"Tapi saya senang dia di Lapas sana. Sekarang hari-harinya membersihkan gereja, nyapu ngepel, nyiram taman lalu pendalaman Alkitab. Perilakunya sudah berubah. Mudah-mudahan ia bisa benar-benar lepas dari candu narkoba," harap Mak Pita.
Sejak suaminya ditangkap polisi, keempat anaknya begitu membenci ayah mereka. Berbulan-bulan keempat buah hatinya itu berubah menjadi sosok pendiam. Mereka bertanya-tanya kenapa ayahnya ditangkap polisi. Mak Pita berjuang seorang diri merangkul dan memulihkan psikologis anak-anaknya.
Celakanya, penangkapan terhadap suaminya itu juga membawa dampak buruk bagi Mak Pita dan anak-anaknya. Mak Pita dan anak-anaknya. Oleh warga setempat, ia dituding sebagai pengedar narkoba. Mereka dikucilkan.
Lebih tragisnya lagi, segerombolan warga pernah menggeruduk ke rumahnya. Ia diusir dengan tuduhan sebagai keluarga pembunuh. Ia dianggap sebagai seorang kriminal. Meskipun putusan pengadilan sudah final bahwa suaminya bersalah dan sedang menjalani hukuman di Lapas. "Usir itu Pak Pendeta. Keluarga pembunuh itu," begitu, teriak warga waktu itu.
Jika Pendeta Aritonang tidak membelanya, entah bagaimana kehidupan Mak Pita kala itu. "Yang bersalahkan Pak Siallagan. Istrinya dan anaknya tidak tau apa-apa. Saya ini pendeta, bukan hakim yang bisa menghakimi. Hakimlah yang bisa mengadili dan memutuskan kasus suaminya. Tapi ibu ini dan anaknya tetap di rumah saya. Tak ada yang boleh mengusirnya," begitu Pak Pendeta memasang badan, membela Mak Pita dari upaya ratusan massa yang hendak mengusirnya.
Tak sampai di situ, Mak Pita beberapa kali dirundung kuatir. Sejak Pendeta Aritonang menghadap sang Khalik pada 8 Januari 2018, ia dilanda kekuatiran akan tinggal dimana bila rumah yang dihuninya selama ini diambil kembali oleh keluarga pendeta.
Namun kekuatiran ibu empat anak ini tidak terjadi. Di sebuah partangiangan (acara doa) di rumahnya, Rosliana Ginting, istri dari Pendeta Jonpiter menanyakan status rumah yang dihuni Mak Pita. Rosliana justru mengingatkan agar Mak Pita tetap berkenan menempati rumahnya. "Kita saling berbagi berkat. Enggak bisa uang atau materi, ya apa saja," kata Mak Pita menirukan kata-kata istri Pendeta, kala itu.
Rosliana bahkan tak pernah menyinggung uang kontrakan rumahnya. Justru dia menanyakan kondisi kehidupan Mak Pita dan anak-anaknya. "Masih layak rumah kita itu kan, Bu? Kalau ada yang bisa kami bantu, jangan sungkan ya sama kami. Kami kan bukan orang lain," tegur Bu Pendeta.
Pas rumahnya digerebek polisi, Mak Pita seharian bingung mencari uang membeli seragam pramuka anaknya. Â Saat itu, Mak Pita benar-benar linglung. Shock. Tak dinyana, Pendeta Jonpiter langsung membelikan seragam pramuka untuk anak-anaknya. "Saat itu kami lagi krisis. Jadi saya senang sekali anak saya bisa dapat seragam. Itu berkat bantuan Pak Pendeta," katanya sambil mengelap air matanya.
Dulu, sambung Mak Pita berkisah, keluarganya punya satu mobil angkutan umum dengan trayek Pusat Kota Medan ke Marelan. Jam 4 pagi sopir duanya yang membawa angkot untuk cari sewa. Selain angkot, mereka juga memilili 10 unit becak. Empat sudah lunas, enam masih kredit. Tetapi, itu tak bertahan lama. Ekonomi keluarga Mak Pita hancur sejak mereka memulai bisnis rentenir. Becak dilarikan orang, setoran macet, duit pinjaman dibawa kabur peminjam sampai Rp 150 juta dan suaminya tak terima atas kebangkrutannya itu. Sialnya, Maju jatuh menjadi pecandu berat narkotika dan akhirnya tersandung kasus pidana yang menjeratnya ke penjara.
"Saya akui, duit rentenir itu enggak berkat. Makanya sekarang saya rajin ibadah. Anak-anak saya tumbuh sehat dan pintar. Mereka mau jadi guru, jadi saya dukung dengan kerja keras. Saya enggak malu memulainya dari nol," ujarnya.