Bruukkk....
Seseorang dengan cepat tiba-tiba duduk. Tanpa mengambil jeda. Ia memberikan senyum. Kami membalas, walau sedikit garing.
Ia sodorkan tangan. Bersalaman. Memperkenalkan diri pada seorang gadis di sebelahnya. Aku melihat simpul senyum yang tertahan. Gurat keanehan dengan lelaki yang coba memberikan rasa ramah. Barangkali lelaki itu berlebihan menyapanya.
Ia menatap saya, "dug", suara detak jantung saya berbunyi. Saya balas menatap sambil melempar senyum. Manis terasa senyum itu.
Beberapa orang masuk kedalam ruang. Yang aku rasakan, kini dinginnya penyejuk ruang: AC, tak kalah dengan rasa dingin senyum gadis diseberangku. Dengan baju abu-abunya dipadankan jilbab berwarna biru kegelapan. Ia terlihat cantik.
Orang tadi memulai perbincangannya. Bagaimana membangun networking dalam dunia kerja. Ini kali perdana kami bertemu. Di suatu lokasi pelatihan kerja berbeda instansi.
Sebelum ia melanjutkan. Kami diminta berkenalan. Tak begitu ku gubris mereka memperkenalkan diri. Termasuk lelaki disamping gadis berjilbab biru itu. Sesaat gilirannya tiba. Ia kemudian berdiri dengan anggun, sembari berdesir menarik nafas, "Ecehm" semua mata kemudian tertuju padanya. Tak ketinggalan aku, yang sedari awal telah memperhatikannya. Dari ujung kepala hingga semuanya dengan ditail ku perhatikan.
Ia melemparkan senyum ramah. "Perkenalan bapak, ibu, dan semuanya saya bisa disapa Rensya".
"Nama yang sangat indah," gerutuku. Sesuai dengan manisnya senyum yang dimilikinya itu. Matanya beredar lembut. Semua memberikan senyum.
"Nama panjang saya, Rena Elysia Anastasya." Ia kemudian menyudahi perkenalannya.
"Owwh Rena," semuanya coba menyapanya.
Rensya, memang nama yang sangat inidah. Seperti senyum dan indahnya bola mata itu.
Sesaat kemudian kami pun telah selesai dalam berkenalan, termasuk aku. Tapi entahlah apakah dia mengingat namaku dengan baik.
Setelah pelatihan usai, kami diminta berfoto bersama. Aku tak terlalu jauh mengambil posisi darinya. Beberapa yang lain telah berjejer rapi.
"Hai Rensya," sapaku dan ia tersenyum. Seusai berfoto.
"Jo." Ujarku. Sembari ku tatap matanya itu. Ia coba mengingat dengan dalam. "Al-Fathir Joaquin, tapi kau bisa sapa Jo." Lanjutku.
Di hari awal training itu. Saya sedikit menaruh perasaan dengannya. Namun tak berlebih. Kami menjalani hari-hari seperti biasa. Tak ada yang spesial bagi kita.
Setelah pelatihan yang melelahkan. Kami kemudian kembali pulang. Untuk turun berkerja beberapa hari ke depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H