrak (Freeport).

Sosial

Dengan adanya kerjasama promotor dengan pemenang pertarungan tentu secara tidak langsung sang promoto juga akan dipuja penggemar sebagai pihak yang berperan menjadikan sang petarung menjadi pemenang, secara tidak langsung promotor dianggap penggemar sebagai pahlawan dan pastinya promotor(Freeport) juga akan dicintai oleh penggemar dan pada akhirnya promotor memilki nama baik, memiliki intergritas, akuntabilitas yang baik dan peduli terhadap kondisi sosial penggemar.

Politik

Politik adalah tehnik atau cara untuk mencapai tujuan. Dalam pertarungan Ketua DPRI dan Mentri ESDM ada permainan politik yang sangat kental yang dilakukan oleh promotor. Permainan politik itu dapat dilihat dari membaca kondisi politik antara oposisi dan pemerintah di gedung parlemen. Ada ciri khas parlemen di Indonesia dibandingkan dengan parlemen di negara maju yaitu "SIFAT BALAS DENDAM DAN SALING MENJATUHKAN ".di parlemen kita semua sudah mengetahui adanya dua kubu yang saling jegal menjegal, pijak memijak, balas membalas, jatuh menjatuhkan dan banyak lagi. Tetapi ada juga yang disebut sebagai kubu penyeimbang yang menurut saya bukan penyeimbang tapi kubu si JOKER. Bagi promotor(freeport) ketidakkompaan parlemen adalah modal dasar bagi terlaksananya suatu pertarungan, kerena dengan sedikit saja isu ataupun pancingan(rekaman bos freeport) cukup untuk memulai pertarungan. Dengan penjelasan di atas dapat dipastikan promotor adalah politikus yang handal dan hebat.

Dengan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan promotor (Freeport) adalah pemain yang luar biasa, dan dapat dipastikan untuk menjadi promotor sekelas Freeport dibutuhkan tenaga ahli yang cerdas dan bisa membaca dan mengontol situasi. Jika berbicara tentang Freeport tentu kita tahu bahwa prusahaan ini adalah prusahaan raksasa dari negara adidaya yang memiliki kemampuan intelijen dan data yang mempuni, karena jujur saja tidak ada namanya perusahaan yang berinvestasi dan beroprasi di Indonesia karena mencintai dan ingin membangun kesehjahtraan masyarakat Indonesia, karena itu semua hanya manis di bibir pahit di kenyataan, bahkan meninginkan bangsa indonesia tetap bodoh dan dapat diadu domba dengan tujuan penguasaaan Sumber daya alam.

Saya heran mengapa tidak ada analisa pejabat pemerintahan di negara Indonesia menyadari permainan yang saat ini lagi dimainkan oleh promotor(Freeport), dan parahnya lagi pengamat (kritikus)saat ini banyak sekali berkomentar tentang kasus ini diseluruh media, tapi sayang semuanya gagal bahkan menjadikan pertarungan ini semakin seru antara ketua DPRI dan Mentri ESDM. Menurut saya seluruh pengamat atau kritikus atau orang pintar-pintar bergelar profesor dan doktor baik itu di lembaga pemerintahan dan Universitas di Indonesia saat ini melihat kasus ini secara konvensional, sedangkan promotor bermain Quantum. "PERMAINAN QUANTUM ADALAH PERMAINAN YANG DIMAINKAN ORANG LAIN TAPI  TIDAK DAPAT DILIHAT OLEH ORANG LAIN"

lalu bagaimana mengakhiri pertarungan ini ?. Cara terbaik mengakhiri pertarungan ketua DPRI dan Mentri ESDM adalah kesimpulan Quantum. Kesimpulan Quantum adalah menyadari "TAHU DIRI". Selayakanya Ketua DPRI Setya Novanto meminta maaf kepada publik dan masyarakat Indonesia atas perbuatan yang telah dilakukannnya, karena lebih terhormat meminta maaf kepada rakya dari pada disidang MKD yang menjadi tontonan rakyat Indonesia dan menjadi boneka(Freeport). Meminta maaf atas kesalahan kepada rakyat Indonesia adalah pengakuan dan tindakan paling terhormat dari seorang negarawan sejati, bukan bukti suatu kekalahan, karena meskipun setya Novanto lolos dari MKD tapi tetap manjadi boneka promotor.

Kepada mentri ESDM selayaknya sifat saling mengingatkan perlu ditanamkan dalam melaksanakan tugas di kementrian yang dipimpinnya, karena jujur saja namanya mafia di kementrian ESDM bukanlah sesuatu yang baru, dan  tujuan melaporkan setya novanto adalah upaya menghapuskan KKN di kementrian ESDM.  Tetapi jangan terlalu mudah dan arogan mengadukan ketua DPRI ke MKD atas dasar informasi promotor (Freeport) dan mempublikasikannnya kepada masyarakat sebagai tontonan memalukan, karena saya yakin jika mentri ESDM menjumpai ketua Setya Novanto dan mengingatkan bahwa pertemuan dengan Promotor(Freeport) tidak patut dan tidak pantas, maka saya menjamin Setya Novanto tidak akan melanjutkan petemuan dengan pihak promotor (Freeport) karena diingatkan oleh mentri ESDM tentang konsekuensi jika pertemuan dilanjutkan.

Kesimpulan dari kejadian ini adalah, taktik devide et empera (memecah belah lalu menguasai) masih bisa diterapkan oleh bangsa asing, JADI APAKAH INDONESIA SUDAH MERDEKA...?

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun