Mohon tunggu...
Dedy Gunawan
Dedy Gunawan Mohon Tunggu... Freelancer - Suami dari seorang istri yang luar biasa dan ayah dari dua anak hebat.

Penulis, blogger, jurnalis, senimanmacro, fotografer, penikmat kuliner, traveler, guru, pelatih menulis, dan penyuka segala jenis musik.

Selanjutnya

Tutup

Money

Tragedi Harga Jagung

12 April 2016   09:28 Diperbarui: 12 April 2016   09:48 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ridho, dari Medioncare mengaku harus rutin tiap hari mengunjugi kandang-kandang untuk mengontrol kesehatan ayam. Pemberian pakan berupa kerak goreng atau mi kadaluarsa telah menurunkan kesehatan ayam. Makanan kedaluarsa sangat mengganggu sistem pencernaan ayam. Sistem pencernaan yang tidak baik turut mempengaruhi produktivitas ayam bertelur.

Bahkan komposisi pakan yang kadang tanpa jagung dan bekatul telah memicu serangan lalat. Lalat-lalat banyak merubung wadah makan ayam. “Ini menjadi ancaman bagi kesehatan ayam,” terang sarjanan peternakan dari salah satu universitas di Padang itu.

[caption caption="Ayam-ayam dalam kurungannya. Ayam-ayam petelur ini tidak leluasa untuk bergerak. Mereka terperangkap dalam ruang jeruji seukuran dua kali badan mereka. Foto oleh Dedy Hutajulu"]

[/caption]Tak Berbasis Data

Bangkrutnya sejumlah peternakan ayam (broiler dan layer) di Langkat menjadi potret bagaimana dampak langsung kebijakan harga jagung di tingkat bawah. Kebijakan pemerintah seharusnya mendatangkan salam sejahtera bagi  kelompok peternak di daerah. Karena itu, seyogianya, kebijakan dibuat dengan banyak pertimbangan dan analisa yang tepat. Dan sebuah kebijakan seharusnya lahir berbasiskan data yang akurat.

Ketika tak berbasis data,  kebijakan hanya akan melahirkan sebuah bencana. Kebijakan penahanan impor jagung menunjukkan bagaimana data produkdi jagung dalam negeri tidak akurat. Dampaknya terasa di tataran atas dan gejolaknya menguat di bawah. Karena itu, amat perlu mencermati pernyataan Direktur Jenderal Tanaman Pangan Hasil Sembiring yang menyebut neraca kumulatif ketersediaan jagung di Indonesia masih berlebih. “Jumlah produksi jagung kita mencapai 20,6 juta ton sedang total kebutuhan jagung 19,43 juta ton. Jadi neraca produksi kumulatif masih surplus,” ujarnya.

Namun pernyataan itu ditepis keras Fafik Doni, seorang peternak ayam petelur asal Subang, Jawa Barat. Fafik mengatakan, tingginya harga jagung bukti kebijakan pemerintah yang keliru terhadap data jagung. “Kita mulai kesulitan mendapat jagung, jika pun ada harganya melambung tinggi. Dengan harga jagung yang mahal, saya tidak yakin petani punya barang (jagung),” katanya menduga.

Omongan Fafik ada benarnya. Jika dikaitkan dengan ketidaksinkronan antara data statistik jagung yang dikeluarkan Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) dengan data BPS periode 2014. USDA merilis, pasokan jagung lokal 9,2 juta ton, sedangkan BPS melaporkan 19,2 juta ton. Tahun 2013 data USDA 9,1 juta ton sedang BPS 18,8 juta ton. 2012 juga berbeda sekali. Data USDA 8,5 juta ton sedang BPS 19,3 juta ton. Data dari USDA tampaknya jauh lebih masuk akal.

Jika mengacu ke Data BPS 2014, pasokan jagung lokal 19,2 juta ton sedang kebutuhan total akan jagung di tanah air mencapai 19,43 juta ton,  tetap saja kita masih kekurangan jagung. Sedangkan bila memakai data USDA, angka kekurangan jagung di tanah air mencapai  10 juta ton. Jika data ini disandingkan dengan pernyataan Hasil Sembiring, tentang  “surplus” jagung patut dipertanyakan. Dan dugaan Fafik soal kekurangan jagung makin menguat ketika Menpan Amrin Sulaiman menegaskan, impor jagung akan terus dilakukan. Ini sinyal bahwa kekurangan jagung di tanah air masih kentara.

[caption caption="Lalat-lalat merubung pada makanan ayam. Lalat-lalat ini berpotensi mendatangkan penyakit pada ayam. Foto oleh Dedy Hutajulu"]

[/caption]Tantangan

Tak jauh beda dengan tahun lalu, penyelamatan terhadap para peternak ayam serta pabrik pakan ternak tergantung pada kebijakan pemerintah. Kalau pasokan jagung di tanah air tidak mencukupi, impor tak terelakkan. Ketua Umum Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT) Sudirman menyebut pabrik pakan ternak di Indonesia terus bertumbuh. Pada 2013 pertumbuhannya drastis, mencapai 68 pabrik dengan kapasitas produksi 18,5 juta ton. Di 2014 membengkak menjadi 82 pabrik dengan kapasitas produksi 20 juta ton. Dan di 2015 terus bertumbuh mencapai 84 pabrik dengan kapasitas produksi 21 juta ton.

Bertambahnya jumlah pabrik pakan ternak di Indonesia menunjukkan investasi terhadap pakan ternak kita cukup besar. Namun, Sudirman mengungkapkan selama 2015 ini, ada sejumlah pabrik yang terkapar lantaran menghadapi berbagai tantangan. Supaya tidak terjadi lagi kematian bagi para pengusaha ternak ayam di daerah, kendali harga jagung harus dibuat berdasarkan pertimbangan data yang akurat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun