Sumber http://kabarnet.wordpress.com/2011/08/18/tak-peduli-hamil-tua-anggota-dpr-ri-pecat-stafnya/
Mengecam Sikap Anggota DPR RIÂ Melakukan PHK Kepada Stafnya Yang Sedang Hamil Tua
Sebelum memangku jabatan, anggota DPR RI yang terpilih harus mengucapkan sumpah/janji. Bunyi sumpah itu adalah : Demi Allah (Tuhan) saya bersumpah/berjanji: bahwa saya, akan memenuhi kewajiban saya sebagai anggota/ketua/wakil ketua Dewan Perwakilan Rakyat dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dengan berpedoman pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Tetapi sumpah dan janji itu seringkali tidak dijalankan oleh anggota Dewan. Pikiran dan perilaku mereka sering berbeda dengan sumpah dan janjinya. Muncul banyak kasus korupsi yang melibatkan anggota Dewan, banyak dikritik rakyat karena mereka tidak aspiratif. Bahkan, tidak sedikit yang diadukan ke Badan Kehormatan DPR RI karena mereka melanggar etika, moral dan kepatutan sebagai anggota Dewan.
Sikap melanggar etika, moral dan kepatutan sebagai anggota parlemen juga dilakukan anggota anggota DPR RI bernama Itet Tridjajati Sumarijanto, MBA dengan nomor anggota A-330, dari Fraksi PDI Perjuangan, dapil Lampung II. Selain sebagai anggota Dewan Ibu Itet juga Ketua RT 007/04, Kelurahan Gondangdia, Menteng. Dia juga Ketua wilayah Marcella (dua periode) di Paroki Gereja St Theresia.
Anggota Komisi X DPR RI ini (mantan anggota Komisi IX yang membidangi perburuhan dan kesehatan) telah melakukan PHK kepadaku (staf ahlinya) dengan semena-mena (lihat kronologis). Niatan untuk mem-PHK Aku (Nurely Yudha Sinaningrum) sudah dia sampaikan sekitar bulan April (usia kandungan 4 bulan). Alasan beliau, kalau melahirkan nanti aku akan sibuk mengurusi bayi. Baginya, itu kerugian karena aku dianggapnya tidak akan mampu bekerja secara penuh.
Ketika memasuki bulan Juli 2011, Ibu Itet memanggil aku lagi. Ketika beliau mengetahui usia kandunganku sudah mencapai tujuh bulan, dia langsung menyatakan bahwa tinggal dua bulan lagi aku bekerja. Tragisnya lagi gajiku dipotong 50%. Jelas langkahnya patut dipertanyakan, dan  ada indikasi  dia mempunyai pikiran karena aku hamil tua (sebentar lagi melahirkan) sudah tidak efektif dan tidak produktif lagi. Mungkin baginya, pekerja perempuan mengandung dipandang sebagai problem karena tidak mampu mengerahkan tenaganya seoptimal mungkin. Ibu Itet merasa rugi bila mempunyai karyawan dalam keadaan hamil tua.
Kebijakan Ibu Itet ini sungguh tidak adil. Di tengah kehamilan aku yang sudah tua (sekitar tujuh bulan lebih dua minggu),  aku tetap disuruh bekerja, ditambah gajiku dipotong setengahnya. Dan juga,  jam kerja dan beban kerjanya tidak berubah. Sungguh tindakan yang melecehkan hak buruh perempuan yang sedang hamil. Tidak pantas dilakukan oleh seorang anggota DPR.
Sesuai dengan UU Tenaga Kerja No 13 tahun 2003, pasal 82, ayat 1 justru aku berhak mendapat cuti 3 bulan, dibayar penuh. Menurut ketentuan tersebut aku berhak cuti satu setengah bulan sebelum melahirkan, dan satu setengah bulan sesudah melahirkan. Bahkan ketentuan itu menyatakan bahwa pemberi kerja yang tidak memenuhi cuti melahirkan merupakan tindak pidana dengan ancaman hukuman maksimal empat tahun.
Maka, pada tanggal 1 Agustus 2011 aku mengajukan hak cuti melahirkan kepada Ibu Itet. Usia kandungan aku saat itu sudah memasuki usia tujuh bulan tiga minggu. Walau akan memenuhi tetapi Ibu Itet mengatakannya dengan marah-marah, dan menunjukan rasa tidak suka kepada aku. Ibu Itet mengatakan bahwa berapa yang harus dia bayar, setelah ini aku tidak bisa lagi bekerja sebagai stafnya.
Pada tanggal 3 Agustus 2011 seharusnya aku sudah harus menerima gaji bulan Juli 2011. Hari itu aku dipanggil Ibu Itet. Harapanku menerima gaji dan permohonan cutiku dikabulkan. Yang terjadi, justru lebih memprihatinkan. Aku hanya ditemui staf Ibu Itet dan disodori Surat Pernyataan pengunduran diri atau PHK. Berarti permohonan cutiku ditolak tetapi justru di-PHK lebih cepat dari rencana semula. Yang lebih tragis lagi, skema surat pengunduran diri atau PHK dengan perincian bahwa gaji bulan Juli 2011 yang harus aku terima sekarang ini dipotong 50%. Padahal, kebijakan awal Ibu Itet bahwa dua bulan kedepan (Agustus dan September) baru akan dipotong 50%. Skema lainnya adalah THR 1 juta (kurang dari setengah gaji), uang melahirkan 2 juta, uang kemanusian 5 juta. Jelas, sebuah keputusan PHK yang sepihak dan merugikan aku. Sehingga aku menolak menandatangani.
Permohonan cuti melahirkanku dijawab oleh Ibu Itet dengan PHK lebih cepat. Agaknya dia murka dan marah kepada aku.
Karena diterima oleh staf Ibu Itet saja, kemudian aku menyerahkan surat sikap aku. Surat itu berisi bahwa aku hanya mau berunding langsung dengan Ibu Itet, tidak dengan stafnya. Aku memberi batasan waktu bila sampai tanggal 15 Agustus 2011 tidak ada perundingan, maka aku akan menempuh jalur hukum.(lihat lampiran).
Jadi, selain aku di-PHK, aku juga harus menerima kenyataan tidak mendapat gaji bulan Juli ini (diterima tanggal 1 Agustus). Dalam bulan Agustus ini aku hidup tanpa gaji. Aku mempunyai anak, aku  juga harus memeriksakan kehamilanku, memenuhi asupan gizi janin yang ada dalam kandunganku. Aku juga memperkerjakan PRT, yang akhir bulan ini harus aku gaji, memberi THR, dan ongkos mudik. Bu Itet telah menahan gaji aku.
Sampai tanggal 15 Agustus 2011 ini Ibu Itet tidak mau berunding langsung. Hanya stafnya mengirim sms yang berisi bahwa Ibu Itet memberi kuasa kepada stafnya untuk melakukan perundingan kepadaku. Dengan skema tawaran yang tetap seperti semula, seperti tercantum dalam konsep surat PHK sepihak tanggal 3 Agustus 2011. Sebuah sikap anggota Dewan yang tidak mau rendah hati, harusnya mau berunding dengan bawahannya.
Aku tidak mau berunding dengan stafnya karena stafnya tidak bisa memberi keputusan. Aku berkeinginan agar Ibu Itet secara langsung bisa menyelesaikan persoalan ini, bukannya malah menghindar.
Sungguh disayangkan bahwa alasan Ibu Itet memecat aku karena alasan kehamilan. Alasan lainnya karena Ibu Itet berpegang pada ketentuan Setjen DPR RI bahwa Staf Ahli setiap saat bersedia di-PHK bila anggota Dewan menghendaki.
Ibu Itet lupa bahwa aturan Setjen DPR tersebut melanggar UU 13 tahun 2003. Aturan Setjen DPR tersebut sangat merugikan staf ahli, yang dalam hal ini adalah pekerja. Dalam kasus aku jelas disebutkan dalam UU 13 tahun 2003 pasal 153, ayat 1 point e bahwa pengusaha (pemberi kerja) dilarang melakukan PHK kepada buruh/pekerja perempuan yang sedang hamil, melahirkan.
Ibu Itet juga telah melakukan pelanggaran Peraturan DPR RI Nomor 01 Tahun 2011 tentang Kode Etik DPR RI pada bagian Integritas Pasal 3 Ayat (5): Anggota DPR RI tidak diperkenankan mengeluarkan kata-kata serta tindakan yang tidka patut/pantas menurut pandangan etika dan norma yang berlaku dalam masyarakat, baik di dalam gedung DPR RI maupun di luar gedung DPR RI. Karena Ibu Itet seringkali mengeluarkan kata-kata yang merendahkan martabat dan harga diri stafnya.
Dengan kenyataan ini aku akan menyatakan sikap dan akan memperjuangkan keadilan:
- Bahwa Ibu Itet Tridjajati, anggota DPR RI Komisi X (no anggota A-330), telah melanggar sumpah dan janji sebagai anggota DPR RI. Selain melanggar Pancasila sila 2, Ibu Itet juga melanggar peraturan perundang-undangan, terutama UU no 13 tahun 2003
- Bahwa Ibu Itet Tridjajati telah melanggar kode etik anggota DPR RI, juga etika, moral, dan kepatutan sebagai wakil rakyat. Tindakan Ibu Itet Tridjajati sungguh tidak menghormati hak reproduksi bagi perempuan. Seharusnya Ibu Itet menghormati Hak reproduksi bagi perempuan karena hak reproduksi adalah hak asasi manusia yang dimiliki oleh setiap manusia yang berkaitan dengan kehidupan reproduksinya. Bahwa setiap perempuan mempunyai hak untuk dibebaskan dari resiko kematian karena kehamilan dan melahirkan. Bahwa setiap perempuan mempunyai hak untuk memutuskan kapan dan akankah mempunyai anak.
- Bahwa Ibu Itet Tridjajati telah melakukan tindakan diskriminasi terhadap pekerja perempuan. Sebagai Anggota Dewan harusnya dia berperilaku adil terhadap pekerja perempuan. Ibu Itet lebih memilih mem-PHK pekerja perempuan hamil dan menggantinya dengan pekerja laki-laki.
- Aku akan memperjuangkan hakku melalui jalur hukum.
- Aku juga akan memperjuangkan keadilan bahwa perilaku Ibu Itet Tridjajati harus menjadi koreksi pimpinan DPR RI. Apa yang dilakukan oleh ibu Itet Tridjajati harus mendapat teguran dan hukuman. Langkah itu sebagai pembelajaran bagi anggota Dewan demi tegaknya etika, moral dan kepatutan anggota DPR RI.
- Memperjuangkan agar aturan Setjen DPR RI berkaitan dengan pekerja (asisten pribadi, tenga ahli) lebih menghormati UU dan peraturan yang berlaku di RI. Peraturan Setjen DPR RI tidak mencantumkan hak normatif pekerja karena tidak memuat ketentuan THR, PHK, Jam Kerja, Lembur, Cuti, Libur, Pesangon, Jaminan Sosial (semisal Jamsostek). Peraturan Setjen DPR RI berpotensi menjadi pijakan anggota Dewan yang lain untuk memperlakukan stafnya secara semena-mena dan melanggar UU Tenaga Kerja.
Jakarta, 17 Agustus 2011
Nurely Yudha Sinaningrum
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H