"Kita jaga alam, alam jaga kita" bukanlah slogan kosong. Frase ini benar adanya, bahwa ketika alam kita rawat, keseimbangannya terjaga, alam juga akan terus merawat kita. Tanpa kita sadari, alam telah menyumbang miliaran hal baik bagi manusia. Sebaliknya, ketika manusia merusak alam, mengusik keseimbangannya, maka bencana banjir, longsor dan tsunami pun menyambangi kita. Begitu juga dengan hutan dan lahan yang masih terus disulut api, sama saja dengan menjejali paru-paru kita dengan asap dan racun. Kita mengganjar diri kita dengan beragam penyakit dan kematian.
Tentu ada banyak cara untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap bencana. Bisa melalui pelatihan, pembuatan gapura siaga bencana, simulasi dan nonton film bareng. Simulasi ketanggapdaruratan misalnya, salah satu upaya sadar dan terencana yang efektif menumbuhkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan. Simulasi seperti ini bisa kita "kloning" dari sejumlah sekolah dasar di Mentawai. Misalnya di SD Negeri 15 Sikakap, SDK Santo Vincentius dan SD Negeri 11 Pasapuat
Simulasi kebencanaan di tiga sekolah ini sudah menjadi agenda rutin dalam pembelajaran di sekolah. Anak-anak dilatih cara merespon jika terjadi gempa. Selain itu, anak-anak juga dilatih bertindak cepat cara menyelamatkan diri. Melalui penerapan simulasi mitigasi bencana di sekolah, perlahan tapi pasti anak-anak memiliki kesadaran terhadap kebencanaan, kesiap-siagaan dan keterampilan menyelamatkan diri.
Sementara satuan pendidikan terus mengupayakan pembelajaran mitigasi kebencanaan, penegak hukum juga diharapkan bekerja keras menangkap para perusak serta pembakar hutan dan lahan. Efek jera musti dibangun. Selama para pembakar hutan dan lahan tidak diseret ke penjara, mustahil mereka jera merusak alam. Masyarakat pun akan kian apatis terhadap upaya menjaga alam.Â
Perubahan itu perlu didukung dengan kepemimpinan yang kuat. Jika pemimpin kita menunjakkan semangat dan teladan menjaga alam, kita yakin apa yang ditunjukkannya itu akan memantul ke masyarakat. Masyarakat kita pasti mengikuti teladan dari pemimpinnya.Â
Karhutla di Riau dan daerah lain, sejatinya dimanfaatkan sebagai momentum menindak para pembakar hutan. Agar mastarakat luas percaya bahwa pemerintah kita serius memerangi para perusak alam. Dan dengan begitu masyarakat kita semakin optimis, upaya merawat alam bisa diwujudkan secara bersama-sama. Masyarakat sendiri selalu dan akan terus menjadi watchdog (anjing penjaga) paling galak dalam mengawal dan menjaga kelestarian alam (utamanya hutan dan lahan) kita.Â
Saatnya kita jaga alam, karena alam jaga kita!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H