Mohon tunggu...
Dedy Gunawan
Dedy Gunawan Mohon Tunggu... Freelancer - Suami dari seorang istri yang luar biasa dan ayah dari dua anak hebat.

Penulis, blogger, jurnalis, senimanmacro, fotografer, penikmat kuliner, traveler, guru, pelatih menulis, dan penyuka segala jenis musik.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Dibutuhkan Prodi untuk ABK

4 Desember 2015   12:00 Diperbarui: 4 Desember 2015   12:16 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Nia Erika, Tuna Rungu diwawancarai sejumlah wartawan usai talkshow di Medan. Foto oleh Dedy Hutajulu "][/caption]SUHENDRI, anggota Pokja Pendidikan Inklusif, Dinas Pendidikan Sumut mengatakan, tidak hanya pihak sekolah yang perlu terlibat dalam membela Anak Berkebutuhan Khusus (ABK), tetapi juga perguruan tinggi. Perguruan tinggi di Jawa bahkan sudah mulai peduli hal ini. "Fasilitas untuk ABK mereka sediakan. Sayangnya, di Sumut, hal ini belum seperti itu," ujarnya di Medan, Jumat (4/12).

Sisi lain, sambungnya, Disdiksu akan mendorong LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) untuk membuka satu program studi (prodi) yang khusus mengkaji tentang ABK termasuk bagaimana melatih guru-guru menghadapi ABK. Perlu ada terobosan untuk melahirkan prodi pendidikan luar biasa, sehingga kita tidak perlu meminta bantuan dari pulau lain untuk mengurusi dapur pendidikan ABK kita.

Benahi Guru

Novita Sari, Guru di SLB E Pembina Medan mengatakan, hal mendasar yang harus dibenahi dalam mewujudkan Sumut sebagai provinsi yang menerapkan pendidikan inklusif adalah mempersiapkan guru-guru pendidik ABK dengan baik. Para guru perlu dilatih supaya mereka bisa memahami, mengenal dan menerima ABK, sehingga mereka bisa menjelaskan kepada siswa lain, bahwa ABK itu berhak mendapatkan pendidikan yang layak, berhak berbaur dengan  anak normal dan berhak diperlakukan setara dengan orang pada umumnya.

Dalam rangka bagaimana menciptakan kondisi dan iklim pendidikan yang setara, dimana para ABK tidak dilecehkan, dan bisa diterima publik secara wajar, Suhendri mengatakan, Dinas Pendidikan Sumut melalui Pokja Inklusif sedang berupaya menyusun strategi, melalui pelatihan (Training of trainee atau ToT), bimbingan teknis dan workshop untuk guru-guru yang akan ditunjuk sebagai guru pendamping khusus, plus guru-guru sekolah reguler (tingkat SD, SMP dan SMA) usulan kabupaten/kota untuk dilatih beberapa hal, yakni

Pertama, mengenal ABK. Kedua, treatment-treatment apa yang akan diberikan kepada ABK. Hal ini bukan hanya dilatihkan kepada gurunya, tetapi juga kepada kepala sekolah dan  pengawas, sehingga ada peran ganda bahwa guru dan kepsek selaku pemangku kewajiban internal sekolah bisa memberikan layanan terbaik kepada ABK.

Sisi lain, tambahnya, corong mereka juga dimanfaatkan untuk menyampaikan  kemasyarakat, agar pesannya sampai juga ke masyarakat. Sebab, selama ini ada dorongan yang sepihak, yang bernada negatif, dimana para orangtua menolak bila pihak sekolah menerima ABK. Makanya kesadaran ini, bukan hanya kesadaran para guru, melainkan juga kesadaran seluruh masyarakat.

"Kalau dalam bahasa saya, karena bukan anakmulah kau bisa memperlakukan ABK demikian. Coba bayangkan kalau itu anakmu sendiri," ujar Suhendri.

Ungkapan-ungkapan seperti inilah yang seharusnya menjadi trending topic kita, sekaligus menyampaikan ke masyarakat pentingnya pendidikan inklusif ini.

Disdik Sumut didukung USAID PRIORITAS dan Komunitas Turun Tangan sedang mempersiapkan Deklarasi Sumut Sebagai Provinsi Pendidikan Inklusif. Salah satu bagian penting dari deklarasi ini adalah tersedianya sekolah penyelenggara pendidikan Indonesia. Direncanakan 500 guru dari 250 sekolah menjadi sekolah inklusif di Sumut. (*)

  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun