Mohon tunggu...
Dedy Gunawan
Dedy Gunawan Mohon Tunggu... Freelancer - Suami dari seorang istri yang luar biasa dan ayah dari dua anak hebat.

Penulis, blogger, jurnalis, senimanmacro, fotografer, penikmat kuliner, traveler, guru, pelatih menulis, dan penyuka segala jenis musik.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Luka oleh Waktu

18 Februari 2019   12:34 Diperbarui: 18 Februari 2019   13:16 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

:untuk seseorang yang terluka

Kuhela napas dengan perasaan saling tindih: sedih-sesal. Boleh jadi aku berhasil menyampaikan bahasa hati, namun tercuri seluruh diri.

Ada bagian tubuh yang hilang. Ada bagiah tubuh yang teriris. Kukucur perasan jeruk nipis pada itu irisan-irisan luka. Pada titik terhalusnya. 

"Luka yang membuat diri ini benar-benar sesal dan muak."

Terbersit tanya: benarkah antara kita segalanya salah? 

Tidak! Tak ada yang salah di antara kita. Cinta itu universal. Cinta itu tulus. Cinta yang tulus tidak mengambil keuntungan untuk dirinya sendiri. Aku yakin itu.

Hanya, luka itu telah menganga oleh waktu. Oleh kata-kata yang keburu terucap. Oleh api asmara yang tak kunjung padam. Oleh kebimbangan yang melahirkan ambiguitas. Meski harmoni perasaan masih saja sama.

Tapi, itu telah kita sadari. Segalanya telah berlalu. Semua ambyar malam tadi. Saat kau-aku menjujur diri. Menarik keputusan pada kadar alfiat. Walau tetap hati tak bisa dibohongi. Walau perasaan itu tetap mekar dan sakit itu kian kentara.

Semalam, dalam sepi sunyi akal, tersua sadar bahwa cinta yang hadir di antara kita seumpama noktah pada selembar peta, menjadi alamat yang kita kenali bersama

Tapi...

Tiada bisa mengambil arah tujuan. Kemana noktah itu harus kita besarkan.

Kita sepakat, waktu akan bicara. Bila nanti ada masa kita bertemu pada noktah yang lain. Untuk hari ini, kita berpisah dan keluar dari noktah yang kita torehkan. Karena aku-kau telah mematok jalan berlainan.

Dan kita, sesungguhnya, sama-sama sadar: merasa diri berhasil menyampaikan bahasa hati, namun tercuri seluruh diri. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun