Mohon tunggu...
Dedy Padang
Dedy Padang Mohon Tunggu... Petani - Orang Biasa

Sedang berjuang menjadikan kegiatan menulis sebagai sarana yang sangat baik untuk menenangkan diri dan tidak tertutup kemungkinan orang lain pula.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Di Hadapan Orang yang Meninggal, Mari Berpikir untuk Memaafkan bukan Membalas Dendam

5 Mei 2024   00:52 Diperbarui: 9 Mei 2024   23:45 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Di hadapan kematian, mari berpikir untuk memaafkan. Kalimat inilah yang terlintas di pikiranku saat ada seorang bapak yang selalu berceloteh tentang kejahatan dari salah seorang ibu yang baru saja meninggal dunia.

Sejauh informasi yang bisa kuperoleh, ternyata almarhumah ibu ini semasa hidupnya memiliki relasi yang kurang baik dengan keluarga mertuanya. Beliau jarang sekali berkunjung ke rumah mertuanya sekalipun jarak rumah mereka hanya selisih satu rumah. Beliau juga suka melawan kepada mertuanya. Singkat cerita, banyak hal yang tidak baik yang dilakukan almarhumah semasa hidupnya terhadap mertuanya juga keluarga dari mertuanya.

Tiba-tiba, ibu ini meninggal dunia karena penyakit yang sudah lama ia derita, yakni asam lambung dan asma. Beliau meninggalkan dua orang anak yang masih taraf Sekolah Menengah Atas. Persoalan yang terjadi ialah di mana beliau akan disemayamkan karena rumah yang mereka tempati selama ini hanya kos-kosan dan sangat sempit. Para tetangga bersama dengan ketua lingkungan sepakat untuk menyemayamkan beliau di rumah mertuanya. Namun pihak keluarga mertuanya menolak.

Banyak tetangga yang mencoba untuk membujuk pihak keluarga dari mertua almarhumah. Namun sekali lagi mereka tetap menolak. Akhirnya para tetangga menjadi geram dan segera melakukan pemaksaan kepada pihak keluarga mertua untuk bersedia menjadikan tempat mereka sebagai tempat disemayamkan ibu tersebut.

Saya turut menyaksikan kejadian tersebut. Ketika ada yang memberi tahu kalau ibu tersebut sudah menghembuskan nafas terakhirnya, saya segera datang melihatnya. Beliau meninggal di rumah sakit setelah dirawat selama 3 hari. Putri bungsu dari ibu itu tidak henti-hentinya berteriak memanggil ibunya. Yang paling menyedihkan lagi ialah, si bungsu tersebut selalu bertanya: "Ini gak mungkin. Saya pasti bermimpi. Mamaku belum mati, dia hanya sakit saja dan besok akan pulang ke rumah". Beruntung banyak teman-temannya yang datang dan berusaha menenangkannya.

Ibu itu dibawa ke kampung dengan mobil ambulan. Setibanya di kampung para tetangga sudah berkerumun untuk menyambutnya. Tiba-tiba terdengarlah oleh ku suara dengan volume tinggi dari arah tempat rumah mertua dari almarhumah. Lalu ada beberapa orang yang segera meminta agar jenazah segera diturunkan dari ambulan dan dibawa ke rumah mertuanya untuk disemayamkan. Seorang dari mereka berkata: "Sangat tidak masuk akal. Ini sudah meninggal, mengapa mereka menolaknya. Lagi pula, ia (almarhumah) punya hak atas rumah tersebut".

Saya turut dalam rombongan pengangkat jenazah menuju rumah mertua si ibu tersebut. Sesampainya di tempat yang dituju, ibu mertua almarhumah hanya bisa menangis. Saya duga bukan karena menantunya yang meninggal, namun karena banyaknya orang yang membujuk beliau untuk menerima jenazah dari menantunya tersebut.

Sesampainya di rumah tersebut, saya segera mendekati seorang bapak yang sejak awal berceloteh tentang si almarhumah. Yang bisa saya dengar ialah: "Mengapa sewaktu hidup mereka tidak mau menghormati kami, bahkan menjelek-jelekkan nama kami. Memberitahukan bahwa ia sakit pun tidak ada, seolah kami ini bukan keluarganya. Kini pas sudah mati, malah mau disemayamkan di sini".

Beberapa orang tua yang ada di lokasi segera menasihati si bapak tersebut. Mereka memesankan tentang hukum cinta kasih yang harus rela memaafkan, terlebih bagi mereka yang sudah meninggal. Ada juga yang meminta agar bapak tersebut pergi dari rumah itu agar proses penghormatan terakhir bagi si almarhumah bisa dilangsungkan dengan baik.

Saya bersama dengan seorang teman saya masih turut dalam peristiwa tersebut. Hati kecilku turut bersedih dengan keadaan yang ada. Melihat anak-anak almarhumah yang tidak berhenti menangis, kesibukan para tetangga mempersiapkan tempat yang layak bagi si almarhumah disemayamkan dan omelan si bapak tentang masa lalu si almarhumah.

Saya baru pulang ke rumah setelah acara ibadat singkat berakhir. Beberapa tetangga masih berjaga di rumah duka sambil memasang terpal di luar. Saat itu jam sudah menunjukkan pukul 22.00 WIB.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun