Masyarakat Indonesia sepertinya sudah maklum terhadap keputusan pengadilan suatu kasus yang melibatkan elite politik atau keluarganya. Dengan kekuasaan politik dan Kolusi dikalangan pemimpin di negeri ini membuat palu hukum menjadi tebang pilih dengan keputusan yang gantung. Padahal seharusnya semua masyarakat setara dimata hukum, namun yang terjadi tidak demikian.
Melihat kecelakaan yang dialami oleh Rasyid Amrulah Rajasa yang mengendarai mobil BMW bernomor B 272 HR, menabrak mobil Luxio yang dikemudian Joner, di dini hari pertama 2013. Kecelakaan terjadi di Tol Jagorawi Kilometer 3, Jakarta Timur, Selasa (1/1/2013) pagi, menewaskan dua orang dan delapan orang lain terluka. Proses sidang berjalan 3 bulan kemudian di mana tersangka terbukti melanggar dua pasal kecelakaan hingga menyebabkan korban luka ringan, korban meninggal dunia, dan kerusakan barang telah terpenuhi, Hakim hanya memvonis Rasyid pidana penjara 5 bulan atau denda uang sebesar Rp 12 juta dengan masa percobaan hukuman selama 6 bulan, lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum, yakni 8 bulan penjara dengan masa percobaan 12 bulan dan subsider 6 bulandi Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Kamis (7/3/2013).
Mengutip pernyataan Pengamat hukum dari Universitas Padjajaran , Yesmil Anwar, kepada media okezone
"Kita enggak tahu dana yang mengalir berapa ke keluarga korban. Memberikan konpensasi biaya pendidikan untuk anak korban dan sebagainya, itu sebenarnya baik. Cuma aneh kalau sampai karena uang dan kekuasaan hukum tidak diproses,"
"Artinya hukum di Indonesia dapat dibeli, tapi walaupun langit runtuh proses hukum harus tetap berjalan. Karena ini memang kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan nyawa hilang,"
Dalam kasus Anak Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa , M Rasyid Amrullah Rajasa (22) Polisi terkesan memberikan perlakuan spesial kepada anak bungsu besan PresidenSBYitu yang mengindikasikan bahwa adanya tebang pilih dalam penanganan kasus. Jika dibandingkan dengan kasus tabrak lari fortuner dengan plat nomor B 2718 BP yang dikemudikan oleh sopir Agustin Baron Tarigan (45) sebagai tersangka sehingga menewaskan Stefanus Haryanto (22) pada tanggal tanggal 20-1-2013 , Jakarta .Kecelakaan disebabkan Oleh kebijakan Contra Flow pada hari itu . Dikutip dari suarakarya-online.com ‘Kepala Unit Laka Lantas Jakarta Barat Ajun Komisaris Rahmat Dahlizar, yang ditemui di tempat terpisah, Minggu (20/1), menuturkan, peristiwa tabrakan itu terjadi karena arus lalu lintas di lokasi kejadian sedang diberlakukan sistem contra flow akibat adanya genangan air di depan Mall Citra Indah, Jakarta Barat
1. Polisi Merahasiakan Identitas Pengemudi
Saat Rasyid Rajasa terjeat kasus kecelakaan pada awal tahun lalu, semua petugas kepolisian di Polda Metro Jaya bungkam. Mereka tidak berani menyebutkan tentang siapa identitas sopir BMW yang terlibat kecelakaan di Tol Jagorawi.
Baru pada siang menjelang sore hari tanggal 1 januari 2013, Kadiv Humas Mabes Polri (saat itu) Irjen Pol Suhardi Alius menyebut bahwa sopir BMW maut itu adalah Rasyid Rajasa, putra bungsu Hatta Rajasa.
Dalam kasus Tabrak Lari Fortuner B 2718 BP kejanggalan diawali dengan simpang siur berita yang bertolak belakang dari berita yang satu dengan berita yang lain dari wartawan DetikNews
Elvan Dany Sutrisno– detikNews ,Minggu, 20/01/2013 13:59 WIB
"Sopirnya perempuan, sedang dilakukan pengejaran," kata Kasat Lantas Polres Jakbar, AKBP Wong Niti, kepada detikcom, Minggu (20/1/2013). Identitas perempuan tersebut masih disimpan rapat untuk proses penyelidikan.
Rachmadin Ismail– detikNews ,Minggu, 20/01/2013 17:20 WIB
"Hasil pengembangan kasus tabrak lari TKP JL S Parman Jakbar telah diketahui, ditangkap pengemudi nama Agustin Baron Tarigan (45)," kata Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Pol Suhardi Alius, kepada detikcom, Minggu (20/1/2013).
·Alfiyyatur Rohmah – Kompas.com
"Pengendara Fortuner-nya itu sudah ditangkap. Nama pengendaranya Agustin B, usianya 45 tahun," kata Kanit Laka Lantas Polres Jakarta Barat Ajun Komisaris Rahmat Dahlizar saat dihubungiKompas.com, Minggu malam. Rahmat mengatakan, sopir tersebut ditangkap di Hotel Grand Tropic tadi sore. Namun, karena kondisi kesehatan sopir kurang baik, maka polisi akan melakukan pengembangan perkara pada besok. Hal ini dilakukan karena polisi tidak bisa memaksakan kehendak jika kondisi sopir dalam keadaan tidak sehat.
Dengan saksi mata, Dudin (40). Dudin adalah pekerja perbaikan jalan yang mendirikan tenda di lokasi kejadian. Ia melihat dari dalam mobil itu ada seorang perempuan dan dua pria muda yang keluar dari mobil sesaat pascakejadian. Mereka kabur segera ketika melihat korbannya tewas.
Jika kita pelajari dari berita yang beredar kejanggalan ini hampir sama dengan Kasus Anak Hatta Rajasa . Polisi yang menangani kasus ini memulai pemberitaan dengan menyembuyikan identitas Pelaku dari publik dengan berita yang simpang siur dalam kasus tabrak lari tersebut. Dari berita-berita di awal didapati pelaku adalah seorang Perempuan yang identitasnya masih disimpan rapat dan dalam kendaraan tersebut ada 2 rekannya pria muda . Kemudian hanya berselang 3 jam lebih berubah menjadi seorang Pria separuh baya bernama Agustin Baron Tarigan pria berumur 45 tahun sebagai sopir ditangkap di Hotel Grand Tropic tidak jauh dari lokasi kejadian.
2. Polisi tidak mengungkap pihak-pihak yang terlibat dalam kecelakaan
Setelah kecelakaan yang menewaskan dua orang, keberadaan Rasyid Rajasa juga masih menjadi misteri. Saat itu semua pejabat kepolisian di Polda tidak berani menyebut, di mana anak bungsu Hatta Rajasa itu menjalani perawatan.
Dalam kasus Tabrak lari Fortuner B 2718 BP menurut Salah satu saksi mata, Dudin (40), mengaku sempat melihat seorang perempuan dan dua pria keluar dari Fortuner. Ketiganya tidak terluka. Dalam gelap, sekitar pukul 04.45 WIB, mereka meninggalkan mobil yang terbalik dan tak diketahui ke mana larinya.
Masih menjadi Pertanyaan bagi keluarga korban dan Publik selama 8 Bulan Pasca kecelakaan kenapa polisi tidak mengungkap siapa 2 rekan Pengemudi maut tersebut yang melarikan diri tanpa menolong korban yang saat itu masih bernafas. Mengacu pada :
Pasal 312
Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang terlibat Kecelakaan Lalu Lintas dan dengan sengaja tidak menghentikan kendaraannya, tidak memberikan pertolongan, atau tidak melaporkan Kecelakaan Lalu Lintas kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia terdekat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 231 ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c tanpa alasan yang patut dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah).
3. Barang Bukti Bisa Hilang
Mobil BMW tipe SUV X5 warna hitam yang dikemudikan Rasyid menabrak Daihatsu Luxio bernomor polisi F 1622 CY di KM 3+400 Tol Jagorawi. Namun keberadaan mobil BMW Rasyid itu sempat menjadi misteri, pasalnya pejabat kepolisian tidak langsung memperlihatkan mobil tersebut kepada publik. Polda Metro Jaya terkesan menyembunyikan mobil mewah tersebut.
Bahkan saat dipamerkan di Unit Laka Polda Metro, BMW Rasyid juga ditutupi oleh polisi. Entah apa maksudnya, namun tidak dengan Luxio yang ditabrak Rasyid.
Begitu senada kasus Rasyid dengan kasus Agustin Baron tarigan (45) yang disebut hanya “sopir” 7 bulan lebih selang kasus tabrak lari tidak ada kemajuan dalam proses hukumnya. 10 september 2013 ibu dari korban tabrak lari Stefanus haryanto , Ibu Fransisca datang dari singkawang , Kalimantan Barat untuk menemuiAKBP Wong Niti selaku KASATLANTAS , Jakarta barat dengan harapan proses kasus tabrak lari anaknya mendapat kejelasan.
Dari keterangan yang diperoleh dari AKBP Wong Niti dikatakan bahwa :
“Kasus tidak bisa berlanjut karena Barang bukti berupa satu unit mobil Fortuner B2718BP tidak bisa dihadirkan untuk Jaksa dalam Tahap 2 karena barang bukti dipinjam oleh pihak pelaku untuk diperbaiki selama 7 bulan dan belum dikembalikan”
Setelah Sang ibu korban berdialog cukup lama dengan AKBP Wong Niti karena alasan yg diberikan tidak masuk akal karena mengacu Hasil Penyidikan SP2HP Berkas perkara sudah dilmpahkan keKejaksaan Jakarta Barat untuk menuntut Kebenaran dan Keadilan bagi anaknya hari itu juga Pukul 17:00 AKBP Wong Niti memanggil penjamin Mobil fortuner B2718BP Bernama Abeng yang mengaku sebagai pemilik tempat hiburan New Medica, Grogol untuk menghadirkan barang bukti yang dikatakan dipinjam untuk diperbaiki.
Namun setelah diketemui Pukul 18.30 sang Penjamin Mobil Abeng mengaku tidak mengetahui dimana “Lokasi” fortuner yang dipinjamnya dengan disaksikan oleh pihak Kelurga korban dan Instansi kepolisian . Meskipun kita mengetahui Pihak kepolisian berhak menarik barang bukti jika diperlukan untuk proses hukum namun seolah olah hokum tidak berdaya. Jika kita mengacu pasal;
KUHP Pasal 42
1.Penyidik Berwenang memerintahkan kepada orang yang menguasai benda yang dapat disita, menyerahkan benda tersebut kepadanya untuk kepentingan pemeriksaan dan kepada yang menyerahkan benda itu harus diberikan surat tanda penerimaan.
Tindakan dari pihak pelaku yang tidak mengembalikan Barang bukti sangat tidak kooperatif dalam proses hukum dan cendrung memperlambat proses hukum.
4. Kewajiban memberi santunan menghilangkan Pidana
Seperti yang diberitakan oleh media dalam Kasus Tabrakan Yang dilakukan oleh Anak Hatta Rajasa terjadi “perdamaian” yang dilakukan untuk menghilangkan tuntutan dari pihak keluarga korban seperti yang dikatakan oleh
Pengamat hukum dari Universitas Padjajaran Yesmil Anwar
"Kita enggak tahu dana yang mengalir berapa ke keluarga korban. Memberikan konpensasi biaya pendidikan untuk anak korban dan sebagainya, itu sebenarnya baik. Cuma aneh kalau sampai karena uang dan kekuasaan hukum tidak diproses," ujar Yesmil
Hal serupa terjadi juga pada keluarga almarhum stefanus Haryanto , mereka ditekan untuk menerima proses damai dan tidak boleh menuntut keadilan hukum bagi almarhum karena telah menerima uang santunan yang tidak sebanding dengan nyawa seorang manusia. Uniknya yang menekan pihak keluarga Almarhum untuk tidak melanjutkan perkara yang sudah 7 bulan tidak diproses adalah pihak kepolisian dan kejaksaan dengan dalil bahwa kasus pihak Korban tidak dilanjutkan secara hukum karena telah menerima uang santunan .Mereka mengatakan "Ibu kan sudah menerima santunan kan? kenapa bertanya kenapa proses hukum tidak berjalan dan Pelaku bisa bebas?" seolah olah rakyat kecil tidak punya posisi apapun untuk mencari keadilan dalam Hukum.
Bagaimana mungkin aparat penegak hukum yang harusnya netral tidak berpihak kepada siapapun membiarkan proses hukum tidak berjalan?
Mengacu pada UULJ NO.22 Tahun 2009 Pasal 235 UU lalu lintas
mengatur bahwa penyebab kecelakaan wajib bertanggung jawab pada masa depan korban dan keluarganya. Dengan demikian, meski santunan telah diberikan dan tidak ada tuntutan dari keluarga korban, proses hukum harus tetap berlangsung.
Diketahui Jelas-jelas oleh Aparat penegak hukum keluarga korban telah terpukul dengan kepergian Stefanus Haryanto yang tragis dan menuntut keadilan bukan dengan proses hukum yang gantung dari aparat penegak hukum , Karena Apapun yang terjadi Hukum dinegara Ini harus ditegakkan bagi yang tertindas.
5.Tersangka kasus tabrakan yang menghilangkan nyawa tidak ditahan
13819949981916924740
Seperti yang kita ketahuiKonstruksi hukum pada kasus Rasyid sejak awal penanganannya memang terbilang "istimewa" bila dibandingkan dengan kasus-kasus yang hampir serupa. Rasyid, pascakecelakaan maut di tol tidak pernah ditahan oleh pihak kepolisian, bahkan hingga kasusnya dilimpahkan ke Kejaksaan Agung
Banyak alasan yang memperkuat anak menteri ini untuk tidak menjalani tahanan. Mulai dari alasan sikap Rasyid yang kooperatif hingga alasan Rasyid mengalami trauma dan harus menjalani terapi di RS Pertamina Pusat.
Keistimewaan yang melahirkan kejanggalan juga terletak pada proses penanganan perkara Rasyid Rajasa yang ekstra kilat. Itu karena hanya dalam waktu 11 hari, polisi melimpahkan berkasnya ke kejaksaan dan dalam waktu 1,5 bulan kasus ini sudah diproses di pengadilan.
Tapi lebih ‘istimewa’ penanganan Kasus Agustin baron Tarigan sebagai tersangka kasus Tabrak lari fortuner B 2718 BP yang menewaskan Stefanus Haryanto. Pada Tanggal 10 September 2013 saat Sang ibu korban menemui AKBP Wong Niti selaku KASATLANTAS, Jakarta barat memberitahukan kepada ibu korban bahwa memang Agustin Baron Tarigan memang tidak ditahan oleh pihak kepolisisan selama 7 bulan lebih Pasca kecelakaan tanpa alasan yang jelas meski kita ketahui bahwa Faktanya Nyawa seorang Pemuda bernama Stefanus haryanto telah hilang dalam kecelakaan tersebut.
Dengan demikian, kedua kasus ini menunjukkan hukum benar-benar hanya tajam kebawah tumpul keatas . Penegak hukum seperti tidak mengedepankan prinsip-prinsip equality before the law dalam penanganannya.
6. Kasus Serupa, Beda Perlakuan
Melihat balik kebelakang Masih segar ingatan kita akan kejadian kecelakaan lalu lintas di Tugu Tani yang terjadi Afriani Susanti saat mengemudikan Xenia hitam. Sembilan pejalan kaki tertabrak mobil yang dikendarainya dan tewas. Afriani sempat mengalami depresi dan percobaan bunuh diri, namun berhasil digagalkan polisi.
Tak hanya itu, Afriani ketika itu sempat menyatakan siap memberikan nyawanya kepada keluarga korban. Namun hukum tetap berproses, Afriani akhirnya di vonis 15 tahun hukuman penjara akibat perbuatannya yang menghilangkan sembilan nyawa.
Artinya, proses hukum terhadap Afriani tetap berjalan sesuai dengan prosedur hukum dan ada sanksi hukuman yang meskipun belum tentu adil bagi keluarga korban, tapi cukup tinggi untuk dijalani oleh Afriani.
Begitu juga, Andhika Pradipta yang menjadi sopir maut Nissan Grand Livina pada Kamis (27/12) dini hari di Jalan Ampera Raya, Ragunan, Jakarta Selatan, akan bernasib sama dengan Afriani Susanti. Kasus Nissan Grand Livina yang menewaskan dua orang terjadi karena Andhika menyerempet mobil Daihatsu Taruna. Lantaran panik karena telah menyerempet mobil Daihatsu, Andhika melarikan diri dengan mengemudi kendaraannya dalam kecepatan tinggi.
Mungkin, letak keadilan hukum kasus Rasyid akan sulit diterima jika dibandingkan dengan kasus Afriani atau Andhika yang menewaskan orang lebih banyak dan di bawah pengaruh miras atau narkotik.
Begitu juga yang dirasakan Oleh keluarga Almarhum Stefanus Haryanto yang sampai hari ini belum mandapatkan keadilan bagi anggota keluarga mereka yang telah pergi dengan naas di tangan pengemudi Mobil Fortuner B2718 BP . Bukan hanya pelakunya bebas berkeliaran proses hukum pun tidak berjalan di tangan aparat penegak hukum.
Kami Keluarga Almarhum stefanus Haryanto mengharapkan bantuan teman-teman media, pengamat hukum, Aktivis HAM dan masyarakat yang peduli akan Keadilan dan Kebenaran dinegara ini . Untuk memantau Proses hukum agar bisa berlanjut sebagaimana mestinya Dengan aparat penegak keadilan berlaku adil dan Profesional menghukum pelaku sebenarnya dan Hukuman sebarat beratnya seperti kasus Afriani yang divonis 15 tahun atas kesalahnya. Minimal 5 Tahun Penjara atas perbuatan tidak bertanggung jawab yang dilakukannya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H